Oleh Rosilwati Febten
ALLAH ADALAH DZAT ATAU ZAT????
Menurut
seorang pakarLeksikografi/Linguistik Arab yang bernama Louis
Ma’luf,seorang Arab Kristen Katolik asal Beirut, Lebanon dalam karyanya
yang berjudulal-Munjid fil Lughah wal ‘Alam page 16 (terbitan Lebanon:
Dar al-Masyriq, 1986)beliau mengatakan bahwa al-Ilah: al-ma’bud
muthlaqan (al-Ilah itu adalahPribadi Yang Disembah secara Mutlak/Benar
[the Only True God]), sedangkanALLAH: ismu al-Dzat al-Wajib al-Wujud
(ALLAH itu adalah suatu nama DZAT YangMaha ADA yang menyebabkan segala
sesuatu menjadi ADA (the
nameof the DZAT as Causa Prima).
Sementaraitu,
Hans Wehr, seorang ahli Linguistik Arab asal Jerman yang beragama
KristenProtestan dalam karyanya yang berjudul A Dictionary of Modern
Written Arabic,page 314-315 (terbitan Munster, 1960) mengatakan bahwa
istilah DZAT dalambahasa Arab artinya Essence, Self,
Jadi,berdasarkan
penjelasan dari dua pakar bahasa Arab yang berlatar bangsa Arab
danbangsa Barat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ALLAH adalah
sebuah NAMAdari al-Ilah.
Jelaslah sudah bahwa
DZAT
adalah Essence/Self, yakni Pribadi Yang Menyebabkan segalasesuatu
menjadi ada. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi
DZATal-wajib al-wujud.
Dengan demikian istilah Dzat ==> bhs
Arab = Self/ Essence TIDAKSAMA dengan ZAT ==> bhs Indonesia =
Matter/MATERI yang berarti sesuatu yangmemiliki massa dan menempati
ruangan ==> ini pasti TERBATAS,
Sedangkan DZAT dalam bahasa Arab tidak bermakna MATERI/MATTER.
Jadi
makna DZAT (bhs Arab) bukanlah sejajar maknanya dengan ZAT
(bhsIndonesia), meskipun istilah ZAT diadopsi dari kata DZAT. Namun,
maknanya 180%berbeda scr diametral.
ZAT dalam bahasa Indonesia
selalu terkait dengan ciptaan/matterberdasarkan ilmu fisika yang
mengenal 3 pembagian matter/zat: cair, padat, gas.
Dan, fisika juga membuktikan bahwa matter/zat bisa berubah tapi TAKDAPAT DIMUSNAHKAN atau DIHANCURKAN.
Sedangkan
DZAT dalam bahasa Arab bukanlah MATTER, tetapi theUltimate Being, Sang
Penyebab dari Matter. Maka, Dzat (bhs Arab) tidak bisadibatasi/diukur
massanya sebab istilah massa dalam ilmu fisika terkait
denganketerbatasan ruang dan waktu, sedangkan Zat (bhs Indonesia) bisa
diukurmassanya dan tidak bisa ber-ADA di dua tempat dlm waktu yang
bersamaan. Sekalilagi, DZAT amat berbeda maknanya dengan ZAT.
Sedangkan dalam bible tertulis jelasbahwa tuhan kristen adalah ZAT IBRANI 1:3 Indonesian – (TL)
Maka
Ialah menjadi cahaya kemuliaan Allah danZAT Allah yang kelihatan, serta
Ia menanggung segala sesuatu dengan firmankuasa-Nya; dan setelah Ia
membuat persucian segala dosa, maka duduklah Ia disebelah kanan Yang
Mahabesar di dalam ketinggian;
http://tl.scripturetext.com/hebrews/1.htmGreek
Bibledan
English Revised VersionΠΡΟΣ ΕΒΡΑΙΟΥΣ 1:3 Greek NT: Stephanus
TextusReceptus (1550, with accents)ὃς ὢν ἀπαύγασμα τῆς δόξης καὶ
χαρακτὴρ τῆς ὑποστάσεως αὐτοῦ φέρων τε τὰ πάντα τῷ ῥήματι τῆς δυνάμεως
αὐτοῦ δι’ εαυτοῦ καθαρισμὸν ποιησάμενος τῶν ἁμαρτιῶν ημῶν, ἐκάθισεν ἐν
δεξιᾷ τῆς μεγαλωσύνης ἐν ὑψηλοῖςTrans : os On apaugasma tEsdoxEs kai
charaktEr tEs upostaseOs autou pherOn te ta panta tO rEmati tEsdunameOs
autou katharismon tOn amartiOn poiEsamenos ekathisen en dexia
tEsmegalOsunEs en upsEloisEnglish Revised Version Hebrew 1:3who being
theeffulgence of his glory, and the very image of his SUBTANCES, and
upholding allthings by the word of his power, when he had made
purification of sins, satdown on the right hand of the Majesty on
high;ὑποστάσεως (hypostaseōs) =substance = SUBTANSI Apakah SUBTANSI itu ?
Substansi [KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA] sub·stan·si n
1watak yg sebenarnya dr sesuatu; isi; pokok; inti;
2unsur;
ZAT : pembakaran terjadi sbg hasil persenyawaan sebuah — dng oksigen;
dlkonferensi akan dihimpun — masalah yg akan kita bicarakan dl pertemuan
tingkat tinggi mendatang;
3 kekayaan; harta: pikiran itu merupakan — yg tidak kelihatan;
bahwasalah
satu makna dari SUBTANSI adalah ZAT, jadi sudah jelas bahwa ὑποστάσεως
(hypostaseōs) =substance = SUBTANSI = ZAT Lalu ZAT apakah tuhan kristen
itu ?..ZAT CAIR ?..ZATPADAT ?..GAS ?
Dzat Allah Swt. adalah mutlak adanya. Termasuk dalam hal ini adalah meyakini Allah dengan nama-nama baik (asmaaul husna) yang melekat pada-Nya. Sebagaimana firman-Nya yang termaktub dalam al-Qur’an al-Karim berikut: “Dia-lah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia.Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yang baik).” (QS. Thaha 20: 8).
Keyakinan
yang kuat terhadap adanya Dzat Allah dengan asmaaul husna-Nya ini akan
sangat berpengaruh dalam membentuk karakter dan kepribadian seorang
muslim.
Keberadaan Dzat Allah yang mutlak adanya, dengan 99
asmaaul husna-Nya, bila telah benar-benar menjadi keyakinan bagi seorang
muslim, sungguh ia akan menjadi seorang mukmin yang luarbiasa.
Dia akan mempunyai sandaran yang kuat kepada Allah Yang Maha Perkasa dalam meraih cita-cita.
Dia akan memiliki ketergantungan yang kuat kepada Allah Yang Maha Penolong bila mempunyai keinginan.
Dia
akan berusaha selalubaik, tidak melakukan kekurangan, apalagi
pencurian, dalam setiap usahanya karena mempunyai keyakinan yang kuat
bahwa Allah Maha Mengetahui.
Inilah sebuah
keyakinan yang luar biasa. Tak ada yang dapat mengalahkan Allah di
seluruh alam raya ini.Bahkan, Allah Swt. yang menciptakan semua-muanya; bagaimana mungkin ada yang mengungguli atau menyamai-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla Maha Segalanya.
Bila
seorang muslim sudah bersandar kepada-Nya, segala yang di dunia menjadi
kecil, dan keyakinan yang demikian akan membuatnya selalu berani
menghadapi rintangan.
Allah Swt. berfirman: “Dia-lah
Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang
Mempunyai asmaaul husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan
bumi. Dan Dia-lahYang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Hasyr59: 24).
Sungguh,
firman Allah Swt. tersebut semakin menegaskan kepada kita bahwa yang
mengatur segalanya di dunia ini adalah Allah Swt. yang telah
menciptakannya. Keyakinan yang demikian perlu senantiasa dapat hadir di
dalam hati orang-orang yang beriman. Sehingga, ia akan mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi, tidak mudah putus asa, dan selalu optimis
dalam setiap usaha yang dijalankannya. Bila sudah demikian, insya Allah kesuksesan bukan halsulit baginya.
Tetapi,
bila usaha yang dilakukannya belum sukses, dia masih punya keyakinan
yang sangat kuat bahwa Allah sedang mengujinya. Percaya, ya… ia sangat
percaya bahwa Allah sangat sayang kepadanya, maka keberhasilan bukan hal
yang sulit bila Allah sudahmenghendaki. Tidak ada yang tidak mungkin
bagi Allah. Semua yang ada dalamdunia ini telah dalam kuasa-Nya. Inilah
keyakinan yang membuat seseorang tidakmudah goyah ketika mengalami
kegagalan. Dia akan maju terus untuk menemuikeberhasilan.
untuk
memudahkan kita belajar kembali menguatkan keyakinan kita kepada-Nya,
maka kita harus belajarsedikit demi sedikit untuk dapat mengingat-Nya.
Dalam hal ini, kita belajaruntuk dapat banyak berdzikir; menyebut dan
mengingat nama-Nya.
Marilah bersama kitarenungkan firman Allah Swt. berikut ini:“Katakanlah:‘Serulah
Allah atau serulah ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru,Dia
mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah
kamumengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya
dan carilahjalan tengah di antara kedua itu.” (QS. al-Israa’ 17: 110).
untuk
belajar meyakiniAllah dengan banyak mengingat-Nya. Mengingat Allah Swt.
dengan cara menyebut asma-Nya secara tulus, ikhlas, dan khusyuk. Dengan
cara yang demikian, maka orang-orang yang selalu mengingat-Nya akan
memperoleh ketenteraman hati.Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalladalam al-Qur’an al-Karim berikut:“(Yaitu)
orang-orang yangberiman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah,hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.” (QS.ar-Ra’d13: 28).
Maka,
supaya kita dapatberhasil, dan beruntung di dunia dan akhirat,
setidaknya kita harus mempunyaimodal dasar, yakni sebuah keyakinan.
Sebagai orang Islam, maka keyakinan utamayang mesti dibangun adalah
keyakinan kepada Allah Swt. sebagaimana yang telahdibahas di muka. Dan,
sebagai salah satu cara menguatkan keyakinan ini adalahdengan banyak
mengingat-Nya. Ya, sekali lagi, banyak mengingat-Nya. Sebagaimanafirman
Allah Swt. berikut: “Hai orang-orang yangberiman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yangsebanyak-banyaknya.” (QS. al-Ahzab 33: 41).
MENJAWAB TENTANG DZAT ALLAH SWT
Assalamualaikum wr.wb.
Inilah
yang suka di tanya oleh non muslim terutama kaum nasrani tentang
bagaimanakah dzat / wujud Allah swt sebenarnya. Ternyata tidak sedikit
umat Kristen yang tidak, atau belum, memahami konsep ketuhanan dalam
Islam masih "terperangkap" dalam ruang berfikir sempit yang mengira
bahwa Allah (atau eksistensi-Nya) yang sering "digambarkan" oleh umat
Muslim dengan sebutan "DZAT" adalah sama dengan berbagai dzat yang
diciptakan oleh Allah sendiri. Sebagian dari mereka memang benar-benar
bertanya, namun sebagian lagi menjadikannya sebagai olok-olok, bahkan
ada yang menuntut untuk "diperlihatkan" wujud Allah sebagai bukti bahwa
Allah yang disembah oleh umat Islam itu ada!
Meski kaget, tapi
kita tentunya tidak boleh serta merta menyalahkan mereka, sebab semua
itu adalah akibat dari ajaran Kristen yang selama hidupnya membatasi
mereka untuk menemukan hakikat Tuhan dengan menggunakan akal budinya
sendiri-sendiri. Tidak sama denga umat Muslim, pengenalan mereka kepada
Tuhan adalah urusan gereja, sedangkan jemaat cukup mengimani saja.
Allah
swt berfirman: ”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran 3:190-191)
Katakanlah:
“Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat
tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi
orang-orang yang tidak beriman”. (QS. Yunus 10:101)
“Dan Kami
tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka
celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS
Shaad 38:27)
Rasulullah saw bersabda: ”Berfikirlah tentang
nikmat-nikmat Allah, dan jangan sekali-sekali engkau berfikir tentang
Dzat Allah ” [Hadits hasan, Silsilah al Ahaadiits ash Shahiihah]
Kata
dzat yang disandarkan pada Allah kita jumpai pada sabda Nabi
saw,“Tafakkaruu fi khalkillah walaa tafakkarua fi dzatihi” atau
"Berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, tapi jangan berpikir mengenai
Dzat-Nya." (atau dzat Sang Pencipta).
Perhatikanlah Firman Allah
swt ini: "Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS
Al-Ikhlas 112:4) ”Tidak sesuatupun yang serupa dengan Dia (Allah), dan
Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS As-Syuuraa 26 :11)
"Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat
segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha
Mengetahui."(QS. Al-An'Aam 6:103)
Dengan demikian, maka setiap
kali kita menyebut Dzat Allah, tidak berarti bahwa dzat yang dimaksud
adalah dzat yang sama dengan berbagai dzat ciptaan-Nya sendiri seperti
zat cair, zat padat, zat gas, atau zat-zat lain yang menyerupai itu.
Sama hal nya dengan ketika kita berkata bahwa Allah Maha Mendengar. Ini
juga tidak bisa diartikan sesederhana sebagaimana makhluk ciptaan-Nya
mendengar dengan bantuan panca indera telinga.
Perhatikanlah
pula Firman Allah swt ini: "Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman
yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-
benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah." (QS
Al-Baqarah 2:269)
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal." (QS Ali-Imran 3:190)
Jika dalam tiga
firman sebelumnya Allah menyiratkan bahwa mustahil panca indera manusia
akan mampu mencapai eksistensi-Nya, maka pada dua firman berikutnya (ada
puluhan banyaknya yang serupa), Allah swt menyiratkan kepada kita bahwa
manusia, bila mau merendah dan berfikir, niscaya akan mampu mencapai
eksistensi-Nya melalui perantara akal.
Rasulullah saw berpesan,
“Tafakkaruu fi khalkillah walaa tafakkarua fi dzatihi” Sabda beliau ini
menyiratkan bahwa berfikir tentang ciptaan Allah, walaubagaimanapun,
akan menyadarkan kita bahwa Allah itu ada, dan eksistensi-Nya sangat
nyata. Namun Rasulullah saw juga mengingatkan; cukuplah sampai di situ
saja! Jangan coba-coba untuk berpikir lebih jauh, misalnya tentang
bagaimana kira-kira Dzat Allah, atau sosok Allah itu sendiri.
Mengapa
demikian? Pertama, karena Allah sendiri sudah mengingatkan kita
(Lihatlagi QS Al-An'Aam 6 :103 di atas) dan Rasulullah saw juga sudah
tegas-tegas melarangnya (perhatikan sabda beliau tadi, begitu juga makna
yang terkandungdalam QS Yunus 10:101 di atas).
Tentang larangan
ini tentu Rasulullah saw adalah manusia yang paling mengetahuiapa
alasannya. Sebab beliau sendiri pernah "bertemu" dengan Allahketika
melakukan perjalanan malam yang kita kenal dengan sebutan Isra'
Mi'rajitu. Ini sekaligus juga menjelaskan bahwa prasangka sebagian umat
Kristen yangmengatakan bahwa Rasulullah saw "tidak tahu" bagaimana
sesungguhnya dzat Allah itu adalah pendapat yang sangat keliru!
Sedangkan
alasan yang kedua adalah, walau bagaimanapun kita paksakan, pada
kenyataannya seluruh kemampuan panca indera kita yang sangat terbatas
ini pasti tidak akan pernah mampu melihat dzat atau wujud Allah!
Sifat
Allah adalah mutlak (absolute). Tidak mungkin dibatasi oleh apa pun,
apalagi oleh alam pikiran manusia. Sementara sifat manusia sendiri serba
sangat terbatas. Untuk membuktikan betapa kecilnya kita dibandingkan
dengan betapa Maha Besarnya Allah, salahsatu contoh yang saya pikir
sangat mudah untuk difahami misalnya adalah begini:
Kita yang
sangat kecil ini hidup, berdiri, berjalan, tidur dlsb di atas permukaan
bumi yang kita yakini betul bahwa wujudnya ada dan nyata. Tapi jika
kemudian ada orang yang bertanya, "Dapatkah anda melihat wujud bumi ini
seutuhnya dari tempat anda sekarang berdiri?" Kira-kira apa jawaban
anda?
Padahal bumi hanya salahsatu dari bermilyar-milyar ciptaan
Allah yang bertebaran di seluruh jagad raya ini. Dapatkah kita, dari
tempat berdiri sekarang ini misalnya, melihat benda-benda langit yang
konon katanya ada yang ukurannya berlipat-lipat kali lebih besar dari
bumi?
Jika anda katakan "Dapat", maka dapat pula dipastikan bahwa
anda pasti sedang berdusta. Sedangkan jika anda katakan "Tidak," dan
memang demikianlah adanya, lalu bagaimana mungkin kita coba mengandalkan
panca indera yang sangat terbatas ini untuk melihat Dzat Allah yang
sejatinya adalah Sang Pencipta seluruh benda, atau wujud-wujud lain di
alam semesta yang jelas-jelas tidak mampu kita lihat itu?
Jadi,
gampangnya begini: sedangkan untuk melihat ciptaan-Nya saja kita sudah
tidak sanggup, apalagi untuk melihat sang Penciptanya sendiri?
Maka pengetahuan kita tentang Dzat Allah dengan sendirinya tidak akan
mungkin melampaui pengetahuan yang sudah diajarkan oleh Allah sendiri
kepada kita seperti misalnya bagaimana sifat-sifat-Nya, bagaimana harus
menyebut nama-Nya, apa yang dikehendaki-Nya, apa yang tidak disukai-Nya,
dan lain-lain tentang Allah sebagaimana yang sejak awal peradaban
manusia telah diajarkan oleh para Nabi dan Rasul-Nya kepada umat
manusia. Baik itu melalui wahyu Allah yang diturunkan langsung kepada
mereka, maupun yang diturunkan melalui kitab-kitab wahyu Allah seperti
Taurat, Zabur, Injil dan Al-Qur'an.
Adapun bagi umat
Muslim, tentu saja pengenalan kepada Allah menjadi seperti apa yang
diajarkan di dalam Al-Qur'an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw. Dan
dari sinilah umat Muslim menjadi faham betul bahwa konsep Ketuhanan
Allah dalam Islam sudah sangat mapan, sehingga tidak ada lagi yang perlu
dipermasalahkan, terutama bagi orang-orang yang berpikir dengan
menggunakan akalnya secara paripurna.
Jadi, jika kita tetap
memaksakan diri juga untuk “mewujudkan” sosok Allah dalam pikiran kita,
maka seperti sudah dijelaskan di atas, bagaimanapun bentuk pewujudan
itu, PASTI SALAH! Sebab, bukankah selama ini pengetahuan kita tentang
bentuk atau wujud selalu berdasarkan pada persepsi yang bersandar pada
segala sesuatu yang pernah kita lihat? Sedangkan dari seluruh ajaran
Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad saw (termasuk Nabi Isa) sampai
kepada Nabi Muhammad sendiri tentang wujud Allah, kita belajar bahwa
semuanya bermuara pada satu persamaan yang hakiki yaitu: Allah sama
sekali tidak serupa dengan apa pun yang dapat dibayangkan oleh akal dan
dicapai oleh panca indera manusia. Allah kita MAHA GHAIB!
Perhatikan juga ini:
"Bukankah Allah bersemayam di langit yang tinggi? Lihatlah bintang-bintang yang tertinggi, betapa tingginya!" (Ayub 22:12)
"Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak
pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nyapun tidak pernah kamu lihat,"
(Yohanes 5:37)
"Lalu Ia menjawab: "Kepadamu diberi karunia untuk
mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal
itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka
tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti." (Lukas
8:10)
Itu sebabnya mengapa ketika ajaran para Nabi dan Rasul
Allah sebelum Nabi Muhammad saw tentang eksistensi Allah "dibenturkan"
pada konsep Trinitas yang TIDAK PERNAH diajarkan oleh Nabi Isa as
(Yesus) sendiri, maka turunlah peringatan Allah melalui firman-Nya di
dalam Al-Qur'an seperti berikut ini:
"Wahai Ahli Kitab, janganlah
kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan
terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, 'Isa putera
Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya
yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya.
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu
mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu)
lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci
Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara." (QS. An-Nisaa[4]:171)
Semoga bermanfaat!
Diunggah oleh: Gus Mendem
MENGENAL SIFAT ALLAH SWT DAN PENJELASAN
Asyhadu
an-laa ilaaha illallaah (Saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah),
Wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah (dan saya bersaksi Muhammad
SAW adalah Utusan Allah).
Kalimat diatas menunjukkan pengakuan tauhid. Artinya, seorang muslim hanya mempercayai Allâh sebagai
satu-satunya Allah. Allah adalah Tuhan dalam arti sesuatu yang menjadi motivasi atau menjadi tujuan seseorang.
Allah
swt berfirman "Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan [yang berhak
disembah] melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan
orang-orang yang berilmu [juga menyatakan yang demikian itu].Tak ada
Tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS.3 Al Imran :18)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang
telah diperbuatnya untuk hari esok [akhirat], dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS.59. Al-Hasr :18)
Sebagai Umat islam meyakini adanya
Allah SWT dan mengetahui sifat-sifatnya, agar menjadi mukmin sejati.
Dengan modal iman inilah kita akan menjalankan perintah-Nya dan
meninggalkan larangan-Nya.
A. Pengertian Iman kepada Allah SWT
Iman
menurut bahasa artinya percaya atau yakin terhadap sesuatu. Iman
menurut istilah adalah pengakuan di dalam hati, diucapkan dengan lisan
dan dikerjakan dengan anggota badan. Hal ini sesuai Hadist Nabi Muhammad
SAW yang berbunyi : “Iman adalah pengakuan dengan hati, pengucapan
dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan.” (HR Thabrani)
Dari penjelasan Hadits diatas dapat disimpulkan bahwa iman kepada Allah SWT membutuhkan tiga unsur
anggota badan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, yaitu hati, lisan dan anggota badan.
Iman
kepada Allah merupakan suatu keyakinan yang sangat mendasar. Tanpa
adanya iman kepada Allah SWT, seorang tidak akan beriman kepada yang
lain, seperti beriman kepada malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul Allah
dan hari kiamat.
Firman Allah SWT :“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada
kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab Allah yang
diturunkan sebelumnya, Barang siapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,Rasul-rasul-Nya, dan hari
kemudian maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS.An Nisa : 136)
B. Sifat-Sifat Allah SWT
Allah SWT adalah zat Maha Pencipta dan Maha Kuasa atas seluruh alam beserta isinya. Allah SWT memiliki sifat
wajib,
mustahil dan jaiz sebagai sifat kesempurnaan bagi-Nya. Sebagai muslim
yang beriman, wajib mengetahui sifat-sifat tersebut.
1. Sifat wajib,
artinya sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Allah SWT – Sifat wajib Allah berjumlah 13.
2. Sifat mustahil,
artinya
sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada Allah SWT – Sifat mustahil
merupakan kebalikan dari sifat wajib. Jumlahnyapun sama dengan jumlah
sifat wajib bagi Allah SWT.
3. Sifat jaiz,
artinya
sifat yang mungkin bagi Allah SWT untuk berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. – Artinya Allah berbuat
sesuatu tidak ada yang menyuruh dan tidak ada yang melarang. Sifat jaiz
bagi Allah hanya satu, yaitu “Fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu.”
C. Dalil Naqli tentang Sifat-Sifat Allah SWT
Sifat-sifat Allah yang wajib kita imani ada 20, diantaranya :
1. Wujud (Ada)
Adanya Allah itu bukan karena ada yang mengadakan atau menciptakan, tetapi Allah itu ada dengan
zat-Nya sendiri.
Sifat mustahil-Nya adalah : Adam yang berarti tidak ada.
Untuk itulah kita tidak boleh meragukan atau mempertanyakan keberadaanNya.
Keimanan seseorang akan membuatnya dapat berpikir dengan akal sehat bahwa alam semesta beserta isinya
ada
karena Allah yang menciptakannya. Allah SWT berfirman :“Sesungguhnya
Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula)
matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada
perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak
Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam“ … (QS. Al-A’raf :54)
Kepercayaan ada dan tidak adanya Allah SWT bergantung pada manusia itu sendiri yang bisa menggunakan akal
sehatnya,
sebagai bukti dengan adanya alam beserta isinya. Jika kita perhatikan,
maka dari mana alam semesta itu berasal ? Siapakah Dia Yang Maha Kuasa
dan Maha Agung itu ?
Dialah Allah SWT yang Maha Suci
dan Maha Tinggi. Dialah yang mengadakan segala sesuatu di alam ini,
termasuk diri kita. Selain melihat alam semesta, kita juga dapat melihat
tanda-tanda kekuasaan-Nya, seperti manusia dengan segala perlengkapan
hidupnya di dunia ini. Tentu kita bisa berfikir bahwa semua yang ada
pasti ada yang menciptakan, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT).
Terkait
dengan hal ini Allah SWT berfirman : “Dan dialah yang telah menciptakan
bagi kamu sekalian pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah
kamu bersyukur. Da Dialah yang menciptakan serta mengembangbiakkan kamu
di bumi ini dan kepada-Nyalah kamu akan dihimpun. Dan Dialah yang
menghidupkn dan mematikan dan Dialah yang mengatur pertukaran malam da
siang. Maka apakah kamu tidak berfikir?” (QS.Al Muminun :78-80)
2. Qidam (Dahulu atau Awal)
Sifat Allah ini menandakan bahwa Allah swt sebagai Pencipta lebih dulu ada daripada semesta alam dan isinya yang Ia ciptakan.
Sifat mustahil-Nya adalah : Hudus yang artinya baru.
Allah
SWT tidak berpermulaan sebab sesuatu yang berpermulaan itu adalah baru
dan sesuatu yang baru itu namanya mahluk (yang diciptakan). Allah SWT
bukan mahluk melainkan Khalik (Maha Pencipta). Oleh karena itu Allah SWT
wajib bersifat qidam. Firman Allah SWT :“Dialah yang Awal dan yang
Akhir, yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu“ … (QS. Al-Hadid :3)
Adanya Allah itu pasti
lebih awal daripada mahluk ciptaan-Nya. Seandainya keberadaan Allah
didahului oleh mahluk-Nya, maka semua ciptaan Allah ini akan hancur
berantakan. Hal ini tentu mustahil bagi Allah karena Allah Maha
pencipta, tidak mungkin ciptaannya lebih dahulu daripada yang
menciptakan..
3. Baqa’ (Kekal)
Kekalnya Allah SWT tidak berkesudahan atau penghabisan.
Sifat mustahilnya adalah : Fana’ artinya rusak atau binasa.
Semua mahluk yang ada dialam semesta seperti manusia, binatang, tumbuhan, planet dan bintang akan rusak
atau binasa sehingga disebut baru sebab ada awal dan ada akhirnya.
Manusia betapapun gagah perkasa dirinya, wajah elok nan rupawan, suatu saat akan menjadi tua dan mati.
Demikian
halnya dengan tumbuhan yang semula tumbuh subur maka lama kelamaan akan
layu dan mati. Sungguh betapa hina dan lemahnya kita berbangga diri
dihadapan Allah SWT. Betapa tidak patutnya kita berbangga diri dengan
kehebatan yang kita miliki karena segala kehebatan itu hanyalah bersifat
sementara. Hanya Allah SWT Sang Pencipta yang bersifat kekal. Firman
Allah SWT :“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal
Wajah Rabb-mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan“ (QS. Ar-Rahman
:26-27)
4. Mukhalafatu lil hawadits (berbeda dengan Ciptaannya)
Berbeda dengan semua yang baru (mahluk).
Sifat mustahil-Nya adalah : Mumasalatu lil hawadisi Artinya serupa dengan semua yang baru(mahluk).
Sifat ini menunjukkan bahwa Allah SWT berbeda dengan hasil ciptaan-Nya. Coba kita perhatikan tukang
jahit hasil baju yang dijahit sendiri tidak mungkin sama dengan baju yang dibuat orang lain.
Begitu
juga dengan tukang pembuat sepatu tidak mungkin sama dengan sepatu yang
dibuatnya, bahkan robot yang paling canggih dan mirip manusia sekalipun
tidak akan sama dengan manusia yang membuatnya. Firman Allah SWT
:“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha
Mendengar lagi
Maha Melihat“ … (QS. Asy-Syura :11)
Senada
dengan ayat tersebut Allah SWT juga berfirman :“….Dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia (Allah).” … (QS Al Ikhlas :4)
Dari
dua ayat di atas dapat diambil pelajaran bahwa yang dimaksud dengan
tidak setara itu adalah tentang keagungan, kebesaran, kekuasaan dan
ketinggian sifat-Nya. Tidak satupun dari mahluk-Nya yang menyerupai-Nya
5. Qiyamuhu binafsihi (Allah berdiri sendiri)
Qiyamuhu
Binafsihi berarti Allah SWT itu berdiri dengan zat sendiri tanpa
membutuhkan bantuan yang lain. Maksudnya, keberadaan Allah SWT itu ada
dengan sendirinya tidak ada yang mengadakan atau menciptakan.
Contohnya,
Allah SWT menciptakan alam semesta ini karena kehendak sendiri tanpa minta pertolongan siapapun.
Sifat
mustahil-Nya adalah : Ihtiyaju lighairihi, artinya membutuhkan bantuan
yang lain. Berbeda sekali dengan manusia, manusia hidup di dunia ini
tidak bisa hidup sendiri-sendiri. Mereka pasti saling membutuhkan antara
satu dan yang lainnya karena mereka mahluk (yang diciptakan), sedangkan
Allah SWT adalah Maha Pencipta.
Firman Allah SWT :“Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri.”(QS Ali Imran:2)
Sadarlah ternyata kita ini mahluk yang sangat lemah karena tidak mampu hidup tanpa bantuan orang lain.
Akan tetapi, sebagai manusia kita juga harus memiliki sifat mandiri supaa tidak bergantung pada orang lain.
6. Wahdaniyyah (Esa atau Tunggal)
Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa., baik itu Esa zat-Nya, sifat-Nya, maupun perbuatannya.
Esa zat-Nya maksudnya zat Allah SWT itu bukanlah hasil dari penjumlahan dan perkiraan atau penyatuan satu
unsur
dengan unsur yang lain menjadi satu. Berbeda dengan mahluk, mahluk
diciptakan dari berbagai unsur, seperti wujudnya manusia, ada tulang,
daging, kulit dan seterusnya.
Esa sifat-Nya artinya
semua sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah SWT tidak sama dengan
sifat-sifat pada mahluk-Nya, seperti marah, malas dan sombong.
Esa perbuatan-Nya berarti Allah SWT berbuat sesuatu tidak dicampuri oleh perbuatan mahluk apapun dan
tanpa
membutuhkan proses atau tenggang waktu. Allah SWT berbuat karena
kehendak-Nya sendiri tanpa ada yang menyuruh dan melarang.
Sifat
mustahil-Nya adalah : Ta’adud Artinya berbilang atau lebih dari satu.
Allah SWT mustahil (tidak mungkin) lebih dari satu. Seandainya lebih
dari satu pasti terjadi saling bersaing dalam menentukan segala
sesuatunya, kalau terjadi demikian pasti alam semesta tidak akan
terwujud. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini :
”Katakanlah (Muhammad ). Dialah Tuhan Yang Maha Esa . Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada_Nya
segala
sesuatu . dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia.” … (QS Al Ikhlas :1-4)
Meyakini ke-Esa-an Allah SWT merupakan hal yang paling prinsip. Seseorang dianggap muslim atau tidak ,
bergantung
pada pengakuan tentang ke-Esa-an Allah SWT. Hal ini dapat dibuktikan
dengan cara bersaksi terhadap Allah SWT, yaiut dengan membaca syahadat
tauhid yang berbunyi : “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah.”
7. Qudrat (Berkuasa)
Kekuasaan Allah SWT, atas segala sesuatu itu mutlak, tidak ada batasnya dan tidak ada yang membatasi,
baik terhadap zat-Nya sendiri maupun terhadap makhluk-Nya. Berbeda dengan kekuasaan manusia ada batasnya dan ada yang membatasi.
Sifat
mustahil-Nya adalah : ‘Ajzu, artinya lemah. Allah SWT tidak mungkin
bersifat lemah. Bagi Allah SWT, jika sudah berkehendak melakukan atau
melakukan sesuatu, maka tidak ada satu pun yang dapat menghalangin-Nya.
Dengan
demikian, Allah SWT tetap bersifat kudrat (kuasa) dan mustahil bersifat
‘ajzu (lemah). Firman Allah SWT : “Sesungguhnya ALLAH berkuasa atas
segala sesuatu“ … (QS. Al-Baqarah :20)
Sungguh idak patut manusia bersifat sombong dengan kekuasaan yang kita miliki karena sebesar apapun Allah
SWT.
Pasti lebih kuasa. Oleh karena itu, kita sebagai hamba Allah yang hidup
dimuka bumi harus berkarya, berkreasi, dan berinovasi.
8. Iradat (Berkehendak)
Allah SWT menciptakan alam beserta isinya atas kehendak-Nya sendiri, tanpa ada paksaan dari pihak lain
atau
campur tangan dari siapa pun Apapun yang Allah SWT kehendakin pasti
terjadi, begitu juga setiap setiap Allah SWT tidak kehendaki pasti tidak
terjadi.
Berbeda dengan kehendak atau kemauan manusia,
tidak sedikit manusia mempunyai keinginan, tetapi keinginan itu kandas
di tengah jalan. Apabila manusia berkeinginan tanpa disertai dengan
kehendak Allah SWT. Pasti keinginan itu tidak terwujud. Hal ini
menunjukan bahwa manusia memiliki keterbatasan, sedangkan Allah SWT
memiliki kehendak yang tidak terbatas.
Sifat
mustahil-Nya adalah : Karahah, Artinya terpaksa. Jika Allah SWT bersifat
karahah (terpaksa) pasti alam jagat raya yang kita tempai ini tidak
terwujud sebab karahah itu adalah sifat kekurangan, sedangkan Allah
SWT,
wajib bersifat kesempurnaan. Dengan demikian, Allah SWT. Wajib bersifat
iradah (berkehendak) mustahil bersifat karahah (terpaksa).
Untuk
menguatkan keyakinan kita, Allah SWT berfirman :“Sesungguhnya
perintah-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya:”Jadilah”maka terjadilah” …. (QS. Yasin : 82)
Sebagai manusia kita harus mempunyai kemauan, keinginan, dan cita-cita yang bertujuan membangun hari esok
yang
lebih baik karena kita hidup di muka bumi ini hanya bersifat sementara.
Oleh karena itu, apapun yang kita cita-citakan dengan tujuan mengharap
rida Allah SWT.
9. Ilmu (Mengetahui)
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, meskipun pada hal yang tidak terlihat.
Sifat mustahil-Nya adalah : Jahlun yang artinya bodoh.
Allah
SWT memiliki pengetahuan atau kepandaian yang sangat sempurna, artinya
ilmu Allah SWT itu tidak terbatas dan tidak pula dibatasi. Allah SWT
mengetahui segala sesuatu yang ada di alam semesta, baik yang tampak
maupun yang gaib. Bahkan, apa yang dirahasiakan didalam hati manusia
sekali pun. Bukti kesempurnaan ilmu Allah SWT, ibarat air laut menjadi
tinta untuk menulis kalimat-kalimat Allah SWT, tidak akan habis
kalimat-kalimat tersebut meskipun mendatangkan tambahan air yang banyak seperti semula.
Kita
sering kagum atas kecerdasan dan ilmu yang dimiliki orang-orang pintar
di dunia ini. Kita juga takjub akan indahnya karya dan canggihnya
tekhnologi yang diciptakan manusia. Sadarkah kita bahwa ilmu tersebut
hanyalah sebagian kecil saja yang diberikan Allah SWT kepada kita ?.
Firman Allah SWT :”…..Allah SWT mengetahui
apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” … (QS Al Hujurat:16)
Oleh karena itu, sebagai hamba Allah SWT, seharusnya terdorong untuk terus menimba ilmu. Kita sadar
bahwa sebanyak apapun ilmu yang telah kita ketahui, masih lebih banyak lagi ilmu yang belum kita ketahui.
10. Hayat (Hidup)
Hidupnya Allah tidak ada yang menhidupkannya melainkan hidup dengan zat-Nya sendiri karena Allah Maha
Sempurna, berbeda dengan makhluk yang diciptakan-Nya.
Sifat mustahil-Nya adalah : Mautun yang artinya mati.
Contohnya,
Manusia ada yang menghidupkan. Selain itu, mereka juga mmebutuhkan makanan, minuman, istirahat,
tidur,
dan sebagainya. Akan tetapi, hidupnya Allah SWT tidak membutuhkan semua
itu. Allah SWT hidup selama-lamanya, tidak mengalami kematian bahkan
mengantuk pun tidak. Firman Allah SWT : ”Allah tidak ada Tuhan
melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur” … (QS Al Baqarah: 255)
Allah SWT selalu mengurus dan mengawasi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Oleh karena itu, hendaknya kita
selalu
berhati-hati dalam segala tindakan karena gerak gerik kita akan di
awasi dicatat Allah SWT. Kelak di akhirat seluruh amalan tersebut akan
kita pertanggung jawabkan.
11. Sam’un (Mendengar)
Allah SWT mendengar setiap suara yang ada di alam semesta ini. Yidak ada suara yang terlepas dari
pendengaran Allah SWT walaupun suara itu lemah dan pelan., seperti suara bisikan hati dan jiwa manusia.
Pendengaran
Allah SWT berbeda dengan pendengaran mahluk –Nya karena tidak terhalang
oleh suatu apapun, sedangkan pendengaran mahluk-Nya dibatasi ruang dan
waktu.
Sifat mustahil-Nnya adalah : Summun artinya tuli
(tidak mendengar). Allah SWT mustahil bersifat tuli (tidak mendengar)
sebab sekiranya Allah SWT tidak mendengar pasti segala permohonan dan
pernyataa syukur hamba-Nya tidak akan diterima-Nya.
Selain itu penghiaan orang kafir, orang musrik, orang munafiq, dan lain sebagainya tidak dihiraukan-Nya.
Oleh karena itu Allah SWT tetap bersifat sama’ mustahil bersifat summun. Sebagaimana Firman Allah
SWT ”Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” … (QS Al Maidah :76)
Sebagai seorang muslim seharusnya kita senantiasa bertingkah laku, bersikap, dan berbicara dengan
bahasa
yang santun dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang baik lagi bermanfaat.
Karena Allah SWT pasti mendengar segala perkataan m,anusia, baik terucap
maupun di dalam hati.
12. Basar (Melihat)
Allah
SWT melihat segala sesuatu yang ada di alam semesta ini . penglihatan
Allah bersifat mutlak, artinya tidak dibatasi oleh jarak( jauh atau
dekat) dan tidak dapat dihalangi oleh dinding (tipis atau tebal). Segala
sesuatu yang ada di alam semesta ini, kecil maupun besar, tampak atau
tidak tampak, pasti semuanya terlihat oleh Allah SWT.
Sifat
mustahil-Nya adalah : ‘Umyun, artinya buta. Allah SWT wajib bersifat
kesempurnaan. Seandainya Allah SWT itu buta pasti alam semesta ini tidak
akan ada karena Allah SWT tidak dapat melihat apa yang diciptakan-Nya.
Firman Allah SWT ”………Dan Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” …
(al-Baqarah: 265)
Dengan memahami sifat besar Allah SWT
hendaknya kita selalu berhati-hati dalam berbuat. Mungkin kita bisa
berbohong kepada manusia, seperti orang tua, guru, atau teman. Akan
tetapi kita tidak akan bisa berbohong kepada Allah SWT. Oleh karena itu ,
berbuat baiklah supaya kita tidak perlu cemas jika kita harus
mempertanggungjawabkannya kelak di akhirat.
13. Kalam (Berbicara /Berfirman)
Allah SWT bersifat kalam artinya Allah SWT berfirman dalam kitab-Nya yang diturunkan kepada para nabi
dan
rasul-Nya. Pembicaraan Allah SWT tentu tidak sama dengan pembicaraan
manusia karena Allah SWT tidak berorgan (panca indra), seperti lidah dan
mulut yang dimiliki oleh manusia.
Allah SWT berbicara tanpa menggunkan alat bantu yang berbentuk apapun sebab sifat kalam Allah SWT sangat
sempurna.
Sebagai bukti bahwa adanya wahyu Allah SWT berupa al qur’an yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab Allah yang
diturunkan kepada para rasul sebelum Nabi Muhammad SAW.
Sifat
mustahi-Nya adalah : Bukmun, artinya Bisu. Allah SWT mustahil bersifat
bisu. Seandainya Allah SWT bersifat bisu mana mungkin para utusan-Nya
bisa mengerti maksud wahyu yang diturunkan kepada tersebut, baik dalam
bentuk perintah maupun larangan.
Padahal kenyataannya
semua itu tidak mungkin terjadi. Firman Allah SWT ”……. Dan Allah berkata
kepada Musa dengan satu perkataan yang jelas”(QS AnNisa’ :164)
Oleh karena itu kita sebagai hamba Allah SWT hendaknya membiasakan diri mengucapkan kalimat-kalimat
tayyibah, artinya kata-kata yang mulia, seperti ketika kita berbuat salah, maka segeralah membaca istighfar.
Apabila
kita menerima nikmat, maka segeralah mengucapkan hamdalah. Selain itu,
kita juga harus membiasakan diri bertutur kata yang lemah lembut dan
sopan santun dengan sesama manusia.
14. Kaunuhu Qadirun
Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.
Hakikatnya
iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan
tiada ia ma’adum , iaitu lain daripada sifat Qudrat.Sifat Allah ini
berarti Allah adalah Dzat yang Maha Berkuasa.
Allah tidak lemah, Ia berkuasa penuh atas seluruh makhluk dan ciptaanNya. “Sesungguhnya Alllah
berkuasa atas segala sesuatu“ (QS. Al Baqarah :20).
15. Kaunuhu Muridun
Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya
iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan
tiada ia ma’adum , iaitu lain daripada sifat Iradat.Allah memiliki sifat
Muridun, yaitu sebagai Dzat Yang Maha Berkehendak. Ia berkehendak atas
nasib dan takdir manusia. “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Melaksanakan apa
yang Dia kehendaki“ … (QS. Hud :107)
16. Kaunuhu ‘Alimun
Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya
iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan
tiada ia ma’adum, yaitu lain daripada sifat Al-Ilmu.
Sifat Allah
‘Alimun, yaitu Dzat Yang Maha Mengetahui. Allah mengetahui segala hal
yang telah terjadi maupun yang belum terjadi. Allah pun dapat mengetahui
isi hati dan pikiran manusia.
“Dan Alllah Maha Mengetahui sesuatu“ … (QS. An Nisa’ :176)
17. Kaunuhu Hayyun
Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup.
Hakikatnya
iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan
tiada ia ma’adum, yaitu lain daripada sifat Hayat.
Allah adalah Dzat Yang Hidup.
Allah tidak akan pernah mati, tidak akan pernah tidur ataupun lengah.
“Dan bertakwalah kepada Allah yang hidup kekal dan yang tidak mati“ (QS. Al Furqon :58)
18. Kaunuhu Sami’un
Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud.
Hakikatnya
iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan
tiada ia ma’adum, yaitu lain daripada sifat Sama’.
Allah adalah Dzat Yang Maha Mendengar. Allah selalu mendengar pembicaraan manusia, permintaan atau doa hambaNya.
“Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui“ … (QS. Al Baqoroh :256).
19. Kaunuhu Basirun
Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ).
Hakikatnya
iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan
tiada ia ma’adum, yaitu lain daripada sifat Bashar.
Allah adalah
Dzat Yang Maha Melihat. Sifat Allah ini tidak terbatas seperti halnya
penglihatan manusia. Allah selalu melihat gerak-gerik kita. Oleh karena
itu, hendaknya kita selalu berbuat baik.
“Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan“ … (QS. Al Hujurat :18)
20. Kaunuhu Mutakallimun
Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata.
Hakikatnya
iaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan
tiada ia ma’adum, yaitu lain daripada sifat Qudrat.
Sifat Allah ini berarti Yang Berbicara. Allah tidak bisu, Ia berbicara atau berfirman melalui ayat-ayat Al Quran.
Bila Al Quran menjadi pedoman hidup kita, maka kita telah patuh dan tunduk terhadap Allah swt.
D. Hikmah Beriman kepada Allah SWT
Meyakini kepada Allah SWT dengan sifat-sifat-Nya akan memberikan banyak hikmah diantaranya :Meyakini kebesaran Allah SWT
Meningkatkan rasa syukur
Selalu menjalankan perinyah-Nya.
Selalu berusaha menjauhi dan meninggalkan larangan-Nya.
Tidak takut menghadapi kematian
ALLAH SWT DAN SIFAT-SIFATNYA*
ALLAH
adalah ismudz Dzat yang mengandung seluruh pengertian yang ada dalam
Asmaul Husna. Allah SWT Mahaesa, Mahaesa, Maha Pengasih,dan Maha
Penyayang "Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Mahaesa, tidak ada Tuhan selain
Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang." (QS. 2/Al- Baqoroh: 163)
"Dia-lah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zhohir dan Yang Batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. 57/ATHadid: 3).
Yang dimaksud dengan"Yang Awal" ialah yang telah ada sebelum segala sesuatu ada.
"Yang Akhir" ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah.
"Yang Zhohir" artinya yang nyata karena banyak buktinya.
"Yang
Batin"artinya tidak ada sesuatu pun yang menghalangi-Nya. Dan Dia lebih
dekat kepada makhluk-Nya melebihi makhluk itu sendiri kepada dirinya.
Allah
SWT penguasa tunggal alam semesta, serta pemilik segala keagungan, dan
kemuliaan. "Dia tidak berawal, dan juga tidak berkhir. "Dialah Allah,
tiada Tuhan selain Dia, Maha Raja Yang Mahasuci. Yang Mahasejahtera,
Yang Menjaga keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang
Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan. Maha Suci Allah dari apa yang
mereka persekutukan." (QS. 59/Al-Hasyr: 23)
"Semua
yang ada dibumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki
kebesaran dan kemuliaan tetap kekal." (QS. 55/Ar-Rohman: 26-27).
Tiada
seorang pun yang setara dengan Allah SWT. Oleh karena itu kafirlah
orang-orang yang menyekutukannya. Sungguh telah kafir orang-orang yang
berkata, "Sesungguhnya Allah itu ialah Almasih putra Maryam," Padahal
Almasih sendiri berkata, "Wahai Bani Israil, sembahlah Allah, Tuhanku
danTuhanmu." (QS. 5/ATMaidah: 72)
Juga kafirlah
orang-orang yang menyekutukan-Nya. "Sungguh kafirlah orang-orang yang
mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka
tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang
kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih."(QS. 5/Al-Maidah:
73)
Jelaslah bahwa orang yang mengakui ajaran
tritunggal atau trinitas (yaitu mempercayai adanya tuhan bapak, tuhan
anak, dan roh kudus) terhitung kafir. Sebab Allah SWT Maha Esa, tidak
punya pasangan dan tidak punya sekutu. Dia juga tidak beranak, dan tidak
diperanakkan, serta tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya.
(Katakanlah Muhammad), "Sesungguhnya Mahatinggi keagungan Tuhan kami,
Dia tidak beristri dan tidak beranak." (QS. 72/ATin: 3)
Katakanlah
(Muhammad), "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala
sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak
ada sesuatu yang setara dengan-Nya." (QS.112/Al- Ikhlas: 1-4)
Allah
SWT tidak menyerupai sesuatu, dan tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya.
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia." (QS. A2/Asy-Syuro: 11)
"Dia
juga tidak membutuhkan apapun dari makhluknya. "Wahai manusia, kamulah
yang memerlukan Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak
membutuhkan sesuatu) Maha Terpuji." (QS. 35/Fathir: 15)
"Allah
SWT juga menegaskan, "Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari
mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku.
Sungguh Allah, Dialah Pemberi Rezeki Yang memiliki kekuatan lagi sangat
kokoh." (QS. 51/Adz-Dzariyat: 58)
Allah SWT memilik
arasy, yaitu singgahsana-Nya di atas langit ke tujuh yang tidak dapat
diketahui hakikatnya oleh akal manusia, tapi dapat diyakini
kebenarannya, namun Dia Mahasuci dari sifat isticjror (menetap). "...Dia
adalah Tuhan yang memiliki’ Arasy (singgasana) yang agung." (QS. 9/At-
Taubalr. 129)
"... Dia berada diatas ’Arasy untuk mengatur segala sesuatu." (QS. 10/Yunus: 3)
Allah
SWT sangat dekat dengan hamba-hamba-Nya. "Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat.
Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.
(QS. 2/Al-Baqoroh 186).
Permohonan kepada Allahini
haruslah dilakukan secara langsung tanpa melalui perantara apapun.
Sejauhmanakah kedekatan Allah SWT dengan hamba-Nya? Dia berfirman, "Dan
sungguh Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya,dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya." (QS.50/Qof: 16)
Allah SWT Maha Berkuasa atas segala sesuatu. "Sungguh Tuhanmu, Dialah Yang Mahapencipta, Mahamengetahui.’’ (QS. 15/Al-Hijr: 86)
Apabila Dia ingin menciptakan sesuatu, hanya berfirman "kun (jadilah)", maka jadilah apa yang dikehendaki-Nya.
"Sesungguhnya
perumpamaan (penciptaan ) Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam.
Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya:
’Jadilah’, maka jadilah sesuatu itu." (QS. 3/Ali Imron: 59)
"Dialah
yang menciptakan langit dan bumi dengan hak (benar), ketika Dia
berkata: "jadilah", maka jadilah sesuatu itu. (QS. 6/Al- An’am: 73)
Semua
Allah SWT ciptakan dengan seimbang. "(Dia) Yang menciptakan langit
berlapis-lapis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada
ciptaan Tuhan yang Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu
melihat sesuatu yang cacat?" (QS.67/Al-Mulk: 3)
Allah
SWT juga menyempurnakan dan memberi petunjuk pada ciptaan-Nya.
"Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi, yang menciptakan, lalu
menyempurnakan (ciptaan-Nya), yang menentukan kadar (masing-masing) dan
memberi petunjuk." (QS.87/Al-A’la 1-2)
Tentang
kekuasaan-Nya, Allah SWT menjelaskannya dengan tamsil Burung. Dan
ingatlah ketika Ibrohim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku
bagaimana Engkau menghidupkan orang mati," Allah berfirman, "Belum
percayakah engkau?" Dia (Ibrohim) menjawab, "Aku percaya, tetapi agar
hatiku tenang (mantap)." Dia (Allah) berfirman, "Kalau begitu ambillah
empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu, kemudian letakkan di atas
masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya
mereka datang kepadamu dengan segera." (QS. 2/Al-Baqoroh: 260)
MAHA BENAR ALLAH DENGAN SEGALA FIRMANNYA
Apakah Tuhan Itu ada ? Inilah Jawabannya
Dalam
sebuah pesta ulang tahun anak komunis yang kaya raya di rumahnya, ia
sengaja mengumpulkan anak-anak di sekitarnya dan ingin merusak pola
pikir mereka agar tidak mengenal Tuhan. Salah satu anak seorang kiai
terkenal diundang juga. Setelah anak-anak kumpul, sang komunis berkata:
"Anak-anak sekalian, Om mau tanya, 'Apakah Tuhan itu ada?' Ayo jawab siapa yang bisa menjawab Om kasih uang 500 ribu."
"Tuhan itu ada Om," teriak salah seorang anak yang mengharapkan hadiah uang.
"Kalau
ada, coba kamu minta uang sama Tuhan," ujar sang komunis menguji
jawaban anak itu. Namun sang anak malah bingung dan diam.
"Kenapa diam? pasti Tuhan tidak memberi kamu uang kan? Nah, coba kalau kamu minta uang sama Om."
"Om, minta uangnya dong," ujar anak tadi.
Lalu sang komunis itu segera memberikan selembar uang 100-an ribu.
"Nah, jadi Tuhan itu tidak ada, karena tidak dapat memberi kalian uang. Setuju enggak."
"Setuju...!!" Teriak anak-anak itu lalu mereka minta uang.
Sang komunis segera memberikan uang-uangnya.
Tiba-tiba
terdengar jeritan, semua yang hadir menuju tempat tersebut. Ternyata
anjing kesayangan sang komunis itu sedang sekarat akibat keracunan
makanan. Sang komunis sangat sedih dan menangis.
"Maaf Om, bisakah Om menghidupkan anjing kesayangan Om itu?" tanya anak seorang kiai makrifat.
Sang komunis itu hanya terdiam sambil terus menangis. Lalu anak sang kiai itu berdoa dengan suara kencang.
"Ya
Tuhan, tolonglah Om ini. Dia kebingungan karena anjingnya Kau buat
sekarat. Ya Tuhan hidupkanlah anjing ini... karena aku yakin Tuhan itu
ada."
Usai sang anak berdoa, dengan izin Tuhan, anjing yang
sekarat itu mulai membaik. Semua yang hadir tersentak kaget. Sang
komunis tersenyum senang.
"Ini nak, uang satu juta buat kamu. Karena kamu sudah menolong anjing Om," ujar sang komunis sambil memberikan uangnyaa.
"Tidak
Om, terima kasih. Ternyata Tuhan itu memang ada, kan Om?" Kata sang
anak itu lalu pergi pulang. Diikuti anak-anak yang lain sambil melempar
uang 100 ribu yang dipegangnya.
-----------------
Adu
Kesombongan Tiga orang tua sedang berkumpul di sebuah rumah seorang
kiai. Kebetulan ketiga orang ini termasuk yang sukses secara materi,
mereka berbincang-bincang dengan seru.
Orang tua pertama,
berkata, "Alhamdulillah, Allah telah memberikan aku rezeki yang
berlimpah ruah. Hidupku sangat bahagia, punya 5 rumah mewah, kendaraan
mewah 8 buah dan 15 perusahaan yang dikelola anak-anakku."
Orang
tua kedua, "Saya juga sangat bersyukur, lima anak saya bergelar
doktor. Mereka menjadi rebutan para pengusaha terkenal, gaji mereka di
atas 30 juta. Saya sebagai orang tuanya hidup sangat bahagia."
Orang
tua ketiga, "Alhamdulillah, saya ini punya istri empat dan 8 anak.
Semua anak saya sudah mapan, 4 orang menjadi asisten menteri, 4 orang
menjadi direktur di perusahaan asing. Mereka semuanya sangat baik, jadi
saya bisa bermain ke mana saja dengan fasilitas anak-anak."menjelma
Dan
pak kiai pun ikut berkata, "Wah, Alhamdulillah semua yang saya dengar
dari bapak-bapak sangat hebat. Kalau saya jujur saja, di dunia ini
belum ada yang bisa dibanggakan. Ibadah saya masih bolong-bolong, puasa
suka tidak penuh, amal sangat sedikit. Bagaimana saya bisa hidup enak
seperti bapak-bapak ini? Mudah-mudahan, saya bisa ikut menyombongkan
diri kepada bapak-bapak di akhirat nanti. Soalnya saya baru bisa
melihat sukses atau tidak hidup saya dan miskin atau kaya, baru nanti
di akhirat kelak. Jadi saya tidak bisa sombong sekarang."
Ketiga orang tua itu tersenyum kecut penuh malu.
Diposkan oleh Indra Jie N
Maksud Allah Lebih Dekat dari Urat Leher*
Firman
Allah swt :"Dan Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat
mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain
duduk di sebelah kiri.” (QS. Qoff : 16 – 17)
Firman-Nya,”
dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” adalah para
malaikat Allah swt lebih dekat kepada manusia dari urat lehernya. Dan
barangsiapa yang menakwilkannya atas dasar ilmu maka dia akan
menghindar agar tidak terjadi penyatuan antara keduanya (hulul /
ittihad), dan hal itu tertolak berdasarkan ijma’, Maha Suci dan Maha
Tinggi Allah swt.
Namun lafazh tidaklah menunjukkan yang demikian
karena Allah swt tidak mengatakan,”dan Aku lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya.” akan tetapi Dia swt mengatakan,”dan kami lebih
dekat kepadanya daripada urat lehernya”
Sebagaimana
disebutkan didalam ”al Muhtadhor” bahwa makna dari :”Dan kami lebih
dekat kepadanya dari pada kamu. tetapi kamu tidak melihat,” (QS. Al
Waqi’ah : 85) yaitu malaikat-Nya, sebagaimana firman Allah swt
:”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami
benar-benar memeliharanya.” (QS. Al hijr : 85) Yaitu malaikat turun
dengan membawa Al Qur’an dengan izin Allah swt.
Begitu
pula dengan malaikat lebih dekat kepada manusia dari pada urat lehernya
dengan kekuasaan Allah terhadap mereka. (Tafsir al Qur’an al Azhim juz
VII hal 398)
Sedangkan makna ”ketika dua orang
malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan
yang lain duduk di sebelah kiri.” yaitu Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya saat kedua malaikat mencatat amalnya. Artinya
bahwa Kami lebih mengetahui tentang keadaannya dan Kami tidak
memerlukan malaikat pemberitahu akan tetapi kedua malaikat itu
ditugaskan untuk suatu keperluan sebagai penegasan perintah.
Al
Hasan. Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa المتلقيان adalah dua
malaikat yang mencatat amalmu, satu berada di sebelah kananmu mencatat
amal kebaikanmu sedangkan yang lainnya berada di sebelah kirimu mencatat
amal keburukanmu.
Al Hasan mengatakan,”Hingga jika
engkau meninggal maka ditutuplah lembaran catatan amalmu lalu pada hari
kiamat maka dikatakanlah kepadamu, firman Allah swt : "Bacalah
kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab
terhadapmu". (QS. Al Israa : 14) ....demi Allah engkaulah yang telah
menjadikan dirimu menghisab dirimu sendiri.” (al Jami’ Li Ahkamil
Qur’an juz IX hal 11 - 12)
Wallahu A’lam
By Hamba Alloh
Cahaya Allah akan Jauh dari Pelaku Maksiat
Sudah
ma’ruf perkataan Imam Syafi’i di tengah-tengah kita mengenai jeleknya
hafalan karena sebab maksiat. Tulisan ini sebagai ibrah bagi kita bahwa
maksiat bisa mempengaruhi jeleknya hafalan dan mengganggu ibadah kita.
Imam Syafi’i rh pernah berkata,“Aku
pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau
menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku
bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan
pada ahli maksiat.” (I’anatuth Tholibin, 2: 190).
Padahal
Imam Syafi’i sebenarnya orang yang hafalannya sungguh amat luar biasa.
Diriwayatkan dari Imam Asy Syafi’i, ia berkata, “Aku telah
menghafalkan Al Qur’an ketika berumur 7 tahun. Aku pun telah menghafal
kitab Al Muwatho’ ketika berumur 10 tahun. Ketika berusia 15 tahun, aku
pun sudah berfatwa.” (Thorh At Tatsrib, 1: 95-96). Sungguh luar biasa hafalan beliau rh.
Namun kenapa hafalan beliau bisa terganggu?
Ketika
itu Imam Syafi’i mengadukan pada gurunya Waki’. Beliau berkata, “Wahai
guruku, aku tidak dapat mengulangi hafalanku dengan cepat. Apa
sebabnya?”
Gurunya, Waki’ lantas berkata, “Engkau pasti pernah melakukan suatu dosa. Cobalah engkau merenungkan kembali!”
Imam Syafi’i pun merenung, ia merenungkan keadaan dirinya, “Apa yah dosa yang kira-kira telah kuperbuat?”
Beliau
pun teringat bahwa pernah suatu saat beliau melihat seorang wanita
tanpa sengaja yang sedang menaiki kendaraannya, lantas tersingkap
pahanya [ada pula yang mengatakan: yang terlihat adalah mata kakinya].
Kemudian setelah itu beliau memalingkan wajahnya.
Lantas
keluarlah sya’ir yang diucapkan di atas. Inilah tanda waro’ dari Imam
Asy Syafi’i, yaitu kehati-hatian beliau dari maksiat. Beliau melihat
kaki wanita yang tidak halal baginya, lantas beliau menyebut dirinya
bermaksiat. Sehingga ia lupa terhadap apa yang telah ia hafalkan. [Kisah
diatas penulis olah dari tulisan pada link:
http.www.ar.de.yazan.com/showthread.php?59]
Hafalan beliau bisa terganggu karena ketidak-sengajaan. Itu pun sudah mempengaruhi hafalan beliau.
Bagaimana lagi pada orang yang senang melihat wajah wanita, aurat mereka atau bahkan melihat bagian dalam tubuh mereka?!
Sungguh,
kita memang benar-benar telah terlena dengan maksiat. Lantas maksiat
tersebut menutupi hati kita sehingga kita pun sulit melakukan ketaatan,
malas untuk beribadah, juga sulit dalam hafalan Al Qur’an dan hafalan
ilmu lainnya.
Allah Ta’ala berfirman,“Sekali-kali tidak
(demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka.” (QS. Al Muthoffifin: 14).
Al Hasan Al Bashri rh
berkata, “Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas
tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun
mati.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 14: 268).
Mujahid rh
mengatakan, “Hati itu seperti telapak tangan. Awalnya ia dalam keadaan
terbuka dan jika berbuat dosa, maka telapak tangan tersebut akan
tergenggam. Jika berbuat dosa, maka jari-jemari perlahan-lahan akan
menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari
lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak
tangan tadi tertutupi oleh jari-jemari.” (Fathul Qodir, Asy Syaukani,
Mawqi’ At Tafasir, 7: 442).
Ibnul Qayyim rh mengatakan, “Jika
hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk
kebenaran.” (Ad Daa’ wad Dawaa’,107.)
Al Fudhail bin ‘Iyadh
berkata,:“Jika engkau menganggap dosa itu kecil, maka itu sudah
dianggap besar di sisi Allah. Sebaliknya, jika engkau mengganggap dosa
itu begitu besar, maka itu akan menjadi ringan di sisi Allah.”
Imam
Ahmad berkata bahwa beliau pernah mendengar Bilal bin Sa’id menuturkan,
“Janganlah engkau melihat pada kecilnya dosa. Akan tetapi lihatlah
pada agungnya siapa yang engkau maksiati (yaitu Allah Ta’ala).”[Dua
perkataan penulis nukil dari link yang sama]
Ya Allah,
berilah taufik pada kami untuk mudah melakukan ketaatan dan menjauhi
maksiat serta berilah hidayah pada kami untuk giat bertaubat.
Allahumma inni as-aluka fi’lal khoiroot, wa tarkal munkaroot.
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan berbagai kemungkaran.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
@ Sabic Lab, Riyadh KSA