BAB II
LANDASAN TEORITIS
A.
Kompetensi Pedagogik Guru
Pendidikan adalah
setiap usaha, pengaruh,
perlindungan dan bantuan
yang diberikan
kepada anak tertuju
kepada pendewasaan anak
itu, atau lebih tepat
membantu anak agar
cukup cakap melaksanakan
tugas hidupnya sendiri. Pengaruh
itu datangnya dari
orang dewasa (atau
yang diciptakan oleh orang
dewasa seperti sekolah,
buku, putaran hidup
sehari-hari. Dan lain sebagainya)
dan ditunjukan kepada
orang yang belum
dewasa (Faturrahman, Dkk
2012:1).
Tujuan
pendidikan adalah untuk
mendorong setiap individu
agar mampu mengembangkan potensinya
untuk pemenuhan diri.
Setiap individu memiliki
kebutuhan dan perhatian
yang spesifik berkaitan
dengan pemenuhan dirinya
(Uyoh Sadulloh, 2011: 137).
Kajian
dan pemikiran tentang
pendidikan terlebih dahulu perlu diktahui
dua istilah yang
hampir sama bentuknya
dan sering dipergunakan
dalam dunia
pendidikan, yaitu pedagogi
dan pedagogik. Pedagogik
berarti “pendidikan”
sedangkan pedagogie artinya
“ilmu pendidikan”.
Pedagonik
atau ilmu pendidikan ialah yang
menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala
perbuatan mendidik. Istilah
ini berasal dari
kata “pedaogia” (Yunani)
yang berart pergaulan
dengan anak-anak. Sedangkan
yang sering
digunakan istilah pedagogos
adalah seorang pelayan
(pejuang) pada zaman Yunani Kuno
yang pekerjaannya mengantar
dan menjemput anak-anak ke
dan dari sekolah.
Pedagogos berasal dari
kata paedos (anak)
dan agoge
(yang membimbing, memimpin).
Perkataan
pedagogos yang mulanya
berarti pelayan kemudian
berubah menjadi
pekerjaan mulia. Karena pengertian
pedagoog (dari paedagogos)
berarti seseorang
yang yang tugasnya,
membimbing anak didalam
pertumbuhannya kedarah
berdiri sendiri bertanggung
jawab. Dan bisa dikatakan
dalam hal ini
adalah guru. Istilah pedagogy
dalam bahasa inggris merujuk kepada
seluruh konteks dan
sumber daya operasi
pengajaran dan pembelajaran yang
secara nyata terlibat
di dalamnya. Meski demikian,
baik aslinya diambil dari
bahasa Yunani Kuno
maupun dari bahasa
inggris, kata pedagogi mempunyai
makna yang kira-kira
sama.
Di
samping itu, dalam
bahasa inggris istilah
pedagogi (pedagogy) digunakan untuk
merujuk kepada teori
pengajaran, dimana guru
berusaha memahami bahan ajar,
mengenali siswa, dan
menentukan cara mengajarinya. Pengenalan teknologi
informasi ke sekolah-sekolah yang
mengharuskan perubahan-perubahan dalam
pedagogi. Sejalan engan itu, guru
mengadopsi metode-metode baru
mengajar difasilitasi oleh
teknologi baru (Sudarwan Danim dan Khairil, 2013:48).
Guru
disebut juga pendidik
yang dalam Undang-Undang
RI No 20 Tahun
2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional BAB
XI Pasal 39
yang menyebutkan
bahwa definisi pendidik
adalah “tenaga profesional
yang bertugas
merencanakan yang bertugas
melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil
pembelajran, melakukan pembimbingan
dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama
bagi pendidik pada perguruan
tinggi”.
Undang-Undang diatas
sudah jelas bahwa guru
adalah model mental
yang hidup bagi
siswa. Kita ingat
pemeo guru, sebagai digugu lan ditiru (ditaati dan
ditiru), guru adalah
uswah hasanah
(teladan yang baik).
Menjadi
guru tidaklah mudah,
guru adalah salah
satu komponen manusiawi dalam
proses belajar-mengajar, yang
ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya
manusia yang potensial
dibidang pembangunan. Oleh karena
itu, guru yang
merupakan salah satu
unsur dibidang kependidikan harus
berperan serta secara
aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai
tenaga profesional, sesuai
dengan tuntunan masyarakat
yang semakin
berkembang. Dalam arti
khusus dapat dikatakan
bahwa pada setiap diri
guru itu terletak
tanggung jawab untuk
membawa siswanya pada suatu
kedewasaan untuk taraf
kematangan tertentu.
Undang-undang Guru
dan Dosen BAB
IV pasal 10
mengatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki
guru ada empat
salah satunya adalah kompetensi pedaogik.
Kompetensi
adalah (Wheeler Patricia and
Geneva Heartel (2013:24)
‘suatu bidang
yang mencakup suatu
pengtahuan, keterampilan,, kemampuan,
kepribadian, pengalaman,
atau karakteristik lain
yang dapat digunakan
untuk belajar dalam
keberhasilan di sekolah
atau dalam ptson
ekerjaan’.
Sedangkan menurut
Watsen Wyatt (2003:25), kompetensi
adalah
‘kombinasi dari
keterampilan (skill), pengatahuan
(knowledge), dan prilaku
(attitude) yang
dapat diamati dan
diterapkan secara kritis
untuk suksesnya sebuah
organisasi, prestasi kerja
dan kontribusi pribadi terhadap organisasinya’.
Kompetensi pedagogik sesuai dengan
Undang-Undang RI Guru dan
Dosen NO
14 Tahun 2005
dan PP Nomer
19 tahun 2005 ‘adalah merupakan
kemampuan yang berkenaan
dengan pemahaman peserta
didik dan mengelola pembelajaran
yang mendidik dan
dialogis’.
Sedangkan Tim Derektorat
Profesi Pendidikan Ditjen
Peningkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan (2006)
‘telah merumuskan secara
subtansif kompetensi
pedagogik yang mencakup
kemampuan terhadap peserta didik’ (http://zaidel.blogspot.com:2013).
Dan
menurut (Zakiyah Darajat,
2009:16) pedagogik “ ialah makhluk Allah yang
dilahirkan membawa potensi
dapat dididik dan
dapat mendidik”.
Jadi, kompetensi pedagogik
guru adalah kemampua
guru untuk mengerti, memahami peserta
didik untuk mengembangkan
kamampuan peserta didik
yang sudah ada
dan yang belum
tergali.
1.
Kemampuan Mengelola Pembelajaran
Pembelajaran yang baik sudah
tentu harus memiliki
tujuan. Guru profesional harus
mampu mewujudkan atau paling
tidak mendekati praktik pembelajaran
yang ideal. Pembelajaran
yang ideal adalah
agar murid mampu mewujudkan
perilaku belajar yang
efektif, diantaranya seperti pendapat
Ian James Mitchell
(1993:209), diantaranya
sebagai berikut:
a.
Perhatian siswa yang
aktif dan berfokus
kepada pembelajaran
b.
Berupaya dan menyesuaikan
tugas dengan benar
c.
Siswa mampu menjelaskan
hasil belajarnya
d.
Siswa difasilitasi untuk
berani menatakan kepada
guru apa-apa yang belum dipahami
e.
Siswa berani menyatakan
ketidaksetujuannya
f.
Siswa dimotvasi untuk
berani meminta informasi
yang relevan dengan topik
bahasan lebih lanjut
Secara Pedagogis,
kompetensi guru-guru dalam
mengelola pembelajaran
perlu mendapat perhatian
yang serius, hal ini
penting karena
pendidikan di Indonesia dinyatakan
kurang berhasil oleh
sebagian masyarakat, dinilai kuring
dari aspek paedagogik,
dan sekolah nampak
lebih mekanis
sehigga peserta didik
cenderung kerdil karena
tidak mempunyai dunianya sendiri. Freire (1993:76)
mengkeritisi kondisi pendidikan seperti ini
sebagai penjajah dan
penindasan, yang harus diubah
menjadi pemberdayaan dan kebebasan. Freire juga
mengungkapkan bahwa
proses pembelajaran, yakni
hubungan guru dengan
peserta didik disemua tingkat
identik dengan watak
bercerita. Peserta didik
dianggap bejana yang akan
diisi air (ilmu) oleh gurunya. Oleh karena
itu, pembelajaran nampak seperti
sebuah kegitan menabung, peserta didik dianggap celengan dan
guru sebagai penabung.
Lebih lanjut Freire
menguraikan beberapa
karakteristik pendidikan “gaya bank”
sebagai berikut:
1. Guru
mengajar, peserta didik
diajar
2. Guru
mengetahui segala sesuatu peserta didik
tidak tahu apa-apa
3. Guru
berpikir, peserta didik
dipikrikan
4. Guru
bercerita, peserta didik mendengarkan
5. Guru
menentukan perauran, peserta
didik diatur
6. Guru
memilih dan memaksakan
pilihannya, peserta didik
menyetujui
7. Guru
berbuat, peserta didik
membayagkan dirinya berbuat
melalui perbuatan dirinya
8. Guru
memilih bahan dan
pelajaran, peserta didik
(tanpa diminta pendapatnya)
menyesuaian diri dengan
pelajaran itu
9. Guru
mencampuradukan kewewenangan ilmu
pengetahuan dan kewewnangan
jabatanya, yang ia lakukan
untuk menghalangi kebebasa
peserta didik.
10. Guru
adalah subjek dalam
proses belajar, peserta
didik adalah objek belaka.
2.
Pemahaman Terhadap Peserta
Didik
Pemahaman terhadap
peserta didik merupakan
salah satu kompetensi pedagogik yang
harus dimiliki guru.
Sedikitnya terdapat
empat hal yang
harus dipahami guru
dari peserta didikknya,
yaitu tingkat kecerdasan, kerativitas, cacat fisik,
dan perkembangan kognitif
(E.Mulyasa, 2013: 79).
a.
Tingkat Kecerdasan
Upaya untuk
mengetahui tingkat kecerdasan
telah dilakukan ahli pisikologis, antara lain
pada tahun 1890
oleh Catell dengan
istilah mental test. Pada
tahun 1905, Alfard Binet
mengembangkan tes intelgensi yang digunakan secara
luas dan berhasil
menemukan cara untuk
menentukan usia mental seseorang.
Usia mental mungkin
lebih rendah, lebih
tinggi, atau sama dengan
usia kronologis (usia
yang dihitung sejak
kelahirannya).
b. Kretivitas
Lewat sejarah,
orang dapat menyadari
adanya perbedaan keatifitas
inter maupun intraindividu. Orang-orang
yang kreatif telah
muncul ditiap masanya.
Kerativitas bisa
dikembangkan dengan penciptaan
pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik
dapat mengembangkan kerativitasnya,
antara lain dengan
teknik kerja kelompok
kecil, penugasan dan mensponsori pelaksanaan
proyek. Proses pembelajaran pada hakikatnya untu mengembangk kreativitas dan aktivitas
peserta didik, melalui
berbagai interaksi dan pengalaman
belajar.
c. Kondisi
Fisik
Kondisi fisik
antara lain berkaitan
dengan pengelihatan. Pendengaran,
kemampuan bicara, pincang (kaki),
dan lumpuh karena
kerusakan otak. Terhadap
peserta didik yang memiliki
kelainan fisik diperlukan
sikap dan layanan
yang berbeda dalam rangka
membantu perkembangan mereka.
Misalnya guru harus lebih
sabar, dan telaten,
tetapi dilakukan secara
wajar sehingga tidak
menibulkan pesan negatif.
d. Pertumbuhan
dan Perkembngan Kognitif
Pertumbuhan dan
perkembangan dapat diklasifikasikan atas kognitif, pisikologis
dan fisik. Pertumbuhan
dan perkembangan berhubungan
dengan perubahan struktur
dan fungsi karateristik
manusia. Perubahan-perubahan tersebut
terjadi dalam kemajuan
yang mantap, dan merupakan suatu
proses kematangan. Perubahan-perubahan ini
tidak bersifat umum,
melainkan merupakan hasil
interaksi antara potensi
bawaan dengan lingkungan.
3. Perencanaan
Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran merupakan
salah satu komponen
paedagogis yang harus
dimiliki guru, yang akan bermuara
pada pelaksanaan
pembelajaran. Perencana pembelajaran
sedikitnya mencakup tiga kegiatan,
yaitu identifikasi
kebutuhan, perumusan kompetensi
dasar, penyusunan program
pembelajaran.
a. Identifikasi
Kebutuhan
Kebutuhan merupakan
kesenjangan antara apa
yang searusnya dengan
kondisi yang sebenarnya, atau sesuatu
yang harus dipenuhi
untuk mencapai tujuan. Pada
tahap ini, eloknya
guru melibatkan peserta didik
untuk mengenali, menyatakan dan
merumuskan kebutuhan belajar,
sumber-sumber yang tersedia
dan hambatan yang mungkin
dihadapi dalam kegiatan
pembelajaran untuk memenuhi
kebutuhan belajar.
b. Idenifikasi
Kompetensi
Kompetensi merupakan sesuatu yang
ingin dimiliki oleh
peserta didik, dan
merupakan komponen utama
yang harus dirumuskan
dalam pembelajara, yang
memiliki peran penting
dan menentukan arah
pembelajaran.
Oleh karena
itu setiap kompetensi
harus merupakan perpaduan
dari pengetahuan, keterampilan,
nilai dan sikap
yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan
bertindak.
Berdasarkan uraian
diatas mengisyaratkan bahwa
pembentukan kompetensi melibatkan
intelegensi quetions (IQ), emosional quetions
(EQ), creativity intelegensi (CI),
yang secara keseluruhan
harus tertuju pada
pembentukan spiritual intelegensi (SI).
c. Penyusunan Program
Pembelajaran
Penyusunan program
pembelajaran akan bermuara
pada rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), sebagai produk program
pembelajaran janngka pendek,
yang mencakup komponen-komponen kegiatan
belajar dan proses
pelaksanaan program.
4.
Pelaksanaan Pembelajaran yang
Mendidik dan Dialogis
Pembelajaran yang
mendidik dan logis
merupakan respon terhadap
peraktek pendidikan
anti realistis yang
menurut Freire (2003) harus diarahkan
pada proses hadap
masalah.
Pembelajaran pada
hakikatnya adalah proses
interaksi antara peserta didik
dengan lingkungan, sehingga
terjadi perubahan perilaku
kearah yang
lebih baik. Dalam
hal itu banyak
sekali faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik
faktor intenal mapun faktor
eksternal.
Tugas guru
yang paling utama
adalah mengondisikan lingkungan
agar menunjang
terjadinya perubahan perilaku
dan pembentukan kompetensi peserta
didik. Umumnya pelaksanaan
pembelajaran mencakup tiga hal: pree tes,proses, dan post test
sebagai berikut:
a.
Pree Tes
(Tes Awal)
Pelekasanaan pembelajaran
biasanya dimulai dengan
pre tes, untuk menjajagi
proses pembelajaran yang
akan dilaksankan. Oleh karena
itu, pre tes memegang
peranan penting dalam
proses pembelajaran, yang berfungsi
antara lain sebagai berikut:
1.
Untuk menyiapkan peserta
didik dalam proses
belajar, karena dengan pre
tes mereka akan
fokus dengan pertanyaan
yang harus mereka jawab
atau kerjakan.
2.
Untuk mengetahui kemajuan
peserta didik, dengan cara membandingkan hasil
pre tes dengan
post tes.
3.
Untuk mengetahui kemampuan
awal yang telah
dimiliki peserta didik mengenai kompetensi
dasar yang akan dijadikan topik
dalam proses pembelajaran.
4.
Untuk mengetahui dari mana
pembelajaran dimulai, kompetensi
dasar mana yang
telah dimiliki peserta
didik, dan tujuan- tujuan mana
saja yang perlu dapat
perhatian khusus.
b. Proses
Proses
dimaksudkan sebagai kegiatan
ini dari pelaksanaan
pembelajaran dan pembentukan
kompetensi peserta didik.
Proses pembelajaran dan
pembentukan kompetensi perlu
dlakukan dengan tenang dan
menyenangkan, hal tersebut tentu saja
menuntut aktivitas dan
kerativitas guru menciptakan
lingkungan yang kondusif.
Proses pembelajaran dan
pembentukan kompetensi dikatakan efektif
apabila seluruh siswa
terlibat secara aktif,
baik mental, fisik maupun
sosial.
c.
Post Test
Pada umumnya
pelaksanaan pembelajaran diakhri
dengan post tes. Seperti
halnya pre tes, post
tes memiliki banyak
kegunaan, terutama dalam
melihat keberhasilan pembelajaran.
Fungsi post tes antara
lain dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Untuk
Mengetahui tingkat kepuasan
peserta didik terhadap
kompetensi yang telah
ditentukan.
2. Untuk
mengetahui kompetensi dasar
dan tujuan-tujuan yang
dapat dikuasai oleh
peserta didik.
3. Untuk
mengetahui peserta didik yang mengikuti
keiatan remedial
4. Sebagai
bahan acuan untuk
melaksanakan perbaikan.
5. Pemanfaatan
Teknologi
Abad 21, adalah
abad pengetahuan, sekaligus
merupakan abad informasi,
dan teknologi, karena pengetahuan, informasi, dan teknologi menguasai
abad ini, sehingga
disebut era globaliasasi,
karena cainggihnya penggunaan
pengetahuan, informasi, dan
teknologi dalam berbagai aspek kehidupan
yang menimbulkan hubungan
golbal.
Penggunaan teknolgoi dalam
pendidikan dan pembelajaran
(learning) dimaksudkan untuk
memudahkan dan mengefektifkan kegiatan
pembelajaran. Dalam hal
ini guru dituntut utuk
memiliki kemapuan menggunakan dan
mempesiapkan materi pembelajaran
dalam suatu sistem
jaringan komputer yang
dapat diakses oleh
peserta didik. Oleh
karena itu, seyogianya
guru dan calon
gru dibekali bebagai
kompetensi yang berkaitan
dengan penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi
sebagai teknologi pembelajaran.
6.
Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar
dilakukan untuk mengetsahui
perubahan perilaku da n
pembentukan kompetensi peserta
didik, yang dilakukan
dengan penilaian kelas, tes
kemampuan dasar, penilaian akhir
satuan pendidikan dan
sertifikasi, benchmarking
serta penilaian program.
a. Penilaian
Kelas
Penilaian kelas dilakukan dengan
ulangan harian, ulangan umum, dan
ujian akhir. Ulangan
harian dilakukan setiap
sesuai dengan proses
pembelajaran dalam sauan
bahasan atau kompetensi
tertentu. Ulangan harian
ini terdiri dari seperangkat soal yang
harus dijawab para
peserta didik, dan
tugas-tugas struktur yang berkaitan
dengan konsep yang
sedang dibahas. Ulangan
harian minimal dilakukan
tiga kali dalam setiap
semester. Ulangan harian ini
terutama ditujukan untuk
memperbaiki program pembelajaran,
tetapi tidak untuk
menutup kemugkinan digunakan
utuk tujuan-tujuan lai,
misalnya sebagai bahan
pertimbangan dalam memberikan
nilai bagi peserta didik.
b.
Ulangan umum semseter
pertama soalnya diambil
dari materi semester pertama.
c.
Ulangan umum semsetre
kedua soalnya diambil
dari materi semester pertama
dan kedua, dengan
penekanan dengan semester kedua.
d.
Tes Kemampuan Dasar
Tes kemampuan
dasar dilakukan untuk
mengetahui kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung
yang dilakukan dalam rangka
memperbaiki program
pembelajaran (program remedial).
Tes kemampuan dasar
dilakkukan pada setiap
akhir tahun akhir
kelas III.
e.
Penilaian Akhir satuan
Pendidikan dan Sertifikasi
Pada setaiap
akhir semester dan
tahun ajaran pelajaran
diselanggarakan kegiatan penilaian
guna mendapatkan gambaran
secara utuh dan
menyeluruh mengenai ketuntasan
belajar peserta didik
dalam waktu tertentu. Untuk
keperluan sertifikasi, kinerja,
dan hasil belajar yang
dicantumkan dalam Surat
Tanda Tamat Belajar
tidak semata-mata disandarkan
atas hasil penilaian
pada akhir jenjang
sekolah.
f.
Benchmarking
Benchmarking merupakan
suatu standart untuk
mengukur kinerja yang
sedang berjalan, proses, dan
hasil untuk mencapai
suatu keunggulan yang
memuaskan. Ukuran keunggulan dapat
ditentukan ditingkat sekolah, daerah, atau
nasional. Penilaian dilaksanakan secara
berkesinambugan sehingga peserta
didik dapat mencapai
satuan tahap keunggulan
pembelajaran yang sesuai
dengan kemampuan usaha
dan keuletan.
Untuk mendapat memperoleh data
dan informasi tentang
pencapaian benchmarking tertentu
dapat diadakan penilaian
secara nasional yang
dilaksanakan pada akhir
satuan pendidikan. Hasil
penilaian tersebut dapat
dipakai untuk memberikan
peringkat kelas dan
tidak untuk memberikan
nilai akhir peserta didik.
Hal ini dimaksudkan
sebagai salah satu
dasar pembinaan guru
dan kinerja sekolah.
g.
Penilaian Program
Penilaian progrm
dilakukan oleh Departemen
Pendidikan Nasional dan Dinas
Pendidikan secara kontinu
dan berkesinambungan. Penilaian
program dilakukan
untuk mengetahui kesesuaian
kurikulum dengan dasar,
fungsi dan
tujuan pendidikan nasional, serta
keseuaiannya dengan tuntutan perkembangan
masyarakat, dan kemajuan
zaman.
7.
Pengembangan Peserta Didik
Pengembangan peserta didik
adalah bagian dari
kompetensi paedagogik yang harus
dimiliki guru, untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang
dimiliki peserta didik.
Pengembangan peserta didik dapat
dilakukan oleh guru
memalui berbagai cara,
antara melalui kegiatan
ekstra kurikuler, pengayaan
dan remedial, serta bimbingan
dan konseling.
a. Kegiatan
Ekstra Kulikuler
Kegiatan ekstrakulikuler yang
sering juga disebut
eksul merupakan
kegiatan tambahan di
suatu lembaga pendidikan, yang dilaksanakan
di luar
kegiatan kurikuler. Kegiatan
ekskul ini banyak
ragam
dan kegiatannya antara
lain paduan suara,
paskibra, pramuka olahraga,
kesenian, panjat tebung,
pencinta alam dan lain-lain.
Di samping mengembangkan bakat dan
keterampilan, ekskul juga
dapat membentuk watak
dan kpribadian pesrta
didik, karena dalam
kegiatan ini biasanya
ditanamkan disipilin, kebersihan,
cinta lingkungan, dan
lain-lain yang sangat erat
kaitannya dengan pembentukan
pribadi peserta didik.
b.
Pengayaan dan Remedial
Program ini
adalah pelengkap dan
penjabaran dari program mingguan dan
harian. Berdasarkan hasil
analisis terhadap kegiatan belajar, dan
terhadap tugas-tugas, hasil tes,
dan ulangan dapat diperoleh
tingkat kemampuan belajar
setiap peserta didik.
c.
Bimbingan dan Konseling Pendidikan
Sekolah berkewajiban
memberikan bimbingan dan
konseling kepada peserta
didik yang menyangkut pribadi, sosial, belajar, dan
karier. Selain guru
membimbing, guru mata
pelajaran yang memenuhi
kriteria membimbing dan karier
diperkenankan memfungsikan diri
sebagai guru pembimbing.
Oleh karena itu,
guru mata pelajaran
dan wali kelas
harus senantiasa berdiskusi
dan berkordinasi dengan
guru pembimbng dan
konseling secara rutin
dan berkesinambungan.
B.
Minat Belajar Siswa
1.
Pengertian Minat
Minat adalah “suatu
rasa suka dan rasa
ketertarikan pada suatu hal
atau aktivitas, tanpa
ada yang menyuruh.
Minat pada dasarnya adalah penerimaan
akan suatu hubungan
antara diri sendri dengan suatu di
luar dii. Semakin kuat
atau dekat hubungan
tersebut, maka semakin
besar minat” (Salameto, 2010:180).
Minat tidak dibawa
sejak lahir, melainkan
diperoleh kemudian. Minat terhadap
sesuatu dipelajari dan
mempengaruhi belajar selanjutnnya
serta mempengaruhi penerimaan
minat-minat baru. Jadi
minat terhadap sesuatu merupakan
hasil belajar dan
menyokong belajar selanjutnya.
Walaupun minat
terhadap sesuatu hal tidak
merupakan hal yang
hakiki
untuk mempelajari
hal tersebut, asumsi
umum menyatakan bahwa minat
akan membantu
seseorang mempelajarinya.
Dan menurut Engkoswara
dan Aan Komariah, 2010:212)
“bahwa minat
seseorang bisa dijadikan
dorongan untuk meningkatkan
semangat kerjanya.
Pengembangan minat ini
dapat diterapkan pada
orag- orang tertentu
yang memiliki minat
penuh dalam bekerja.
Sehingga dengan adanya pengembangan
minat benar-benar dapat
memberikan motivasi
yang positif dalam
bekerja”.
Secara sederhana,
minat (interest) berarti
kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau
keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Menurut Raber (1988:152), ‘minat tidak
termasuk istilah populer
dalam pisikologi karena
ketergantungannya yang banyak
pada faktor-faktor internal lainnya
seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi,
dan kebutuhan’.
Namun terlepas dari
populer dan tidak
populer, minat seperti
yang dipahami
dan dipakai oleh
orang selama ini
dapat mempengaruhi kualitas pencapaian
hasil belajar siswa
dalam bidang-bidang studi tertentu.
Umpamanya, seorang siswa yang
menaruh minat besar terhadap matematika akan
memusatkan perhatiannya lebih
banyak dari pada
siswa lainnya. Kemudian, karena pemusatan
perhatiannya yang intensif
terhadap materi itulah yang
memungkinkan siswa tadi
untuk belajar lebih
giat, dan akhirnya
mencapai prestasi yang
diinginkan.
Diatas sudah
disinggung oleh Raber
bahwa minat mempunyai faktor-faktor internal
lainnya seperti pemusatan
peratian, keingintahuan, motivasi dan
kebutuhan.
“Persoalan motivasi
ini tergantung pada
unsur pengalaman dan
interest (minat)”. (
Sardiman, 2012:40).
Sebagai contoh
misalnya pada suatu
ketika seseorang yang kebetulan
memiliki spesialisasi bidang
sejarah, kemudian diajak
temannya menghadiri ceramah
tentang matematika untuk
pembinaan guru-guru matematika,
jelas seseorang tadi
tidak akan interest
dan bahkan tidak mendapatkan pengalaman
yang berarti. Ini sebagai
ilustrasi bahwa seseorang tadi
jelas tidak dilandasi
dengan motivasi. Ia
tidak mengetahui apa yang
dipelajarinya dan dipandang
juga tidak perlu
meningkatkan dirinya
sebagai guru matematika.
Sehingga dalam mengikuti
ceramah tadi tidak akan terjadi
proses belajar yang
baik pada dirinya.
Jadi
jelas bahwa minat
akan selalu berkaitan
dengan soal kebutuhan
atau keinginan. Oleh
karena itu yang
penting bagaimana menciptakan
kondisi tertentu agar
siswa itu selalu
butuj dan ingin terus belajar.
Mengacu pada
pendapat Raber diatas
minat mempunyai faktor- faktor internal
lainnya seperti pemusatan
peratian, keingintahuan, motivasi dan
kebutuhan.
a.
Pemusatan Perhatian
“Perhatian adalah kegiatan
yang dilakukan seseorang
dalam hubungannya dengan
pemilihan rangsangan yang
datang dari lingkungannya”. (Slameto, 2010:105)
Jika seseorang sedang
berjalan dijalan besar,
ia sadar akan adanya
lalu lintas di sekelilingnya, akan
kendaraan-kendaraan dan orang-orang
yang lewat, akan
toko-toko yang ada di
tepi jalan. Dalam
keadaan ini kita
tidak mengatakan bahwa
ia memenuhi perhatian
atau peratianya tertarik
akan hal-hal di sekelilingnya. Tetapi
jika kemudian ia bertemu dengan
seseorang yang dikenalnya dan kemudian
bercaka-cakap dengannya, maka
kita dapat mengatakan
bahwa orang tersebut berada
dalam keadaan sedang
memperhatikan,, yaitu ia
mengarahkan indra atau
sistem apresiasinya utuk menerima
informasi tentang sesuatu,
dalam hal ini
tentang orang yang
dikenalnya itu, dalam
tingkat y ang lebih
terperinci. Menurut (Slameto,
2010:105):
“Tingkat yang lebih
tinggi dalam menruh
perhatian adalah menaruh
minat, jika sudah berminat
orang tidak lagi
hanya bersedia untuk
mendengarkan sesuatu, tetapi ia
juga bersedia untuk
memberi tanggapan mengenai apa yang
telah didengarnya”.
Berikut ini
beberapa perinsip penting
yang berkaitan dengan
perhatian:
1.
Perhatian seseorang tertuju
atau diarahkan pada
hal-hal yang baru
2.
Perhatian seseorang akan
tertuu dan tetap
berada dan diarahkan
atau tertuju pada hal-hal
yang dianggap rumit, selama
kerumitan tersebut tidak melampaui
batas kemampua orang tersebut.
3.
Orang mengerahkan perhatiannya
pada hal-hal yang
yang dikehendakinya, yaitu
hal-hal yang sesuai
dengan minat, pengalaman dan
kebutuhannya.
Menurut (Sadirman
A.M, 2012:45): “perhatian,
maksudnya adalah pemusatan energi
pisikis yang tertentu
kepada suatu objek pelajaran
atau dapat dikatakan
sebagai banyak sedikitnya
kesadaran yang menyertai a ktivitas belajar”.
Sedangkan menurut
(Gazali, 2010:56) ‘ perhatian
adalah keaktifan jiwa
yang dipertinggi, jiwa
itu pun semata-mata
tertuju kepada sesuatu objek (benda/hal)
atau seklipun objek’.
b.
Keingintahuan
Keingintahuan atau rasa
ingin tahu adalah
suatu emosi yang
berkaitan dengan perilaku
ingin tahu seperti eksplorasi, investigasi, dan
belajar terbukti dengan
pengamatan pada species
hewan, manusia dan
masih banyak lainnya. Istilah ini juga
dapat digunakan untuk menunjukan perilaku
itu disebabkan rasa ingin
tahu itu. Seperti emosi rasa ingin tahu
merupakan dorongan untuk
tahu hal-hal baru,
rasa ingin tahu
adalah kekuatan pendorong utama dibali
utama di balik
penelitian ilmiah dan
disiplin ilmu lain
dari studi manusia (http://ismail madhe.2013.
bloogspot.com).
c. Motivasi
Banyak sekali, bahkan
sudah umum orang
menyebut dengan “motif”
untuk menunjuk mengapa
seseorang itu berbuat
sesuatu.
Kata motif,
diartkan sebagai daya upaya
yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu.
Motif dikatakan sebagai
daya penggerak dari
dalam dan di
dalam subjek untuk
melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu
tujuan. Bahkan motif
dikatakan sebagai suatu
kondisi interen. Berawal
dari kata motif
itu, maka motivasi
dapat diartikan sebagai
daya penggerak yang
telah menjadi aktif.
Motivasi juga
dikatakan serangkaian usaha
untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu,
sehingga seseorang mau
dan ingin melakukan
sesuatu, dan apabila
ia tidak suka,
maka akan berusaha
untuk meniadakan atau
melakukan perasaan tidak
suka itu. Jadi
motivasi itu dapat
dirangsang oleh faktor
dari luar tetapi
motivasi tumbuh di
dalam diri seseorang.
Seseorang siswa
yang mempunyai intelegensi
cukup tinggi, oleh
jadi gagal karena
kekurangan motivasi. Hasil belajar
akan optimal kalau
ada motivasi yang
tepat. Bergayut dengan
ini maka kegagalan belajar
siswa jangan begitu
saja mempersalhkan siswa,
sebab mungkin saja
guru tidak berhasil
dalam memberi motivasi
yang mampu membangkitkan
semangat dan kegiatan
siswa untuk berbuat
atau belajar. Jadi tugas guru
bagaimana mendorong para
siswa agar pada
dirinya tumbuh motivas.
Persoalan motivaasi
ini, dapat juga
dikaitkan dengan persoalan
minat. Minat diartikan
sebagai suatu kondisi
yang terjadi apabila
seseorang melihat ciri-ciri
atau arti sementara
yang dihubungkan dengan
keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Oleh
karena itu, apa
yang dilihat seseorang
sudah tentu akan
membangkitkan minatnya sejauh
apa yang diilihat
itu mempunyai hubungan
dengan kepentingannya sendiri.
Hal ini menunjukan bahwa minat
merupakan kecenderungan jiwa
seseorang kepada seseorang (biasanya disertai
dengan perasaan senang),
karena itu merasa
ada kepentingan dengan
sesuatu itu (Sardiman, 2012:76).
d. Kebutuhan
Seperti yang sudah
dijelaskan diatas bahwa
seseorang yang melakukan
aktiviatas itu didorong oleh
faktor-faktor kebutuhan biologis,
insting, unsur-unsur kejiwaan
yang lain yang
disertai adanya penaruh
perkembangan manusia. Sebenarnya semua faktor-faktor
itu tidak dapat
dipisahkan dari soal
kebutuhan, kebutuhan dalam
arti luas, baik
kebutuhan yang bersifat
biologis maupun pisikologis.
Pemenuhan kebutuhan
siswa, disamping bertujuan untuk
memberikan materi kegiatan
setepat mungkin, juga materi
pelajaran yang sudah
disesuaikan dengan kebutuhan,
biasanya menjadi lebih
menarik. Dengan demikian
akan membantu pelaksanaan
proses belajar-mengajar. Adapun
yang menjadi kebutuhan
siswa antara lain
dapat disebtkan dibawah ini
(Sardiman, 2012:113).
1. Kebutuhan Jasmaniah
Hal ini
berkaitan dengan tuntutan
siswa yang bersifat
jasmaniah, entah
yang menyangkut kesehata
jasmaniah yang dalam hal ini olahraga
menjadi materi utama.
Disamping itu kebutuhan- kebutuhan lain
seperti makan, minum,
tidur, pakaian dan sebagainya, perlu
mendapat perhatian.
2. Kebutuhan
Sosial
Pemenuhan keinginan
untuk saling bergaul
dengan siswa dan guru
serta orang lain,
merupakan salah satu
upaya untuk memenuhi kebutuhan
sosial anak didik atau siswa. Dalam hal
ini sekolah harus dipandang
sebagai sebagai lembaga
temap siswa belajar, bergaul
dan beradaptasi dengan
lingkungan, seperti misalnya bergaul
sesama teman yang
berbeda lawan jenis,
suku bangsa, agama, stautus
sosial dan kecakapan. Guru dalam
hal ini harus dapat
menciptakan suasana kerja
sama antar siswa
dengan suatu harapan akan
dapat melahirkan suatu
pengalaman belajar yang lebih
baik.
3. Kebutuhan
Intelektual
Setiap siswa
tidak sama dalam
hal minat untuk mempelajari suatu
ilmu pengetahuan. Mungkin
ada yang lebih berminat
belajar ekonomi, sejarah,
biologi atau yang
lain-lain. Minat
semacam ini tidak
bisa dipaksakan, kalau
ingin mencapai hasil belajar
optimal. Oleh karena
itu, yang penting,
bagaimana guru dapat menciftakan program yang
dapat menyalurkan minat masing-masing.
2.
Pengertian Belajar
Sebagian orang beranggapan
bahwa belajar adalah
semata-mata mengumpulkan atau
menghafalkan fakta-fakta yang
terjadi dalam bentuk informasi
atau materi pelajaran.
Menurut Gagne
(984:2) ‘belajar dapat didefinisikan
sebagai suatu proses dimana
suatu organisasi berubah
perilakunnya sebagai akibat
pengalaman’.
Crow and
Crow (1958:12) ‘belajar
merupakan diperolehnya kebiasaaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap
baru’.
Hal yang
senada juga diungkapkan
oleh Leo Sutrisno (1994:13)
‘mendefinisikan belajar
adalah suatu proses aktif
menyusun makna melalui setiap
interaksi dengan lingkungan,
dengan membangun hubungan
antara konsepsi yang
telah dimiliki dengan
penomena yang telah
dipelajari’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar