Orang mukmin dapat melihat Allah SWT bagaikan melihat bulan purnama.
“Dari
Abu Hurairah Ra. Berkata, “Para sahabat bertanya, “Wahai rasulullah,
apakah kita akan dapat melihat tuhan kita pada hari kiamat? Rasulullah
saw menjawab, “Apakah kalian ada kendala melihat matahari di siang hari
yang tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Rasulullah kembali
berkata, “Apakah kalian ada kendala melihat bulan di malam purnama yang
tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Raulullah SAW melanjutkan,
“Demi zat yang jiwaku berada ditangan-Nya, kalian tidak ada kendala
melihat tuhan kalian kecuali sepertikalian melihat matahari atau bulan
itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang-orang beriman hidup didalam surga bersama anak-cucu dan keturunan mereka yang shaleh.
“Dan orang-orang beriman yang anak-cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan mereka dengan anak-cucu mereka. Kami tidak mengurangi dari pahala amal mereka sedikitpun. Setiap orang terkait dengan apa yang telah dia kerjakan.” (QS At-Thur: 21)
Telah bersabda Rasulullah SAW bahwa: "Tiga kelompok manusia yang akan berjabat tangannya oleh para malaikat pada hari mereka keluar dari kuburnya adalah": - Orang-orang yang mati syahid. - Orang-orang yang mengerjakan shalat malam dalam bulan Ramadhan.
“Dan orang-orang beriman yang anak-cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan mereka dengan anak-cucu mereka. Kami tidak mengurangi dari pahala amal mereka sedikitpun. Setiap orang terkait dengan apa yang telah dia kerjakan.” (QS At-Thur: 21)
Telah bersabda Rasulullah SAW bahwa: "Tiga kelompok manusia yang akan berjabat tangannya oleh para malaikat pada hari mereka keluar dari kuburnya adalah": - Orang-orang yang mati syahid. - Orang-orang yang mengerjakan shalat malam dalam bulan Ramadhan.
Ta’at Kepada Allah
1. Kebahagiaan yang paling bahagia ialah panjangumur dalam ketaatan kepada Allah. (HR. Ad-Dailami dan Al Qodho’i)
2.
Di antara wahyu Allah kepada nabi Daud As :“Tiada seorang hamba yang
taat kepada-Ku melainkan Aku memberinya sebelum diaminta, dan
mengabulkan permohonannya sebelum dia berdoa, dan mengampuni
dosanyasebelum dia mohon pengampunan (istighfar).” (HR. Ad-Dailami)
3.
Semua umatku masuk surga kecuali orang yangmenolaknya. Mendengar sabda
tersebut para sahabat bertanya, “Siapa orang yangmenolak itu, ya
Rasulullah?” Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang menentang(perintah dan
larangan)ku adalah orang yang menolak masuk surga.” (HR. Bukhari)
4.
Barangsiapa mencari keridhoan manusia denganapa yang memurkakan Allah,
maka orang-orang yang tadinya memuji akan berobahmencelanya. Namun
barangsiapa mengutamakan ketaatan kepada Allah, meskipunberakibat
orang-orang menjadi marah kepadanya maka cukuplah Allah yang menjadi
penolong dan pembelanya dalam menghadapi permusuhan tiap musuh,
kedengkian tiappendengki dan kezaliman tiap orang zalim. (HR. Aththusi)
5.
Apa yang aku larang jauhilah dan apa yang akuperintahkan kerjakanlah
sampai batas kemampuanmu. Sesungguhnya Allah telahmembinasakan
orang-orang sebelum kamu disebabkan terlalu banyak menuntut danmenentang
nabi-nabinya. (HR. Bukhari)
6. Tidak ada ketaatan kepada orang yang tidak taatkepada Allah. (Abu Ya’la)
7. Ketaatan hanya untuk perbuatan makruf. (HR.Bukhari)
8. Tiada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiatkepada Pencipta (Allah). (HR. Ahmad dan Al Hakim)
9.
Sebaik-baik pemimpin adalah yang kamu cintaidan mereka mencintaimu.
Kamu mendoakan mereka dan mereka mendoakanmu.Sejahat-jahat pemimpin
adalah yang kamu benci dan mereka membencimu. Kamu kutukmereka dan
mereka mengutukmu. Para sahabat bertanya, “Tidakkah kami
mengangkatsenjata terhadap mereka?” Nabi Saw menjawab, “Jangan, selama
mereka mendirikanshalat. Jika kamu lihat perkara-perkara yang tidak kamu
senangi maka bencimuterhadap amal perbuatannya dan jangan membatalkan
ketaatanmu kepada mereka.”(HR. Muslim)
Makna firman Allah: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihatnya lagi pada waktu yang lain, dan apakah Nabi saw, melihat Tuhannya pada malam isra’
Hadis
riwayat Aisyah ra.:Dari Masruq ia bercerita: Ketika aku bertelekan di
sisi Aisyah, Aisyah berkata: Wahai Abu Aisyah, ada tiga hal barang
siapa yang membicarakan salah satunya, maka ia berbohong besar atas
Allah. Aku bertanya: Tiga hal apa itu? Aisyah menjawab: (Pertama)
barangsiapa yang menyangka
bahwa Muhammad saw. melihat Tuhannya,
maka ia berbohong besar atas Allah. Aku mulanya bersandar, santai, lalu
duduk sambil berkata: Hai Ummul mukminin, tunggu, jangan tergesa-gesa!
Bukankah Allah telah berfirman Dan sesungguhnya ia melihatnya diufuk
yang terang. Dan sesungguhnya ia telah melihatnya di waktu lain. Aisyah
berkata: Aku adalah orang pertama umat ini yang menanyakan hal itu
kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: Itu adalah Jibril as. aku tidak
pernah melihatnya dalam bentuk aslinya, kecuali dua kali ini. Aku
melihatnya turun dari langit, besarnya menutupi cakrawala antara langit
dan bumi. Aisyah melanjutkan: Apakah engkau belum pernah mendengar
firman Allah: Dia tidak dapat dicapai oleh mata,
sedangkan Dia
dapat melihat segala yang kelihatan. Dia Maha halus dan Maha
mengetahui. Tidakkah engkau mendengar firman Allah: Tidak mungkin
bagi
manusia berbicara dengan Tuhannya kecuali dengan perantaraan wahyu, di
belakang hijab (maksudnya hanya mendengar suara), atau
mengutus
malaikat untuk mewahyukan apa saja yang diinginkan-Nya kepada manusia.
Sesungguhnya Dia Maha tinggi dan Maha bijaksana. Aisyah
berkata
lagi: (Kedua) barang siapa yang menyangka bahwa Rasulullah saw.
menyembunyikan sebagian isi Kitabullah (Alquran), maka ia berbohong
besar
atas Allah. Allah berfirman: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang
diturunkan oleh Tuhanmu. Dan jika engkau tidak melakukan (perintah itu)
maka engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Kemudian Aisyah
melanjutkan: (Ketiga) barang siapa yang menyangka bahwa Rasulullah saw.
diberi tahu tentang apa yang akan terjadi besok, maka ia berbohong
besar atas Allah. Allah berfirman:Katakanlah Tidak ada sesuatu pun di
bumi dan di langit yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah. (Shahih
Muslim No.259)
Menjelaskan cara melihat Tuhan*
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:Bahwa Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw:Wahai Rasulullah, apakah kami dapat melihat Tuhan kami pada hari
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:Bahwa Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw:Wahai Rasulullah, apakah kami dapat melihat Tuhan kami pada hari
kiamat?
Rasulullah saw. bersabda: Apakah kalian terhalang melihat bulan di
malam purnama? Parasahabat menjawab: Tidak, wahai Rasulullah.
Rasulullah
saw. bersabda:Apakah kalian terhalang melihat matahari yang tidak
tertutup awan? Mereka menjawab: Tidak, wahai Rasulullah.
Rasulullah
saw. bersabda:Seperti itulah kalian akan melihat Allah. Barang siapa
yang menyembah sesuatu, maka ia mengikuti sembahannya itu.
Orang
yang menyembah matahari mengikuti matahari, orang yang menyembah bulan
mengikuti bulan, orang yang menyembah berhala mengikuti berhala.
Tinggallah umat ini, termasuk di antaranya yang munafik. Kemudian Allah
datang kepada mereka dalam bentuk selain bentuk-Nya yang mereka kenal,
seraya berfirman: Akulah Tuhan kalian. Mereka (umat ini) berkata: Kami
berlindung kepada Allah darimu. Ini adalah tempat kami, sampai Tuhan
kami
datang kepada kami. Apabila Tuhan datang, kami tentu mengenal-Nya. Lalu
Allah Taala datang kepada mereka dalam bentuk-Nya yang telah mereka
kenal. Allah berfirman: Akulah Tuhan kalian. Mereka pun berkata: Engkau
Tuhan kami. Mereka mengikuti-Nya. Dan Allah membentangkan
jembatan
di atas neraka Jahanam. Aku (Rasulullah saw.) dan umatkulah yang
pertama kali melintas. Pada saat itu, yang berbicara hanyalah para
rasul. Doa para rasul saat itu adalah: Ya Allah, selamatkanlah,
selamatkanlah. Di dalam neraka Jahanam terdapat besi berkait seperti
duri Sakdan (nama tumbuhan yang berduri besar di setiap sisinya).
Pernahkah kalian melihat Sakdan? Para sahabat menjawab: Ya, wahai
Rasulullah. Rasulullah saw. melanjutkan: Besi berkait itu seperti duri
Sakdan, tetapi hanya Allah yang tahu seberapa besarnya. Besi berkait
itu merenggut manusia dengan amal-amal mereka. Di antara mereka ada
orang yang beriman, maka tetaplah amalnya. Dan di antara mereka ada
yang dapat melintas, hingga selamat. Setelah Allah selesai memberikan
keputusan untuk para hamba dan dengan rahmat-Nya Dia ingin mengeluarkan
orang-orang di antara ahli neraka yang Dia kehendaki, maka Dia
memerintah para malaikat untuk mengeluarkan orang-orang yang tidak
pernah menyekutukan Allah. Itulah orang-orang yang dikehendaki Allah
untuk mendapatkan rahmat-Nya, yang mengucap: “Laa ilaaha illallah”.
Para malaikat mengenali mereka di neraka dengan adanya bekas sujud. Api
neraka memakan tubuh anak keturunan Adam, kecuali bekas sujud. Allah
melarang neraka memakan bekas sujud. Mereka dikeluarkan dari neraka,
dalam keadaan hangus. Lalu mereka disiram dengan air kehidupan,
sehingga mereka menjadi tumbuh seperti biji-bijian tumbuh dalam
kandungan banjir (lumpur). Kemudian selesailah Allah Taala memberi
keputusan di antara para hamba. Tinggal seorang lelaki yang
menghadapkan wajahnya ke neraka. Dia adalah ahli surga yang terakhir
masuk. Dia berkata: Ya Tuhanku, palingkanlah wajahku dari neraka,
anginnya
benar-benar menamparku dan nyala apinya membakarku. Dia terus memohon
apa yang dibolehkan kepada Allah. Kemudian Allah Taala
berfirman:
Mungkin, jika Aku mengabulkan permintaanmu, engkau akan meminta yang
lain. Orang itu menjawab: Aku tidak akan minta yang lain
kepada-Mu.
Maka ia pun berjanji kepada Allah. Lalu Allah memalingkan wajahnya
dari neraka. Ketika ia telah menghadap dan melihat surga, ia
pun
diam tertegun, kemudian berkata: Ya Tuhanku, majukanlah aku kepintu
surga. Allah berkata: Bukankah engkau telah berjanji untuk tidak
meminta kepada-Ku selain apa yang sudah Kuberikan, celaka engkau,
haianak-cucu Adam, ternyata engkau tidak menepati janji. Orang itu
berkata: Ya Tuhanku! Dia memohon terus kepada Allah, hingga Allah
berfirman kepadanya: Mungkin jika Aku memberimu apa yang engkau pinta,
engkau akan meminta yang lain lagi. Orang itu berkata: Tidak, demi
Keagungan-Mu. Dan ia berjanji lagi kepada Tuhannya. Lalu Allah
mendekatkannya ke pintu surga. Setelah ia berdiri di ambang pintu
surga, ternyata pintu surga terbuka lebar baginya, sehingga ia dapat
melihat dengan jelas keindahan dan kesenangan yang ada di dalamnya. Dia
pun diam tertegun. Kemudian berkata: Ya Tuhanku, masukkanlah aku
kedalam surga. Allah Taala berfirman kepadanya: Bukankah engkau telah
berjanji tidak akan meminta selain apa yang telah Aku berikan? Celaka
engkau, hai anak cucu Adam, betapa engkau tidak dapat menepati janji!
Orang itu berkata: Ya Tuhanku, aku tidak ingin menjadi makhluk-Mu yang
paling malang. Dia terus memohon kepada Allah, sehingga membuat Allah
Taala tertawa (rida). Ketika Allah Taala tertawa Dia berfirman:Masuklah
engkau ke surga. Setelah orang itu masuk surga, Allah berfirman
kepadanya: Inginkanlah sesuatu! Orang itu meminta kepada Tuhannya,
sampai Allah mengingatkannya tentang ini dan itu. Ketika telah habis
keinginan-keinginannya, Allah Taala berfirman: Itu semua untukmu, begitu
pula yang semisalnya. (Shahih Muslim No.267)
Bukti bahwa orang-orang mukmin dapat melihat Allah di akhirat*
Hadis
riwayat Abu Said Al-Khudri ra.: Bahwa kaum muslimin pada masa
Rasulullah saw. bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kami dapat melihat
Tuhan kami di hari kiamat? Rasulullah saw. bersabda: Ya! Kemudian beliau
melanjutkan: Apakah kalian terhalang melihat matahari di siang hari
yang cerah, yang tidak
ada awan sedikit pun? Apakah kalian terhalang
melihat bulan pada malam purnama yang cerah tanpa awan sedikit pun?
Kaum muslimin menjawab: Tidak, wahai Rasulullah. Rasulullah saw.
bersabda: Kalian tidak akan terhalang melihat Allah Taala pada hari
kiamat, sebagaimana kalian tidak terhalang melihat salah satu dari
matahari dan bulan. Ketika hari kiamat terjadi, ada penyeru yang
mengumumkan: Setiap umat hendaklah mengikuti apa yang dahulu disembah.
Maka tidak tersisa orang-orang yang dahulu menyembah selain Allah yakni
berhala, kecuali mereka berjatuhan ke dalam neraka. Hingga yang
tinggal hanya orang-orang yang menyembah Allah ada yang baik dan ada
yang jahat serta sisa-sisa Ahli Kitab, maka
dipanggillah
orang-orang Yahudi. Mereka ditanya: Apa yang dahulu kalian sembah?
Mereka menjawab: Kami menyembah Uzair anak Allah. Dikatakan: Kalian
salah! Allah tidak menjadikan seorang pun sebagai sahabat atau anak.
Lalu apa yang kalian inginkan? Mereka menjawab: Kami haus, ya Tuhan
kami berilah kami minum. Lalu ditunjukkan pada mereka: Kenapa kalian
tidak datang ke sana? Mereka digiring ke neraka, seolah-olah neraka itu
fatamorgana yang saling menghancurkan. Mereka pun berjatuhan ke dalam
neraka. Kemudian orang-orang Kristen dipanggil. Mereka ditanya: Apa
yang dahulu kalian sembah? Mereka menjawab: Kami menyembah Isa Almasih
anak Allah. Dikatakan kepada mereka: Kalian salah! Allah tidak
menjadikan seorang pun sebagai sahabat atau anak. Apa yang kalian
inginkan? Mereka menjawab: Kami haus ya Tuhan, berilah kami minum. Lalu
ditunjukkan pada mereka: Kenapa kalian tidak datang kesana? Mereka
digiring ke neraka Jahanam, seolah-olah neraka itu fatamorgana yang
saling menghancurkan. Mereka pun berguguran ke dalam neraka. Ketika
yang tinggal hanya orang-orang yang dahulu menyembah Allah Taala (yang
baik dan yang jahat), maka Allah datang kepada mereka dalam bentuk yang
lebih rendah daripada bentuk yang mereka ketahui. Dia berfirman: Apa
yang kalian tunggu? Setiap umat mengikuti apa yang dahulu disembah.
Mereka mengucapkan: Ya Tuhan kami, di dunia kami memisahkan diri dari
orang-orang yang sebenarnya sangat kami butuhkan (untuk membantu
kehidupan di dunia) dan kami tidak mau berkawan dengan mereka (karena
menyimpang dari jalan yang digariskan oleh agama). Allah berfirman:
Akulah Tuhan kalian! Mereka mengucap: Kami mohon perlindungan kepada
Allah darimu. Kami tidak akan menyekutukan Allah dengan apapun (ini
diucapkan dua atau tiga kali), sampai sebagian mereka hampir-hampir
berubah (berbalik dari kebenaran, karena cobaan berat yang berlaku saat
itu). Allah berfirman: Apakah antara kalian dan Dia ada tanda-tanda,
sehingga dengan demikian kalian dapat
mengenal-Nya? Mereka
menjawab: Ya, ada. Lalu disingkapkanlah keadaan yang mengerikan itu.
Setiap orang yang hendak bersujud kepada Allah dengan keinginan
sendiri, pasti mendapat izin Allah. Sedangkan orang yang akan bersujud
karena takut atau pamer, tentu Allah menjadikan punggungnya menyatu
(sehingga tidak dapat sujud). Setiap kali hendak sujud, ia terjungkal
pada tengkuknya. Kemudian mereka mengangkat kepala mereka, sementara itu
Allah telah berganti rupa dalam bentuk yang mereka lihat pertama kali.
Allah berfirman: Akulah Tuhan kalian. Mereka menyahut: Engkau Tuhan
kami. Kemudian suatu jembatan dibentangkan diatas neraka Jahanam dan
syafaat diperbolehkan. Mereka berkata: Ya Allah, selamatkanlah,
selamatkanlah. Ada yang bertanya: Ya Rasulullah, apakah jembatan itu?
Rasulullah saw. bersabda: Tempat berpijak yang licin (menggelincirkan).
Padanya terdapat besi berkait dan besi berduri. Di Najed ada tumbuhan
berduri yang disebut Sakdan. Seperti itulah besi-besi berkaitnya.
Orang-orang mukmin melewati jembatan tersebut ada yang secepat kejapan
mata, ada yang seperti kilat, seperti angin, seperti burung, seperti
kuda atau unta yang kencang larinya. Mereka terbagi menjadi tiga
kelompok, golongan selamat sama sekali, golongan yang terkoyak-koyak
tapi dapat bebas dan golongan yang terjerumus ke dalam neraka Jahanam.
Pada saat orang-orang mukmin telah terbebas dari neraka, maka demi Zat
yang menguasai diriku, tidak ada orang yang sangat menaruh perhatian
dalam meraih kebenaran, melebihi orang-orang mukmin yang mencari
kebenaran kepada Allah demi kepentingan saudara-saudara mereka yang
masih berada di neraka. Mereka berkata: Wahai Tuhan kami, mereka dahulu
berpuasa bersama kami, salat dan beribadah haji. Lalu difirmankan
kepada mereka: Keluarkanlah orang-orang yang kalian kenal. Maka wajah
mereka diharamkan atas neraka. Mereka mengeluarkan banyak orang dari
neraka. Ada yang sudah terbakar hingga separuh betisnya dan ada yang
sudah sampai ke lututnya. Orang-orang mukmin itu berkata: Ya Tuhan
kami, di dalam neraka tidak ada lagi seorang pun yang Engkau
perintahkan untuk dikeluarkan. Allah berfirman: Kembalilah (lihatlah
kembali)! Barang siapa yang kalian temukan di hatinya ada kebaikan
meski hanya seberat dinar. Keluarkanlah. Kemudian mereka dapat
mengeluarkan banyak orang. Lalu mereka berkata: Ya Tuhan kami! Kami
tidak tahu apakah di neraka masih ada orang yang Engkau perintahkan
untuk dikeluarkan. Allah berfirman: Kembalilah (lihatlah kembali)!
Barang siapa yang kalian temukan di hatinya ada kebaikan maski hanya
seberat setengah dinar, keluarkanlah. Mereka dapat mengeluarkan lagi
banyak orang. Setelah itu mereka berkata: Ya Tuhan kami! Kami tidak
tahu, apakah di sana masih ada seseorang yang Engkau perintahkan untuk
dikeluarkan. Allah berfirman:Kembalilah (lihatlah kembali)! Barang siapa
yang kalian temukan didalam hatinya terdapat kebaikan meski hanya
seberat atom, keluarkanlah. Lagi-lagi mereka dapat mengeluarkan banyak
orang. Kemudian mereka berkata: Ya Tuhan kami. Kami tidak tahu apakah di
sana masih ada pemilik kebaikan. Abu Said Al-Khudri berkata: Jika
kalian tidak mempercayaiku mengenai hadis ini, maka bacalah firman
Allah: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar
atom. Dan jika ada kebaikan sebesar atom, niscaya Allah akan
melipat-gandakannya dan memberikandari sisi-Nya pahala yang besar.
Allah Taala berfirman: Para malaikat telah memohon syafaat, para nabi
telah memohon syafaat dan orang-orang mukmin juga telah memohon
syafaat. Yang tinggal hanyalah Zat yang Maha Penyayang di antara semua
yang penyayang. Lalu Allah mengambil dari neraka dan mengeluarkan dari
sana sekelompok orang yang sama sekali tidak pernah beramal baik. (Saat
itu) mereka telah menjadi arang hitam. Mereka dilempar ke sebuah sungai
dekat mulut surga, yang disebut Sungai Kehidupan. Kemudian mereka
keluar seperti tumbuhan kecil keluar dari lumpur banjir. Bukankah
kalian sering melihat tumbuhan kecil disela-sela batu atau pohon, di
mana bagian yang terkena sinar matahari akan berwarna sedikit kuning
dan hijau, sedangkan yang berada diketeduhan menjadi putih? Para sahabat
menyela: Seolah-olah baginda dahulu pernah menggembala di dusun.
Rasulullah saw. meneruskan: Lalu mereka keluar bagaikan mutiara. Di
leher mereka ada kalung, sehingga para ahli surga dapat mengenali
mereka. Mereka adalah orang-orang yang dibebaskan Allah, yang dimasukkan
oleh Allah ke dalam surga, tanpa amal yang mereka kerjakan dan tanpa
kebaikan yang mereka lakukan. Kemudian Allah berfirman: Masuklah kalian
ke dalam surga. Apapun yang kalian lihat, itu adalah untuk kalian.
Mereka berkata: Ya Tuhan kami, Engkau telah memberi kami pemberian yang
belum pernah Engkau berikan kepada seorang pun di antara orang-orang di
seluruh alam. Allah berfirman: Disisiku ada pemberian untuk kalian
yang lebih baik daripada pemberian ini. Mereka berkata: Ya Tuhan kami,
apa lagi yang lebih baik daripada pemberian ini? Allah berfirman:
Rida-Ku, sehingga Aku tidak akan murka kepada kalian sesudah itu,
selamanya. (Shahih Muslim No.269)
Hadis riwayat Abu Musa ra.: Dari Nabi saw., beliau bersabda: Dua surga yang wadah-wadahnya dan segala isinya terbuat dari perak dan dua surga yang wadah-wadahnya dan segala isinya terbuat dari emas. Antara orang-orang dan kemampuan memandang Tuhan mereka hanya ada tirai keagungan pada Zat-Nya, di surga Aden. (Shahih Muslim No.265)
Mungkinkah Memandang Wajah Allah Ta’ala ?*
Bertemu
dengan Allah swt dan memandang wajah-Nya kelak pada hari kiamat
adalah merupakan sebuah kenikmatan yang tak terhingga besarnya. Oleh
karena itu setiap orang yang beriman pasti akan sangat merindukan
pertemuan dengan Allah dan memandang wajah-Nya. Untuk mencapai hal
itulah mereka
harus berusaha menjalani syarat-syarat yang telah Allah tetapkan dalam al-Qur’an yaitu mengerjakan amalan-amalan shalih dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Allah swt berfirman (yang artinya): Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan-Nya dalam beribadah kepada Rabb-nya. (QS al-Kahfi: 110)
Demikianlah, pertemuan dengan Allah kelak adalah satu hal yang harus diimani oleh setiap muslim. Namun yang sangat mengherankan, muncul orang-orang yang mengaku muslimin, tetapi mereka mengingkari pertemuan dengan Allah swt dan mengingkari akan dapat dilihatnya wajah Allah pada hari kiamat
dengan melakukan ta’wil-ta’wil yang batil terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits. Ini menunjukkan kalau mereka sama sekali tidak berharap bertemu Allah.
Adapun bagi ahlus sunnah wal jama’ah -pengikut para shahabat dan tabi’in dan atba’ut tabi’in-, mereka adalah orang-orang yang sangat meyakini akan adanya pertemuan dengan Allah dan berharap untuk diberikan kesempatan melihat wajah-Nya. Bukan hanya itu, bahkan sesungguhnya seluruh manusia kelak akan sangat mengharapkan untuk mendapatkan kesempatan memandang wajah Allah, karena hal itu merupakan satu kenikmatan. Namun orang- orang kafir akan terhalang untuk memandang wajah Allah, karena kekufuran mereka ketika masih hidup di dunia.
Allah swt berfirman (yang artinya): Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari Rabb mereka. (QS al-Muthaffifin: 15)
Berkata Imam Syafi’i Rahimahullah: Ketika mereka (orang-orang kafir –pent.) terhalang dari Allah karena kemurkaan-Nya, maka ini merupakan dalil
bahwa wali-wali yang dicintai-Nya akan melihat-Nya dalam keridlaan. (Syarh Aqidatu ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 191)
DALIL DALIL TENTANG AKAN DILIHATNYA WAJAH ALLAH*
Dalil-dalil yang menunjukkan akan dilihatnya wajah Allah oleh kaum mukminin di akhirat selain ayat-ayat di atas sangat banyak. Di antaranya:
(1) Firman Allah swt "Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (QS Yunus: 26)
Yang dimaksud dengan “tambahan” pada ayat di atas adalah memandang wajah Allah sebagaimana disebutkan dalam satu riwayat dari Shuhaib ra ketika
menafsirkan ayat di atas Rasulullah saw bersabda: Kemudian ketika penghuni surga telah masuk surga, Allah tabaraka wa ta’ala berfirman: “Apakah kalian menginginkan sesuatu tambahan?” Mereka menjawab: “Bukankan engkau telah memutihkan wajah-wajah kami, bukankah engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan Kau selamatkan kami dari api neraka?” Kemudian Allah menyingkapkan hijabnya, maka tidak ada
pemberian yang lebih mereka sukai daripada memandang wajah Allah Azza wa Jalla. (HR. Muslim)
(2) Demikian pula dalam surat al-Qiyamah, Allah sebutkan lebih tegas lagi tentang orang-orang yang beriman dengan wajah yang berseri-seri
memandang wajah Allah (yang artinya): Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabb-nyalah mereka melihat. (QS al-Qiyamah: 22-23)
Ayat ini dengan jelas sekali menunjukkan akan dilihatnya Allah. Namun, mereka yang menolak akan dapat dilihatnya Allah pada hari kiamat berkilah bahwa kata “nadhara” belum tentu bermakna “melihat”, tapi bisa juga mempunyai makna lain yaitu “menunggu”, “tafakkur” dan lain-lain. Bantahan terhadap mereka adalah bahwa memang kata “nadhara” dapat memiliki beberapa makna, tetapi kita dapat mengetahui makna yang dimaksud dengan memperhatikan “huruf bantu”nya.
1. Jika kata “nadhara” disebutkan tanpa huruf bantu, maka bermakna “menunggu”. Seperti ayat Allah "…Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahaya-mu… (QS al-Hadiid: 13)
2. Jika kata “nadhara” disebutkan dengan huruf bantu “fie”, maka bermakna tafakkur dan mengambil pelajaran. Seperti dalam firman-Nya "Apakah mereka tidak memperhatikan/tafakkur terhadap kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah…? (QS al-A’raaf: 185)
3. Adapun jika kata “nadhara” disebutkan dengan huruf bantu “ila”, maka maknanya adalah “melihat dengan mata”. Seperti ayat Allah: Lihatlah kepada buah-buahan di waktu pohonnya telah berbuah… (QS al-An’aam: 99)
Oleh karena itu dalam ayat di atas (surat al-Qiyamah), Allah swt dengan jelas mengatakan “ila rabbiha nadhirah”, yang berarti kata “nadhara” disebutkan dengan huruf bantu “ila” dan bermakna “melihat dengan mata kepala”. Apalagi disebutkan oleh Allah swt pelaku dari pekerjaan melihat di atas adalah “wajah-wajah mereka”. Maka tidak tepat kalau diartikan “wajah mereka menunggu” atau “wajah mereka bertafakkur”. Yang tepat adalah “wajah mereka melihat”, karena kemana mata memandang ke sana pulalah wajah menghadap. (Penjelasan lebih lengkap, baca Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 189-190)
Ini adalah bantahan buat mereka yang menyelewengkan makna nadhara pada makna-makna lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan lafadhnya, bahkan keluar dari kaidah bahasa arab. Takwil-takwil mereka yang rusak inilah yang telah menghancurkan agama dan dunia.
Berkata Ibnu Abil ‘Izzi: “Ta’wil yang merusak inilah yang telah menghancurkan dunia. Bahkan ini pulalah yang telah dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nashrani terhadap kitab-kitab mereka Taurat dan Injil. Dan Allah telah memperingatkan kita untuk jangan meniru mereka”. Beliau juga berkata: “Dan tidaklah memberontak kaum khawarij, tidaklah memisahkan diri kaum mu’tazilah, tidaklah rafidlah menjadi penentang, dan tidak pula berpecah umat menjadi 73 golongan kecuali karena ta’wil-ta’wil yang rusak tersebut”. (Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 189)
(3) Dalam riwayat lainnya dari Abu Hurairah ra disebutkan: Sesungguhnya manusia telah bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah! Adakah kami dapat melihat Rabb kami pada Hari Kiamat?” Rasulullah saw menjawab: “Adakah yang memudharatkan kalian jika kalian melihat bulan pada malam purnama”? Mereka menjawab: “Tidak, wahai Rasulullah!” Beliau bertanya lagi kepada mereka: “Adakah yang memudharatkan kalian jika kalian melihat matahari yang tidak dilindungi awan?” Mereka menjawab: “Tidak wahai Rasulullah!” Kemudian beliau saw bersabda: “Begitu juga kalian akan melihat-Nya…” (HR. Bukhari Muslim)
(4) Dalam riwayat lainnya dari shahabat Jarir bin Abdullah ra: Ketika kami sedang duduk di samping Rasulullah saw, tiba-tiba beliau memandang bulan purnama, seraya bersabda: “Sesungguhnya kalian akan dapat melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini, dan kalian tidak berdesak-desakkan ketika melihat-Nya. Maka jika kalian mampu, janganlah kalian lalai untuk melakukan shalat sebelum terbit Matahari dan sebelum terbenam Matahari, yaitu shalat Asar dan Subuh”. Kemudian Jarir membaca firman Allah “Dan bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu sebelum terbit dan terbenam matahari”. (HR. Bukhari Muslim)
Yang diserupakan dalam hadits diatas adalah cara mereka yang mudah dan tidak berdesak-desakkan, bukan menyerupakan Allah dengan bulan. Berkata
Imam Abu Utsman ash-Shabuni: Yang diserupakan dalam hadits ini adalah “cara melihat” dengan “cara melihat”, bukan “yang dilihat” dengan yang
dilihat. (Aqidatus Salaf Ashabul Hadits, tahqiq Abul Yamin al-Manshuri, hal. 76)
Ibnu Abil ‘Izzi berkata dalam Syarh Aqidatu ath-Thahawiyah bahwa hadits-hadits tentang dilihatnya Allah pada hari kiamat telah diriwayatkan dari sekitar 30 orang shahabat. Barangsiapa yang meneliti seluruhnya, maka dia akan yakin bahwa Rasulullah saw benar-benar telah mengatakannya. (Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 189)
Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed
harus berusaha menjalani syarat-syarat yang telah Allah tetapkan dalam al-Qur’an yaitu mengerjakan amalan-amalan shalih dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Allah swt berfirman (yang artinya): Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan-Nya dalam beribadah kepada Rabb-nya. (QS al-Kahfi: 110)
Demikianlah, pertemuan dengan Allah kelak adalah satu hal yang harus diimani oleh setiap muslim. Namun yang sangat mengherankan, muncul orang-orang yang mengaku muslimin, tetapi mereka mengingkari pertemuan dengan Allah swt dan mengingkari akan dapat dilihatnya wajah Allah pada hari kiamat
dengan melakukan ta’wil-ta’wil yang batil terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits. Ini menunjukkan kalau mereka sama sekali tidak berharap bertemu Allah.
Adapun bagi ahlus sunnah wal jama’ah -pengikut para shahabat dan tabi’in dan atba’ut tabi’in-, mereka adalah orang-orang yang sangat meyakini akan adanya pertemuan dengan Allah dan berharap untuk diberikan kesempatan melihat wajah-Nya. Bukan hanya itu, bahkan sesungguhnya seluruh manusia kelak akan sangat mengharapkan untuk mendapatkan kesempatan memandang wajah Allah, karena hal itu merupakan satu kenikmatan. Namun orang- orang kafir akan terhalang untuk memandang wajah Allah, karena kekufuran mereka ketika masih hidup di dunia.
Allah swt berfirman (yang artinya): Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari Rabb mereka. (QS al-Muthaffifin: 15)
Berkata Imam Syafi’i Rahimahullah: Ketika mereka (orang-orang kafir –pent.) terhalang dari Allah karena kemurkaan-Nya, maka ini merupakan dalil
bahwa wali-wali yang dicintai-Nya akan melihat-Nya dalam keridlaan. (Syarh Aqidatu ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 191)
DALIL DALIL TENTANG AKAN DILIHATNYA WAJAH ALLAH*
Dalil-dalil yang menunjukkan akan dilihatnya wajah Allah oleh kaum mukminin di akhirat selain ayat-ayat di atas sangat banyak. Di antaranya:
(1) Firman Allah swt "Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (QS Yunus: 26)
Yang dimaksud dengan “tambahan” pada ayat di atas adalah memandang wajah Allah sebagaimana disebutkan dalam satu riwayat dari Shuhaib ra ketika
menafsirkan ayat di atas Rasulullah saw bersabda: Kemudian ketika penghuni surga telah masuk surga, Allah tabaraka wa ta’ala berfirman: “Apakah kalian menginginkan sesuatu tambahan?” Mereka menjawab: “Bukankan engkau telah memutihkan wajah-wajah kami, bukankah engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan Kau selamatkan kami dari api neraka?” Kemudian Allah menyingkapkan hijabnya, maka tidak ada
pemberian yang lebih mereka sukai daripada memandang wajah Allah Azza wa Jalla. (HR. Muslim)
(2) Demikian pula dalam surat al-Qiyamah, Allah sebutkan lebih tegas lagi tentang orang-orang yang beriman dengan wajah yang berseri-seri
memandang wajah Allah (yang artinya): Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabb-nyalah mereka melihat. (QS al-Qiyamah: 22-23)
Ayat ini dengan jelas sekali menunjukkan akan dilihatnya Allah. Namun, mereka yang menolak akan dapat dilihatnya Allah pada hari kiamat berkilah bahwa kata “nadhara” belum tentu bermakna “melihat”, tapi bisa juga mempunyai makna lain yaitu “menunggu”, “tafakkur” dan lain-lain. Bantahan terhadap mereka adalah bahwa memang kata “nadhara” dapat memiliki beberapa makna, tetapi kita dapat mengetahui makna yang dimaksud dengan memperhatikan “huruf bantu”nya.
1. Jika kata “nadhara” disebutkan tanpa huruf bantu, maka bermakna “menunggu”. Seperti ayat Allah "…Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahaya-mu… (QS al-Hadiid: 13)
2. Jika kata “nadhara” disebutkan dengan huruf bantu “fie”, maka bermakna tafakkur dan mengambil pelajaran. Seperti dalam firman-Nya "Apakah mereka tidak memperhatikan/tafakkur terhadap kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah…? (QS al-A’raaf: 185)
3. Adapun jika kata “nadhara” disebutkan dengan huruf bantu “ila”, maka maknanya adalah “melihat dengan mata”. Seperti ayat Allah: Lihatlah kepada buah-buahan di waktu pohonnya telah berbuah… (QS al-An’aam: 99)
Oleh karena itu dalam ayat di atas (surat al-Qiyamah), Allah swt dengan jelas mengatakan “ila rabbiha nadhirah”, yang berarti kata “nadhara” disebutkan dengan huruf bantu “ila” dan bermakna “melihat dengan mata kepala”. Apalagi disebutkan oleh Allah swt pelaku dari pekerjaan melihat di atas adalah “wajah-wajah mereka”. Maka tidak tepat kalau diartikan “wajah mereka menunggu” atau “wajah mereka bertafakkur”. Yang tepat adalah “wajah mereka melihat”, karena kemana mata memandang ke sana pulalah wajah menghadap. (Penjelasan lebih lengkap, baca Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 189-190)
Ini adalah bantahan buat mereka yang menyelewengkan makna nadhara pada makna-makna lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan lafadhnya, bahkan keluar dari kaidah bahasa arab. Takwil-takwil mereka yang rusak inilah yang telah menghancurkan agama dan dunia.
Berkata Ibnu Abil ‘Izzi: “Ta’wil yang merusak inilah yang telah menghancurkan dunia. Bahkan ini pulalah yang telah dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nashrani terhadap kitab-kitab mereka Taurat dan Injil. Dan Allah telah memperingatkan kita untuk jangan meniru mereka”. Beliau juga berkata: “Dan tidaklah memberontak kaum khawarij, tidaklah memisahkan diri kaum mu’tazilah, tidaklah rafidlah menjadi penentang, dan tidak pula berpecah umat menjadi 73 golongan kecuali karena ta’wil-ta’wil yang rusak tersebut”. (Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 189)
(3) Dalam riwayat lainnya dari Abu Hurairah ra disebutkan: Sesungguhnya manusia telah bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah! Adakah kami dapat melihat Rabb kami pada Hari Kiamat?” Rasulullah saw menjawab: “Adakah yang memudharatkan kalian jika kalian melihat bulan pada malam purnama”? Mereka menjawab: “Tidak, wahai Rasulullah!” Beliau bertanya lagi kepada mereka: “Adakah yang memudharatkan kalian jika kalian melihat matahari yang tidak dilindungi awan?” Mereka menjawab: “Tidak wahai Rasulullah!” Kemudian beliau saw bersabda: “Begitu juga kalian akan melihat-Nya…” (HR. Bukhari Muslim)
(4) Dalam riwayat lainnya dari shahabat Jarir bin Abdullah ra: Ketika kami sedang duduk di samping Rasulullah saw, tiba-tiba beliau memandang bulan purnama, seraya bersabda: “Sesungguhnya kalian akan dapat melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini, dan kalian tidak berdesak-desakkan ketika melihat-Nya. Maka jika kalian mampu, janganlah kalian lalai untuk melakukan shalat sebelum terbit Matahari dan sebelum terbenam Matahari, yaitu shalat Asar dan Subuh”. Kemudian Jarir membaca firman Allah “Dan bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu sebelum terbit dan terbenam matahari”. (HR. Bukhari Muslim)
Yang diserupakan dalam hadits diatas adalah cara mereka yang mudah dan tidak berdesak-desakkan, bukan menyerupakan Allah dengan bulan. Berkata
Imam Abu Utsman ash-Shabuni: Yang diserupakan dalam hadits ini adalah “cara melihat” dengan “cara melihat”, bukan “yang dilihat” dengan yang
dilihat. (Aqidatus Salaf Ashabul Hadits, tahqiq Abul Yamin al-Manshuri, hal. 76)
Ibnu Abil ‘Izzi berkata dalam Syarh Aqidatu ath-Thahawiyah bahwa hadits-hadits tentang dilihatnya Allah pada hari kiamat telah diriwayatkan dari sekitar 30 orang shahabat. Barangsiapa yang meneliti seluruhnya, maka dia akan yakin bahwa Rasulullah saw benar-benar telah mengatakannya. (Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 189)
Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed
Keagungan dan Kekuasaan Allah Ta’ala
Beberapa
dalil dari Al-Qur’an dan hadits menjelaskan tentang keagungan dan
kekuasaan Allah Ta’ala, dengan maksud untuk menunjukkan bahwa hanya
Allah saja Tuhan yang berhak dengan segala macam ibadah yang dilakukan
manusia dan hanya milik Allah segala sifat kesempurnaan dan kemuliaan.
Firman
Allah Ta’ala : “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan
yang sebenar-benarnya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada
hari Kiamat, dan semua langit digulung dengan Tangan Kanan-Nya. Maha
Suci dan Maha Tinggi Allah dari segala perbuatan syirik mereka.”
‘Ibnu
Mas’ud ra menuturkan: “Salah seorang pendeta Yahudi datang kepada
Rasulullah saw. dan berkata: “Wahai Muhammad! Sesungguhnya kami
menjumpai bahwa Allah akan meletakkan langit di atas satu jari,
pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di atas satu
jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari, maka Allah berfirman:
“Aku-lah Penguasa.” Tatkala mendengarnya, tersenyumlah Nabi saw.
sehingga tampak gigi-gigi beliau, karena membenarkan ucapan pendeta
Yahudi itu; kemudian beliau membacakan firman Allah:
“Dan mereka
tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya,
padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat…” dst.
“…gunung-gunung
dan pohon-pohon di atas satu jari, kemudian digoncangkan-Nya dan
berfirman: “Aku-lah Penguasa, Aku-lah Allah”. (HR Muslim)
“…meletakkan
semua langit di atas satu jari, serta tanah di atas satu jari, dan
seluruh makhluk di atas satu jari…” (HR Bukhari)
Dari
Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda:“Allah akan menggulung
seluruh lapisan langit pada hari kiamat lalu diambil dengan Tangan
Kanan-Nya, dan berfirman: “Aku-lah Penguasa; mana orang-orang yang
berlaku lalim, mana orang-orang yang berlaku sombong?” Kemudian Allah
menggulung ketujuh lapis bumi, lalu diambil dengan Tangan Kiri-Nya dan
berfirman: “Aku-lah Penguasa; mana orang-orang yang berlaku lalim, mana
orang-orang yang berlaku sombong?”. (HR Muslim)
Diriwayatkan
dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Langit tujuh dan bumi tujuh di Telapak
Tangan Allah Ar-Rahman, tiada lain hanyalah bagaikan sebutir biji sawi
yang diletakkan di tangan seseorang di antara kamu.”
Ibnu
Jarir berkata: “Yunus menuturkan kepadaku, dari Ibnu Wahb, dari Ibnu
Zaid, dari bapaknya , ia menuturkan: Rasulullah Saw bersabda:“Ketujuh
langit berada di Kursi, tiada lain hanyalah bagaikan tujuh keping dirham
yang diletakkan di atas perisai.”
Ibnu Jarir berkata pula: “Dan
Abu Dzar menuturkan: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:“Kursi itu
berada di ‘Arsy, tiada lain hanyalah bagaikan sebuah gelang besi yang
dicampakkan di tengah padang pasir.”
Diriwayatkan dari
Ibnu Mas’ud, bahwa ia menuturkan:“Antara langit yang paling bawah dengan
langit berikutnya jaraknya 500 tahun, dan diantara setiap langit
jaraknya 500 tahun; antara langit yang ketujuh dengan kursi jaraknya 500
tahun; dan antara kursi dan samudra air jaraknya 500 tahun; sedang
‘Arsy berada di atas samudra air itu; dan Allah berada di atas ‘Arsy
tersebut, tidak tersembunyi bagi Allah sesuatu apapun dari perbuatan
kamu sekalian.”
Dan diriwayatkan dengan lafadz seperti
ini oleh Al-Mas’udi dari ‘Ashim dari Abu Wa’il dari ‘Abdullah, demikian
dinyatakan Adz-Dzahaby ; lalu katanya: “Atsar tersebut diriwayatkan
melalui beberapa jalan.”
Al-’Abbas bin ‘Abdul
Muthallib menuturkan Rasulullah saw. bersabda:“Tahukah kamu sekalian
berapa jarak antara langit dengan bumi?”
Kami menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Beliau
bersabda: “Antara langit dan bumi jaraknya perjalanan 500 tahun, dan
antara satu langit ke langit lainnya jaraknya perjalanan 500 tahun,
sedang ketebalan masing-masing langit adalah perjalanan 500 tahun.
Antara langit yang ketujuh dengan ‘Arsy ada samudra, dan antara dasar
samudra itu dengan permukaannya seperti jarak antara langit dengan bumi.
Allah Ta’ala di atas itu semua dan tidak tersembunyi bagi-Nya sesuatu
apapun dari perbuatan anak keturunan Adam.”
Kandungan tulisan ini:
1.Tafsiran
ayat tersebut di atas. menunjukkan keagungan dan kebesaran Allah Ta’ala
dan kecilnya seluruh makhluk dibandingkan dengan-Nya; menunjukkan pula
bahwa siapa yang berbuat syirik, berarti tidak mengagungkan Allah dengan
pengagungan yang sebenar-benarnya.
2. Pengetahuan-pengetahuan
tentang sifat Allah Ta’ala, sebagaimana terkandung dalam hadits pertama,
masih dikenal di kalangan orang-orang Yahudi yang hidup pada zaman
Rasulullah saw. Mereka tidak mengingkarinya dan tidak menafsirkannya
dengan tafsiran yang menyimpang dari kebenaran.
3. Ketika pendeta
Yahudi itu menyebutkan pengetahuan tersebut kepada Nabi saw. beliau
membenarkannya dan turunlah ayat Al-Qur’an menegaskannya.
4. Rasulullah saw. tersenyum tatkala mendengar pengetahuan yang agung ini disebutkan oleh pendeta Yahudi.
5.
Disebutkan dengan tegas dalam hadits adanya dua tangan bagi Allah, dan
bahwa seluruh langit diletakkan di tangan kanan dan seluruh bumi
diletakkan di tangan yang lain pada hari Kiamat nanti.
6. Dinyatakan dalam hadits bahwa tangan yang lain itu disebut tangan kiri.
7. Disebutkan keadaan orang-orang yang berlaku lalim dan berlaku sombong pada hari Kiamat.
8.
Dijelaskan bahwa seluruh langit dan bumi di telapak tangan Allah
bagaikan sebutir biji sawi yang diletakkan di telapak tangan seseorang.
9. Besarnya kursi dibanding dengan langit.
10.Besarnya ‘Arsy dibandingkan dengan kursi.
11.‘Arsy bukanlah kursi, dan bukanlah samudra.
12.Jarak
antara langit yang satu dengan langit yang lain perjalanan 500 tahun.
Jarak antara langit yang ke tujuh dengan kursi perjalanan 500 tahun.
13,Dan jarak antara kursi dengan samudra perjalanan 500 tahun.
14.‘Arsy, sebagaimana dinyatakan dalam hadits, berada di atas samudra tersebut.
15.Allah ‘Azza wa Jalla berada di atas ‘Arsy.
16.Jarak antara langit dan bumi ini perjalanan 500 tahun.
17.Masing-masing langit tebalnya perjalanan 500 tahun.
18.Samudra
yang berada di atas seluruh langit itu, antara dasar dan permukaannya,
jauhnya perjalanan 500 tahun. Dan hanya Allah Ta’ala yang Maha
Mengetahui.
Segala puji hanya milik Allah Rabb sekalian
alam. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad saw, kepada keluarga dan para sahabatnya.
Dikutip dari buku: “Kitab Tauhid”
karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Betapa kecilnya kita dihadapan Allah
Setiap
kita pasti berharap masuk surga. Tak seorangpun yang menginginkan
mejadi penghuni neraka. Namun tahukan kita bahwa surga itu didapatkan
dengan kesungguhan dan siap menanggung beban berat. Sementara neraka
dimasuki dengan menuruti syahwat dan mengumbar maksiat.
Rasulullah
saw bersabda,:"Neraka diliputi oleh syahwat sedangkan surga diliputi
oleh sesuatu yang tidak disuka." (Muttafaq 'Alaih, lafaz milik
Al-Bukhari dari Abu Hurairah ra)
Lafaz hadits di atas
merupakan bagian dari Jawami' Kalim (kalimat ringkas yang penuh makna)
Nabi saw dalam mencela syahwat walau jiwa ini cenderung kepadanya, juga
dalam menganjurkan berbuat ketaatan walau jiwa ini tidak menyukainya
dan merasa berat menjalankannya. Di mana seseorang yang berkeinginan
masuk surga itu harus mampu menundukkan diri/jiwanya untuk menjalankan
beban syariat dari Allah dalam bentuk mengerjakan perintah atau
meninggalkan larangan-larangan dengan perkataan maupun perbuatan. Dan
maksud surga diliputi dengan makarih (sesuatu yang tak disuka) karena
beratnya beban yang harus ditanggung dan pelaksanaannya yang sulit,
bersabar atas musibah dan menerima keputusan Allah dengan lapang dada.
Sementara
untuk masuk neraka tidak demikian, ia bebas berbuat apa saja dan
menikmati dunia sekehendaknya tanpa memperhatikan larangan-larangan
syariat. Orang yang ingin masuk neraka juga tak perlu repot memenuhi
panggilan shalat, menunaikan zakat, dan puasa Ramadhan.Jika ingin
mabuk, maka ia mabuk. Jika ingin zina, maka ia berzina.Jika ingin
mencuri, ia mencuri, jika mau korupsi, ia korupsi. Tak perlu ia
memperhatikan perintah Allah dan tak perlu ia mengindahkan
larangan-Nya. Namun, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka yang siksanya
tak ada bandingnya..
Allah Ta’ala berfirman:"Maka orang kafir akan
dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air
yang sedang mendidih ke atas kepala mereka.” (QS. Al-Hajj: 19)
Para
penghuni neraka akan dikenakan untuk mereka pakaian dari aspal yang
lalu dibakar dengan api neraka . Tidak cukup itu saja, al-hamim (air
yang sedang mendidih dan sangat panas) akan disiramkan ke atas kepala
mereka, kita berlindung kepada Allah dari menjadi ahli neraka!
Kemudian
Allah melanjutkan, "Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang
ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka).” (QS. Al-Hajj: 20)
betapa dahsyatnya panas air tersebut. Saat disiramkan di atas kepala,
maka air tersebut akan menghancurkan isi perut; daging, lemak, dan
ususnya. Yakni isi perutnya meleleh karena panasnya air neraka yang
mendidih tersebut. Sehinggapun kulit mereka juga meleleh. Kita memohon
keselamatan kepada Allah dari beratnya siksa neraka.Selanjutnya Allah
berfirman,:"Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi.” (QS. Al-Hajj: 21)
Maqami’
itu semacam palu atau martil dari besi yang dipukulkan ke kepala
mereka. Maka ketika mereka hendak keluar dari neraka, dipukulkan
martil-martil tersebut di atas kepala mereka supaya siksa tidak terputus
dari mereka. “Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran
kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada
mereka dikatakan): "Rasailah adzab yang membakar ini".” (QS. Al-Hajj:
22). . . jika ingin masuk surga dan dijauhkan dari neraka maka
seseorang haruslah bersungguh-sungguh mengerjakan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Dan terkadang perintah-perintah tersebut bukan
sesuatu yang besar menurut kita. . .
Pada ringkasnya,
jika ingin masuk surga dan dijauhkan dari neraka maka seseorang
haruslah bersungguh-sungguh mengerjakan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya. Dan terkadang perintah-perintah tersebut bukan sesuatu
yang besar menurut kita. Tapi kalau itu perintah, maka kita tak boleh
meremehkannya, karena ia menjadi bagian dari sarana menuju surga.
Rasulullah saw bersabda,:"Surga itu lebih dekat kepada salah seorang
kalian daripada tali sandalnya, dan neraka juga demikian." (HR.
al-Bukhari)
Ibnu Baththal ra berkata, "Di dalamnya
(terdapat keterangan), ketaatan mengantarkan kepada surga dan maksiat
mendekatkan kepada neraka. Ketaatan dan kemaksiatan terkadang dalam
bentuk perkara yang sangat mudah. (Dinukil dari Fath al-Baari, terhadap
syarah hadits di atas)
Hal ini sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits lain, seseorang dimasukkan ke dalam surga
karena satu kalimat yang tak terlalu dianggap olehnya. Dan terkadang
satu kalimat yang tak disadari juga bisa menyebabkan seseorang masuk
neraka, padahal perkataan itu dianggap biasa saja. Rasulullah saw
bersabda,:"Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu
perkataan yang tidak terlalu dia pikirkan lalu Allah mengangkat
derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang
berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak
pernah dipikirkan bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam."
(HR. Bukhari)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw
bersabda,“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia
anggap itu tidaklah mengapa (tidak berdosa), padahal karena ucapan itu
dia dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun perjalanan.” (HR. Tirmidzi.
Beliau mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib)
Oleh
karenanya, seseorang tidak boleh meremehkan kebaikan sekecil apapun itu
untuk ia kerjakan. Dan juga tak boleh ia meremehkan keburukan sekecil
apapun itu untuk ia jauhi. Sebabnya, karena ia tidak tahu kebaikan
mana yang benar- benar dirahmati oleh Allah, juga keburukan mana yang
benar-benar membuat Allah murka kepadanya.
Terdapat
beberapa hadits lain yang menyebutkan beberapa amal ringan tapi menjadi
sebab Allah merahmatinya dan memasukkannya ke dalam surga. Sehingga
sekecil apapun amal yang sudah mampu kita tegakkan dan ada
kesempatannya, kita tidak meremehkannya.
Diriwayatkan dari Abu
Dzar ra ia berkata, Nabi saw bersabda kepadaku,:"Janganlah sekali-kali
kebaikan sekecil apapun itu, walau engkau bertemu saudaramu dengan
wajah berseri (menyenangkan)." (HR. Muslim)
Dari Abu
Hurairah ra Rasulullah saw bersabda,"Wahai wantia muslimah, janganlah
seorang tetangga menganggap remeh untuk berbagi dengan tetangganya
walaupun itu kikil kaki kambing." (HR. Muttafaq A'laih)
Syaih
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menerangkan maksud hadits di atas dalam
Syarah-nya terhadap Riyadhus Shalihin milik Imam Nawawi, "Maka dalam
hadits ini Rasulullah saw menganjurkan untuk memberi hadiah kepada
tetanga walaupun sedikit. . . Seolah beliau bersabda: Janganlah engkau
meremehkan kebaikan walau itu hanya sedikit." . . . sekecil apapun amal
yang sudah mampu kita tegakkan dan ada kesempatannya, kita tidak
meremehkannya. . .
Dikisahkan, ada seorang laki-laki
yang sangat kehausan dalam sebuah perjalanan. Lalu ia mendapati sebuah
sumur, ia turun ke dalamnya dan minum. Kemudian ia keluar, tiba-tiba ia
mendapatkan seekor anjing sangat kehausan sampai menjilati tanah yang
basah. Kemudian ia turun lagi ke dalam sumur dan memenuhi terompahnya
dengan air, lalu membawanya dengan menggigitnya sehingga ia sampai di
atas dan memberi minum anjing tersebut. Atas amalnya itu Allah
memujinya, mengampuni dosanya, dan memasukkannya ke dalam surga.
Mendengar penuturan Nabi saw tersebut para sahabat bertanya, "Ya
Rasulallah, apakah kita juga mendapat pahala dalam berbuat baik kepada
binatang?" Beliau menjawab, "Dalam (berbuat baik) kepada setiap makhluk
bernyawa itu ada pahala." (Muttafaq 'Alaih)
Jika
demikian besar pahala bagi yang berbuat baik terhadap anjing, lalu
bagaimana kalau itu terhadap sesama manusia? Tentu pahalanya lebih
besar. Maka jika Anda berbuat baik kepada sesama manusia, maka
pahalanya lebih besar dan lebih banyak. Oleh karena itu, Nabi saw
bersabda: Siapa yang memberi minum seorang muslim yang kehausan, Allah
akan memberikan minum baginya dari Rakhiqul Makhtum (khamar murni yang
dilak di surga).
Dari Abu Hurairah ra, berkata:
Rasulullah saw bersabda, "Saya telah melihat seseorang bersenang-senang
di surga karena memotong sebuah pohon yang mengganggu di jalanan kaum
muslimin." (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain, "Seseorang melewati
dahan pohon yang melintang di jalan, lalu ia berkata: Demi Allah saya
akan menyingkirkan dahan ini dari jalan supaya tidak mengganggu kaum
muslimin. Karena itu, ia dimasukkan ke surga."
Dari
Jabir, Rasulullah SAW bersabda, Tidak ada seorang muslim yang menanam
satu tanaman kecuali yang dimakan termasuk shadaqah, yang dicuri
termasuk sedekah, dan tiada diambil oleh seorangpun kecuali menjadi
shadaqah baginya." (HR. Muslim)
Ini merupakan anjuran
bagi seorang muslim untuk memberikan manfaat bagi orang lain dan supaya
tidak berat untuk melakukan kebaikan walaupun sedikit, seperti menanam
satu tanaman. Ini akan menjadi shadaqah jariyah baginya yang pahalanya
akan terus mengalir kepadanya saat ia sudah meninggal dunia.
Dan
masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan tentang amal-amal
kecil di mata manusia, tapi kemudian Allah memujinya, mengampuni
dosanya, serta merahmati pelakunya karena sebab amal kecil itu hingga ia
dimasukkan ke dalam surga. Sesungguhnya kita tidak tahu amal mana dari
amal-amal shalih kita yang dirahmati oleh Allah Ta'ala, boleh jadi
amal tersebut bukan yang dianggap besar oleh kebanyakan manusia.
Karenanya, jangan remehkan amal kebaikan sekecil apapun itu. Wallahu
Ta'ala A'lam.
Oleh: Badrul Tamam..
YANG DIBENCI DAN DI CINTAI ALLAH
Dengan
kebesarannya Allah menurunkan petunjuknya yang terkandung dalam kitab
suci Al-quran yang diturunkan melalui nabi besar Muhammad saw. dengan
adil dan bijaksana Allah menuntun kita untuk menjalani hidup dengan
lebih baik dan beradap. banyak sekali larangan larangan yang sudah
jelas jelas dilarang oleh allah dan banyak pula contoh contoh kehidupan
yang diijinkan oleh Allah yang terkandung dalam ayat ayat Al-quran.
Allah
sangat membenci umatnya yang berani melanggar larangannya. Namanya
larangan adalah dilarang, harus dihindari atau dijauhi. bukan untuk
dilanggar atau dicoba-coba. Allah tentu memiliki alasan kenapa dilarang
atau diperbolehkan. tidak baik bagi kesehatan, kesehatan jasmani atau
kesehatan rokhani, tidak baik bagi lingkungan dll.
Akibatnya
murka Allah yang datang bila kita berani berani menentang atau
melanggar larangan Allah. murka bisa datang sebagai penyakit, bencana,
kesulitan dan adzab dialam akhirat nanti dll.
Dari Abu Hurairah
ra. bahwasanya Rasulullah saw bersabda:“Apabila Allah mencintai seorang
hamba, maka Allah memanggil Jibril: “Sesungguhnya Aku mencintai si Fulan
maka cintailah ia”. Beliau saw bersabda, maka Jibril mencintainya.
kemudian Jibril memanggil terhadap penghuni langit, “Sesungguhnya Allah
mencintai si Fulan maka cintailah ia”, maka penghuni langit
mencintainya, kemudian turunlah kecintaan baginya oleh penduduk bumi.
itulah firman Allah.: ” INNALLADZIINA AAMANUU WA ‘AMILUSH SHAALIHAATI
SAYAJ’ALU LAHUMURRAHMAANU WUDDAA” (sesunggunya orang orang yang beriman
dan beramal saleh, Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati
mereka rasa kasih sayang)
Apabila Allah membenci
seseorang hamba maka Allah memanggil Jibril : “Sesungguhnya Aku membenci
Fulan dan dikumandangkan panggilan di langit, kemudian turunlah
kebencian terhadapnya oleh penduduk bumi”. sama seperti kita, misal
kita membuat peraturan dalam sebuah keluarga, lingkungan atau negara.
bila ternyata ada yang melanggar tentu kita sebagai manusia yang
memiliki naluri dan nafsu tentu akan marah, tersinggung, atau membenci
terhadap aksi pelanggaran tersebut.
Begitu pula
sebaliknya. apa yang kita peroleh ketika menjalankan perintahAllah untuk
menjauhi larangannya dan menjalankan perintahnya?.
Insya-Allah,
Allah akan lebih menyukai orang orang tersebut. berbagai kemudahan
diberikan, ditunjukkan jalan yang benar, jalan yang lurus, jalan yang
diridloi allah swt. diberikannya rizki yang barokah dan iman serta
taqwa. dilindungi dari bencana segala mala petaka. diberikannya
kemudahan dan kenikmatan selama hidup didunia. kemudahan dengan
dimudahkan kita untuk melaksanakan ibadah dankenikmatan untuk bisa
merasakan nikmatnya hidup didunia ini.
Banyak orang
merasakan susahnya untuk berjumpa allah, susahnya untuk mencapai
tingkat kusyuk, susahnya untuk berangkat ketempat ibadah. dan kenikmatan
jangan selalu diukur dengan materi, padahal masih banyak kenikmatan
kenikmatan lainnya yang telah diberikan oleh allah kepada kita yang
tidak pernah kita syukuri selama kita hidup didunia ini…..
Disamping
itu Allah telah menjadikan pahala pahala bagi siapa saja yang taatdan
tunduk dengan perintah allah. nanti dialam akhirat pahala pahala
tersebut akan ditimbang, berat mana antara amal perbuatan baik kita atau
amal buruk kita.
Dalam Hadits lain : "Apabila hambaku bermaksud
pada kebaikan maka catatlah sebagai satu kebaikan. Jika ia
melakukannya maka catatlah sepuluh lipat baginya. Apabila ia bermaksud
pada keburukan maka jangan kamu mencatatnya, jika ia melakukannya maka
catatlah serupa itu".....Wallahu 'alam bishawab.... Aamiin ya Robbal
'alamiin
SEBUTIR MUTIARA EINDAH WANITA SHOLEHAH
INDAHNYA CINTA BERSAMA ALLAH SWT.Tak
ada yang sanggup membayangkan betapa indahnya cinta bersama Sang
Penciptacinta itu sendiri, yakni Allah. Tetapi sungguh tiada kan dapat
terungkapkandengan semua kata dan bahasa yang ada di bumi ini, andai
seseorang sudah dapatmerasakan manisnya cinta Illahi, karena nikmat-Nya
tak akan bisa terhitungmeski semua pohon menjadi pena dan air samudera
dijadikan tintanya, sertahamparan luasnya langit dijadikan kertasnya.
Sungguh, takkan bisa tertuliskandan tak bisa terungkapkan, namun hanya
bisa dirasakan. Juga tak semua orangbisa merasakan cinta tersebut, andai
mereka tidak menginginkannya sama sekali.
Ah ....... barangkali kita dapat merasakannya andai kita dapat menyadari betapaMaha Pengasih dan Maha Penyayangnya Allah. kepada kita. Coba kita pikirkansegala kenikmatan yang Allah Swt. berikan kepada kita, pikirkan apa yang telahAllah Swt. berikan, dari mulai penciptaan diri kita hingga pengaturan segalaamal serta kejadian yang bakal dialami dan pengaturan rezeki yang meski kitanikmati. Sungguh, betapa tidak berdayanya kita tanpa cinta-Nya, betapa hampadan keringnya hati kita tanpa oase dari lautan kasih sayang-Nya. Cobalah kitarenungkan barang sejenak saja, renungkan apa yang telah Allah Swt. berikan padakita. Alangkah egoisnya andai kita tidak menganggap bahwa ini adalah bagiandari cinta Allah kepada kita.
Sebagai manusia, kita adalah makhluk yang istimewa dalam pandangan Allah. Kitaadalah makhluk yang mulia dibandingkan seluruh makhluk yang Allah Swt. ciptakandi dunia ini. Akankah kita melewatkan begitu saja penghormatan dari Allah Swt.ini kepada kita?, akankah kita melupakan kemuliaan yang Allah Swt. berikankepada kita ini? Sungguh ironi sekali ......
Manusia tempatnya salah dan benar. Dikala kita berbuat salah, dengan sifatGhafurnya Allah. selalu membukakan pintu maaf-Nya untuk kita, walau dosa kitasudah sebanyak buih di lautan sekalipun, kalau kita memohon ampunan-Nya AllahMaha Pengampun segala dosa hamba-Nya, kecuali syirik. Dikala kita berbuatkebajikan, maka Allah melipatgandakan pahala kebaikan itu untuk kita, bahkanhanya berniat ingin melakukan kebaikan saja, Allah telah mencatatnya sebagaikebaikan dengan lipat ganda pahala yang tak terkira. Sungguh, sampai disiniapakah kita masih belum bisa merasakan kebesaran cinta Allah. pada kita?
Di Akhirat nanti, hanya ada dua tempat akhir, yakni surga dan neraka. Untukhamba-hamba Allah Swt yang selalu mencintai dan di cintai-Nya, sudah pastitempat akhirnya adalah surga dengan berjuta nikmat yang belum pernah terlihatmata, terdengar oleh telinga, dan terasa oleh seluruh panca indera. Sungguhnikmat yang begitu besar dan betapa bodohnya andai kita melewatkannya begitusaja. Sementara untuk hamba-hamba-Nya yang ingkar dan membangkang padaaturan-Nya, maka sudah pasti tempat akhirnya adalah neraka dengan berjutapenderitaan dan siksaan yang begitu dahsyat, belum pernah terlihat pandanganmata, belum terdengar oleh telinga dan belum pernah ada yang merasakanpenderitaan.
Namun bagi sebagian para penghuni neraka, Allah Swt masih memberikan cinta-Nyakepada mereka. Hal ini terbukti ketika Allah Swt. memerintahkan kepada malaikatMalik untuk mencari hamba-Nya yang di dalam hatinya teselip keimanan walauhanya sebesar partikel, untuk diangkat kemudian di masukan ke dalam surga.Sungguh wahai sahabat-sahabatku, apakah masih belum bisa merasakan cinta Allahsampai sini?
Sungguh, ada kenikmatan tertinggi yang Allah Swt. janjikan bagi hamba-Nya yangberiman dan bertaqwa, yakni kenikmatan memandang wajah-Nya dan kenikmatan biasbertemu dengan-Nya dalam naungan cinta dan keridhaan-Nya. Sungguh, apakah kitasama sekali masih belum merasakan nikmat yang begitu dahsyat yang Allah berikanpada kita? Barangkali ada yang salah pada diri kita kalau kita masih belummampu merasakan cinta Allah sampai sini.
Sahabat-sahabatku, sudah saatnya kita merenungkan hal ini. Betapa egoisnya kitaandai kita menikmati karunia Allah Swt. yang terlimpahkan kepada kita,sementara kita membangkang dan meninggalkan perintah-Nya. Makhluk macam apakita ini kalau hal itu sampai terjadi. Sungguh, sebagai manusia, kita sudah dimuliakan oleh Allah Swt. dibandingkan dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain,apakah kita akan menghinakan diri kita atau melewatkan kemuliaan yang AllahSwt. berikan kepada kita dengan maksiat dan kehinaan yang Allah melarangnyakarena bisa merugikan kita? Sungguh, dalam larangan Allah Swt. ini masih adacinta-Nya juga, yakni apa yang Allah Swt. perintahkan kepada kita untukdikerjakan, semata hal itu demi kebaikan kita dan memuliakan kita, dan apa yangAllah melarangnya untuk kita kerjakan, maka hal itu semata agar kita selamatdari marabahaya dan kehinaan yang akan timbul pada kita karena mengerjakannya.
Sudah Saatnyalah kita kembali kepada Allah, kembali merenungkan dan menyadarikekeliruan kita selama ini. Wahai sahabat-sahabatku tercinta. baginda RasulullahSAW besabda bahwa kiamat itu sudah dekat, barangkali kita saat ini sudah ada diakhir zaman yang paling akhir. Tanda-tanda kiamat akan segera datang sudahjelas dapat terbaca andai kita bisa merenungkannya. Namun sampai saat ini,Allah Swt. masih melimpahkan cinta-Nya kepada kita. Kiamat tidak akan segeraditimpakan selama di muka bumi ini masih ada sebagian kecil orang yang masihberiman dan bertaqwa kepada-Nya. Sungguh, apakah kita akan melewatkan begitusaja cinta Allah Swt yang melimpah ruah kepada kita?
Sekali lagi, sudah saatnya kita kembali kepada Allah Swt., Sudah saatnya kitamenyambut cinta dan kasih sayang-Nya dengan penuh rasa tulus dan ikhlas demicinta kita kepada Allah Swt. Sangat ironi sekali andai kita tidak berusahamembalas cinta Allah Swt. kepada kita, walau secara nyata kita tidak kan mampumembalasnya. Akan tetapi kita masih ada kesempatan untuk bertobat kepada-Nya,bertobat dari kelalaian kita selama mengemban amanah berupa hayat. Marilahwahai sahabat-sahabatku tercinta, saat ini kita masih bisa bernafas denganlega, masih bisa berpikir dengan jernih, mari kita sama-sama kembali kepada-Nyadengan berusaha taat kepada perintah-Nya dan berusaha menjauhi larangan-Nya.Mati kita sambut cinta dan kasih sayang-Nya dengan menjadi bagian dari suatukaum yang mencintai dan di cintai Allah. Ingatlah wahai sahabat, cinta Allahitu sangatlah dekat, lebih dekat dari urat nadi kita, syukurilah ....
"Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtaddari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allahmencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembutterhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang -orang kafir,yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yangsuka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yangdikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui". (Al-maidah: 54)
>"Tidakkah kita menginginkan menjadi bagian dari kaum ini yang dicintai danmencintai Allah Swt? Maha Suci Allah. Yang Cinta-Nya selalu mendahuluiKemarahan-Nya "
Wallahu'alam ...
Dicatat oleh DeQnios Neil di 8:28 PG Tidak ada ulasan: Tautan pada catatan ini
Reaksi:
Ah ....... barangkali kita dapat merasakannya andai kita dapat menyadari betapaMaha Pengasih dan Maha Penyayangnya Allah. kepada kita. Coba kita pikirkansegala kenikmatan yang Allah Swt. berikan kepada kita, pikirkan apa yang telahAllah Swt. berikan, dari mulai penciptaan diri kita hingga pengaturan segalaamal serta kejadian yang bakal dialami dan pengaturan rezeki yang meski kitanikmati. Sungguh, betapa tidak berdayanya kita tanpa cinta-Nya, betapa hampadan keringnya hati kita tanpa oase dari lautan kasih sayang-Nya. Cobalah kitarenungkan barang sejenak saja, renungkan apa yang telah Allah Swt. berikan padakita. Alangkah egoisnya andai kita tidak menganggap bahwa ini adalah bagiandari cinta Allah kepada kita.
Sebagai manusia, kita adalah makhluk yang istimewa dalam pandangan Allah. Kitaadalah makhluk yang mulia dibandingkan seluruh makhluk yang Allah Swt. ciptakandi dunia ini. Akankah kita melewatkan begitu saja penghormatan dari Allah Swt.ini kepada kita?, akankah kita melupakan kemuliaan yang Allah Swt. berikankepada kita ini? Sungguh ironi sekali ......
Manusia tempatnya salah dan benar. Dikala kita berbuat salah, dengan sifatGhafurnya Allah. selalu membukakan pintu maaf-Nya untuk kita, walau dosa kitasudah sebanyak buih di lautan sekalipun, kalau kita memohon ampunan-Nya AllahMaha Pengampun segala dosa hamba-Nya, kecuali syirik. Dikala kita berbuatkebajikan, maka Allah melipatgandakan pahala kebaikan itu untuk kita, bahkanhanya berniat ingin melakukan kebaikan saja, Allah telah mencatatnya sebagaikebaikan dengan lipat ganda pahala yang tak terkira. Sungguh, sampai disiniapakah kita masih belum bisa merasakan kebesaran cinta Allah. pada kita?
Di Akhirat nanti, hanya ada dua tempat akhir, yakni surga dan neraka. Untukhamba-hamba Allah Swt yang selalu mencintai dan di cintai-Nya, sudah pastitempat akhirnya adalah surga dengan berjuta nikmat yang belum pernah terlihatmata, terdengar oleh telinga, dan terasa oleh seluruh panca indera. Sungguhnikmat yang begitu besar dan betapa bodohnya andai kita melewatkannya begitusaja. Sementara untuk hamba-hamba-Nya yang ingkar dan membangkang padaaturan-Nya, maka sudah pasti tempat akhirnya adalah neraka dengan berjutapenderitaan dan siksaan yang begitu dahsyat, belum pernah terlihat pandanganmata, belum terdengar oleh telinga dan belum pernah ada yang merasakanpenderitaan.
Namun bagi sebagian para penghuni neraka, Allah Swt masih memberikan cinta-Nyakepada mereka. Hal ini terbukti ketika Allah Swt. memerintahkan kepada malaikatMalik untuk mencari hamba-Nya yang di dalam hatinya teselip keimanan walauhanya sebesar partikel, untuk diangkat kemudian di masukan ke dalam surga.Sungguh wahai sahabat-sahabatku, apakah masih belum bisa merasakan cinta Allahsampai sini?
Sungguh, ada kenikmatan tertinggi yang Allah Swt. janjikan bagi hamba-Nya yangberiman dan bertaqwa, yakni kenikmatan memandang wajah-Nya dan kenikmatan biasbertemu dengan-Nya dalam naungan cinta dan keridhaan-Nya. Sungguh, apakah kitasama sekali masih belum merasakan nikmat yang begitu dahsyat yang Allah berikanpada kita? Barangkali ada yang salah pada diri kita kalau kita masih belummampu merasakan cinta Allah sampai sini.
Sahabat-sahabatku, sudah saatnya kita merenungkan hal ini. Betapa egoisnya kitaandai kita menikmati karunia Allah Swt. yang terlimpahkan kepada kita,sementara kita membangkang dan meninggalkan perintah-Nya. Makhluk macam apakita ini kalau hal itu sampai terjadi. Sungguh, sebagai manusia, kita sudah dimuliakan oleh Allah Swt. dibandingkan dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain,apakah kita akan menghinakan diri kita atau melewatkan kemuliaan yang AllahSwt. berikan kepada kita dengan maksiat dan kehinaan yang Allah melarangnyakarena bisa merugikan kita? Sungguh, dalam larangan Allah Swt. ini masih adacinta-Nya juga, yakni apa yang Allah Swt. perintahkan kepada kita untukdikerjakan, semata hal itu demi kebaikan kita dan memuliakan kita, dan apa yangAllah melarangnya untuk kita kerjakan, maka hal itu semata agar kita selamatdari marabahaya dan kehinaan yang akan timbul pada kita karena mengerjakannya.
Sudah Saatnyalah kita kembali kepada Allah, kembali merenungkan dan menyadarikekeliruan kita selama ini. Wahai sahabat-sahabatku tercinta. baginda RasulullahSAW besabda bahwa kiamat itu sudah dekat, barangkali kita saat ini sudah ada diakhir zaman yang paling akhir. Tanda-tanda kiamat akan segera datang sudahjelas dapat terbaca andai kita bisa merenungkannya. Namun sampai saat ini,Allah Swt. masih melimpahkan cinta-Nya kepada kita. Kiamat tidak akan segeraditimpakan selama di muka bumi ini masih ada sebagian kecil orang yang masihberiman dan bertaqwa kepada-Nya. Sungguh, apakah kita akan melewatkan begitusaja cinta Allah Swt yang melimpah ruah kepada kita?
Sekali lagi, sudah saatnya kita kembali kepada Allah Swt., Sudah saatnya kitamenyambut cinta dan kasih sayang-Nya dengan penuh rasa tulus dan ikhlas demicinta kita kepada Allah Swt. Sangat ironi sekali andai kita tidak berusahamembalas cinta Allah Swt. kepada kita, walau secara nyata kita tidak kan mampumembalasnya. Akan tetapi kita masih ada kesempatan untuk bertobat kepada-Nya,bertobat dari kelalaian kita selama mengemban amanah berupa hayat. Marilahwahai sahabat-sahabatku tercinta, saat ini kita masih bisa bernafas denganlega, masih bisa berpikir dengan jernih, mari kita sama-sama kembali kepada-Nyadengan berusaha taat kepada perintah-Nya dan berusaha menjauhi larangan-Nya.Mati kita sambut cinta dan kasih sayang-Nya dengan menjadi bagian dari suatukaum yang mencintai dan di cintai Allah. Ingatlah wahai sahabat, cinta Allahitu sangatlah dekat, lebih dekat dari urat nadi kita, syukurilah ....
"Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtaddari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allahmencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembutterhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang -orang kafir,yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yangsuka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yangdikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui". (Al-maidah: 54)
>"Tidakkah kita menginginkan menjadi bagian dari kaum ini yang dicintai danmencintai Allah Swt? Maha Suci Allah. Yang Cinta-Nya selalu mendahuluiKemarahan-Nya "
Wallahu'alam ...
Dicatat oleh DeQnios Neil di 8:28 PG Tidak ada ulasan: Tautan pada catatan ini
Reaksi:
Tingkat Keyakinan dan Kepastian Kepada Tuhan
Para utusan Tuhan telah menegaskan keyakinan mereka kepada Tuhan. Begitu juga dengan orang-orang suci. Orang-orang beriman awam pun tampaknya juga cukup yakin tentang kayakinan mereka. Disisi lain dari kalangan agnostik mereka mengakui dengan terus terang bahwa mereka tidak tahu apakah Tuhan itu ada atau tidak, sementara orang-orang ateis sama sekali menyangkal keberadaan Tuhan. Jadi ada semua spektrum dari orang-orang yang mewakili berbagai tingkat iman dan kepastian mengenai eksistensi Tuhan. Relevansi masalah kepastian yang berkaitan dengan Tuhan ini adalah pada kenyataan bahwa tingkat kepastian tersebut berpengaruh besar, baik terhadap standar ibadah kita maupun perilaku kita dalam cara yang sangat mendalam.
Kepastian mengenai entitas apapun, baik itu
wujud Tuhan maupun keberadaan suatu benda, dimulai dari tingkat deduksi
logis. Tingkat berikutnya adalah persepsi langsung. Selanjutnya tingkat
yang lebih jauh yaitu tingkat keterlibatan personal secara komplit.
Ilmul-Yaqiin
Pikiran manusia dibekali dengan fakultas (kemampuan) untuk menarik kesimpulan logis dengan menerapkan rasionalitas terhadap informasi yang tersedia dan fakta yang pasti. Dengan kemampuan ini, pikiran manusia dapat menarik kesimpulan yang logis yang dapat diterima. Sebuah peribahasa umum yang berbunyi 'dimana ada asap disana ada api', merangkum semua pemikiran ini. Pengetahuan tentang eksistensi, bentuk dan sifat dari api yang sudah ada dalam diri seseorang, akan menjadikannya mampu untuk menyimpulkan bahwa adanya api tersebut karena telah melihat ciri atau tandanya - asap adalah salah satunya. Kesaksian adanya asap akan mengarahkan setiap pikiran rasional untuk menyimpulkan adanya api, karena pengetahuan umum; 'dimana ada asap disitu ada api'. Mereka yang yang mengetahui api menghasilkan asap akan membuat kesimpulan akan adanya api ketika ia melihat asap. Oleh karena itu prasyarat untuk tingkat kepastian ini adalah 'ilmu/pengetahuan'. Istilah Bahasa Arab untuk 'ilmu' adalah 'ilm dan Bahasa Arab untuk 'kepastian' adalah 'yaqiin'. Dengan demikian istilah Arab yang digunakan oleh Al-Qur'an untuk kepastian yang berdasarkan pengetahuan adalah 'ilmul-yaqiin.
Pikiran manusia dibekali dengan fakultas (kemampuan) untuk menarik kesimpulan logis dengan menerapkan rasionalitas terhadap informasi yang tersedia dan fakta yang pasti. Dengan kemampuan ini, pikiran manusia dapat menarik kesimpulan yang logis yang dapat diterima. Sebuah peribahasa umum yang berbunyi 'dimana ada asap disana ada api', merangkum semua pemikiran ini. Pengetahuan tentang eksistensi, bentuk dan sifat dari api yang sudah ada dalam diri seseorang, akan menjadikannya mampu untuk menyimpulkan bahwa adanya api tersebut karena telah melihat ciri atau tandanya - asap adalah salah satunya. Kesaksian adanya asap akan mengarahkan setiap pikiran rasional untuk menyimpulkan adanya api, karena pengetahuan umum; 'dimana ada asap disitu ada api'. Mereka yang yang mengetahui api menghasilkan asap akan membuat kesimpulan akan adanya api ketika ia melihat asap. Oleh karena itu prasyarat untuk tingkat kepastian ini adalah 'ilmu/pengetahuan'. Istilah Bahasa Arab untuk 'ilmu' adalah 'ilm dan Bahasa Arab untuk 'kepastian' adalah 'yaqiin'. Dengan demikian istilah Arab yang digunakan oleh Al-Qur'an untuk kepastian yang berdasarkan pengetahuan adalah 'ilmul-yaqiin.
Kita baca dalam Al-Qur'an "Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui hakikat itu dengan ilmu yakin.(102:5). Pada tingkat ilmul-yaqiin,
orang beriman dan para pencari Tuhan yakin kepada Tuhan bukan karena
merasakan langsung wujud-Nya, namun berdasarkan deduksi dari fakta-fakta
yang terletak dalam batas-batas pengetahuannya. Pada dasarnya ia
percaya pada hal ghaib yang dalam istilahnya adalah 'imaan bil Ghaib,
yang berarti 'percaya pada yang ghaib'. Meskipun para pencari Tuhan
belum merasakan keberadaan Tuhan; gambaran Tuhan dalam hatinya yang
membuatnya gelisah, banyaknya kesaksian yang meyakinkan tentangke
beradaan Tuhan yang diberikan oleh banyak orang yang jujur dan suci,
keberadaan dan kesempurnaan tertib alam semesta, penerimaan doa-doanya
di saat-saat kesusahan dan transfer ilmu yang bersifat ghaib dari sumber
Yang Maha Ghaib kepada manusia seperti dirinya, membawanya kepada
kesimpulan akan keberadaan Tuhan. Ia memang belum melihat api itu
sendiri, tetapi setelah menyaksikan asap, ia berkesimpulan bahwa api
memang harus ada.
'Ainul-Yaqiin
Dari peribahasa umum 'dimana ada asap disitu ada api', tingkat pengetahuan yang lebih tinggi akan keberadaan api akan semakin dimengerti dengan cara pengamatan langsung. Pada tingkat kepastian ini dilakukan dengan persepsi langsung bukan dengan deduksi logis. Setelah seseorang telah benar-benar melihat nyala api, ia sudah tidak lagi bergantung pada penyimpulan keberadaan api dari asap yang dihasilkan. Dia sekarang telah melihat api secara langsung. Asap mungkin masih ada, tetapi tidak lagi digunakan sebagai bukti dari keberadaan api. Istilah bahasa Arab untuk 'melihat' adalah 'ain, karenanya Bahasa Arab untuk 'kepastian berdasarkan pengataman/kesaksian' adalah 'ainul-yaqiin.
Dari peribahasa umum 'dimana ada asap disitu ada api', tingkat pengetahuan yang lebih tinggi akan keberadaan api akan semakin dimengerti dengan cara pengamatan langsung. Pada tingkat kepastian ini dilakukan dengan persepsi langsung bukan dengan deduksi logis. Setelah seseorang telah benar-benar melihat nyala api, ia sudah tidak lagi bergantung pada penyimpulan keberadaan api dari asap yang dihasilkan. Dia sekarang telah melihat api secara langsung. Asap mungkin masih ada, tetapi tidak lagi digunakan sebagai bukti dari keberadaan api. Istilah bahasa Arab untuk 'melihat' adalah 'ain, karenanya Bahasa Arab untuk 'kepastian berdasarkan pengataman/kesaksian' adalah 'ainul-yaqiin.
Kita baca dalam Al-Qur'an "..Kemudian kamu pasti akan melihatnya dengan mata yakin." (102: 8) Ayat ini menarik perhatian kita pada fakta bahwa pada tingkat ainul-yaqiin,
seorang beriman yakin kepada Tuhan dengan cara apa yang secara kiasan
disebut dengan 'melihat secara langsung' (direct perception)" penampakan
Tuhan. Bagi manusia, yang indera fisiknya hanya menanggapi stimulus
materi, menyaksikan penampakan Tuhan jelas bukan dalam arti pertemuan
fisik dengan wujud Tuhan. Menyaksikan Penampakan Tuhan hanya dapat
berarti menjadi saksi akan manifestasi Keilahian-Nya yang nampak dengan
jelas. Masifestasi tersebut meliputi penerimaan ajaib dari doa-doanya
dan 'penyatuan ilahiah'. Doa-doa orang beriman mulai menemukan
pengabulan yang berlimpah. Ketika ia berdoa untuk sesuatu, ia menemukan
limpahan karunia Ilahi mengarah pada doanya. Ia juga mulai mendapatkan
mimpi yang benar, mimpi yang benar-benar tergenapi, serta kasyaf-kasyaf
(visions) dan wahyu dengan kata-kata langsung dalam keadaan terjaga.
Ketika perjumpaan tersebut menjadi sering dan berkali-kali, jiwa manusia
kemudian secara kiasan telah menjadi 'wajah spiritual Tuhan'. Oleh
karena itu pada tingkat kepastian ini, orang beriman tidak lagi
bergantung pada kesimpulan logis mengenai keberadaan Tuhan. Pada tingkat
ini, seolah-olah ia telah melihat sendiri Tuhan dengan mata kepalanya
sendiri. Meskipun keadaan 'iman bil ghaib' terus berlaku, orang beriman
menjadi lebih dekat lagi dengan dunia ghaib daripada ketika ia berada
pada tingkat ilmul-yakiin.
Kembali pada analogi nyala api, kita dapat memahami bahwa pada tingkat ilmu-yaqiin
para pencari akhirnya melihat api. Logika dari peribahasa 'dimana ada
asap ada api' pada tingkat ini sedikit berelevansi dengan aksioma. Para
pencari Tuhan pada titik ini, dalam arti kiasan telah melihat Tuhan.
Haqqul-Yaqiin
Melanjutkan analogi perjalanan manusia menuju nyala api, dan kepastiannya yang meningkat secara bertahap tentang keberadaan api; sekarang kita melanjutkan untuk membahas tingkat kepastian tertinggi yang manusia bisa capai, baik itu berkaitan dengan nyala api dari skenariao yang sedang dibahas maupun tentang keberadaan Wujud Tuhan. Ketika seseorang yang mencari api telah menyaksikan api, ia telah mencapai tingkat persepsi yang melibatkan salah satu dari lima inderanya, dalam hal ini penglihatan. Dengan demikian tingkat pengetahuan yang lebih tinggi secara logis akan melibatkan persepsi melalui semua inderanya. Ini bukan berarti bahwa pencari api harus membakar dirinya menjadi abu untuk mencapai tingkat pengetahuan ini, tetapi untuk menunjukkan bahwa pada tingkat pengetahuan yang paling tinggi memang akan mengerahkan semua panca indera.
Melanjutkan analogi perjalanan manusia menuju nyala api, dan kepastiannya yang meningkat secara bertahap tentang keberadaan api; sekarang kita melanjutkan untuk membahas tingkat kepastian tertinggi yang manusia bisa capai, baik itu berkaitan dengan nyala api dari skenariao yang sedang dibahas maupun tentang keberadaan Wujud Tuhan. Ketika seseorang yang mencari api telah menyaksikan api, ia telah mencapai tingkat persepsi yang melibatkan salah satu dari lima inderanya, dalam hal ini penglihatan. Dengan demikian tingkat pengetahuan yang lebih tinggi secara logis akan melibatkan persepsi melalui semua inderanya. Ini bukan berarti bahwa pencari api harus membakar dirinya menjadi abu untuk mencapai tingkat pengetahuan ini, tetapi untuk menunjukkan bahwa pada tingkat pengetahuan yang paling tinggi memang akan mengerahkan semua panca indera.
Mari kita asumsikan bahwa sosok protagonis kita
yang terus berjalan ke arah api, yang mana ia telah menyaksikan sendiri
dengan matanya, dan pada akhirnya ia memasukkan dirinya sendiri ke dalam
nyala api tersebut. Pada titik ini ia telah merasakan sifat dari api
dengan sarana tidak hanya oleh satu melainkan semua akal sehatnya.
Menerapkan analogi ini kepada para pencari Tuhan, kita dapat
menjelaskannya bahwa ketika para pencari mempersepsikan Sifat-Sifat
Allah, melalui keterlibatan maksimal akal sehatnya, baik jasmani maupun
rohani, saat itulah ia telah mencapai tingkat kepastian tertinggi
mengenai Tuhan. Hal ini kemudian dapat dikatakan bahwa ia telah mencapai
tingkat Haqqul Yaqiin. Bahasa Arab untuk "kebenaran mutlak" (absolute truth) adalah Haqq. sedangkan bahwa Arab untuk kepastian seperti yang telah kita bahas adalah Yaqiin. Oleh karena itu istilah Haqqul Yaqiin menunjukkan tingkat kepastian yang sempurna tentang Tuhan.
Kita
baca dalam Al-Qur'an, "..Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah
suatu keyakinan yang benar. (56:95) Pada tahap ini orang beriman yakin
kepada Tuhan karena ia telah merasakan sifat-sifat Tuhan secara lebih
lengkap, seolah-olah semua cara persepsi yang tersedia baginya telah
sampai pada hubungan langsung dengan Keindahan dan Kemuliaan Tuhan. Pada
tahap ini orang beriman telah diberkati dengan limpahan yang lebih
besar berupa wahyu Ilahi. Pada tahap ini, doa sang pencari Tuhan begitu
derasnya diterima dan dijawab, dimana setiap doa menjadi sebuah
keajaiban dalam dirinya sendiri. Nabi Allah dan orang-orang suci berada
dalam wilayah kepastian agung ini. Ini adalah tingkat tertinggi dari
iman dan kepastian.
Tema ini telah dibahas secara menarik dan mendalam secara rinci oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad dalam risalah bersejarahnya "Haqeeqatul Wahy" dimana beliau menulis:
"...Allah, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, telah menanamkan di dalam jiwa manusia kehausan untuk mengenal Allah. Demikian pula, Dia telah memberkati sifat manusia dengan dua fakultas yang memungkinkan manusia mencapai pencerahan yang sempurna - yaitu kemampuan intelektual yang letaknya di dalam otak dan kemampuan spiritual yang bersemayam dalam hati. Kemampuan-kemampuan spiritual berfokus pada pemurnian hati. Kemampuan-kemampuan spiritual cenderung untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang mana hal itu tidak bisa sepenuhnya diakses oleh fakultas intelektual manusia.." 1
"...Allah, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, telah menanamkan di dalam jiwa manusia kehausan untuk mengenal Allah. Demikian pula, Dia telah memberkati sifat manusia dengan dua fakultas yang memungkinkan manusia mencapai pencerahan yang sempurna - yaitu kemampuan intelektual yang letaknya di dalam otak dan kemampuan spiritual yang bersemayam dalam hati. Kemampuan-kemampuan spiritual berfokus pada pemurnian hati. Kemampuan-kemampuan spiritual cenderung untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang mana hal itu tidak bisa sepenuhnya diakses oleh fakultas intelektual manusia.." 1
Muhamad Hifni
oleh Rosilawati Febten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar