Minggu, 08 Februari 2015

ORANG TUA :Nasehat kepada anak

Sejak Usia Dini, Penanaman Pondasi Aqidah Yang Kokoh


Di saat setiap orang tua muslim mulai khawatir dengan keimanan dan moral anaknya, para pendidik mulai mencemaskan perkembangan kepribadian peserta didiknya, patutlah kita menengok kembali bagaimana Rasululloh saw memberikan contoh peletakan pondasi keimanan yang kokoh kepada seorang sahabat, sekaligus sepupu beliau yang masih kecil waktu itu, yakni Ibnu Abbas ra.
Setiap mukmin pasti tidak bisa memungkiri pengakuan dalam lubuk hatinya yang paling dalam bahwa Rasululloh Muhammad saw adalah figur guru/pengajar yang terbaik. Sehingga metode Rasululloh saw dalam menanamkan keyakinan aqidah kepada para Sahabatnya, termasuk yang masih sangat muda belia, adalah metode yang paling relevan diterapkan dalam berbagai situasi zaman.

Bukti sejarah memaparkan keunggulan metode pengajaran Rasululloh saw tersebut yang membuahkan pribadi yang beriman dan berilmu seperti Ibnu Abbas ra. Kita kemudian mengenal beliau sebagai seorang Ulama’ di kalangan sahabat Nabi, seorang ahli tafsir, sekaligus seorang panutan yang menghiasi dirinya dengan akhlaqul karimah, sikap wara’, taqwa, dan perasaan takut hanya kepada Alloh swt semata.

Dari Ibnu Abbas ra “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi saw (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai nak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Alloh, niscaya Alloh akan menjagamu… Jagalah Alloh, niscaya engkau akan dapati Alloh di hadapanmu… Jika engkau memohon, mohonlah kepada Alloh… Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Alloh… Ketahuilah…kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Alloh (akan bermanfaat bagimu) Ketahuilah, kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Alloh (akan sampai dan mencelakakanmu)… Pena telah diangkat… dan telah kering lembaran-lembaran…(HR Tirmidzi, Hasan, shahih)

Inilah salah satu wasiat Rasululloh saw yang mewarnai qalbu Ibnu Abbas ra, menghunjam dan mengakar, serta membuahkan keimanan yang mantap kepada Alloh swt. Kita juga melihat bagaimana metode dakwah Rasululloh saw, hal pertama kali yang ditanamkan adalah tauhid, bagaimana seharusnya manusia memposisikan dirinya di hadapan Alloh swt. Manusia seharusnya mencurahkan segala hidup dan kehidupannya untuk menghamba hanya kepada Alloh swt. Tidaklah Rasululloh saw mendahulukan sesuatu sebelum masalah tauhid diajarkan. 

Apabila manusia ingin selalu berada dalam penjagaan Alloh swt, maka dia harus ‘menjaga’ Alloh Swt. Makna perkataan Rasululloh Saw “Jagalah Alloh, niscaya Alloh akan menjagamu…” dijelaskan oleh seorang Ulama’ bernama Ibnu Daqiqiel ‘Ied: “Jadilah engkau orang yang taat kepada Rabbmu, mengerjakan perintah-perintah-Nya, dan berhenti dari (mengerjakan) larangan-larangan-Nya”. (Syarah al-Arba’in hadiitsan an-nawawiyah).

Kita jaga batasan-batasan Alloh Swt dan tidak melampauinya. Batasan-batasan itu adalah syariat Alloh Swt, penentuan hukum halal dan haram dari Alloh Swt, yang memang hanya Alloh Swt sajalah yang berhak menetapkan hukum tersebut, sebagaimana dalam al qur'an yang artinya: “…penetapan hukum hanyalah hak Alloh” (QS: Yusuf: 40)

Alloh swt mencela orang-orang yang melampaui batasan-batasan-Nya, "…dan barangsiapa yang melampaui batasan-batasan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim” (QS: Al baqarah: 229).

Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya tentang ayat ini menyebutkan: “Batasan itu terbagi dua, yaitu: batasan perintah (untuk) dikerjakan dan batasan larangan (untuk) ditinggalkan.
Rasululloh saw dalam hadits ini memberikan sinyalemen bahwa barangsiapa yang senantiasa menjaga batasan-batasan Alloh itu maka dia akan senantiasa dalam penjagaan Alloh swt.
Maka siapakah lagi yang lebih baik penjagaannya selain Alloh swt ? sesungguhnya Allohswt adalah sebaik-baik penjaga. Dalam Al Quran disebutkan, "Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Alloh Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong” (QS: Al-Anfaal: 40).

Syaikh Abdirrahman bin Naashir As-Sa’di menjelaskan:…”Alloh lah yang memelihara hamba-hambanya yang mu’min, dan menyampaikan pada mereka (segala) kebaikan/mashlahat, dan memudahkan bagi mereka manfaat-manfaat Dien maupun kehidupan dunianya, dan Alloh yang menolong dan melindungi mereka dari makar orang-orang fujjar, dan permusuhan secara terang-terangan dari orang-orang yang jelek akhlaq dan Diennya. (Kitab Taisiril Kariimir Rahman fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan).Makna perkataan Rasul “Jagalah Alloh, niscaya engkau akan dapati Alloh di hadapanmu…”. 

Syaikh Abdirrahman bin Muhammad bin Qasim al- Hanbaly an-Najdi dalam kitabnya Hasyiyah Tsalatsatil Ushul, menjelaskan makna hadits tersebut: “Jagalah batasan-batasan Alloh dan perintah-perintah-Nya, niscaya Ia akan menjagamu di manapun kamu berada”.
“Jika engkau memohon, memohonlah kepada Alloh, jika engkau meminta pertolongan, minta tolonglah kepada Alloh”. Ini adalah sebagai perwujudan pengakuan kita yang selalu kita ulang-ulang dalam sholat: Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin [“Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami meminta pertolongan”] (QS: Al-Fatihah: 5).

Kalimat yang sering kita ulang-ulang dalam munajad kita dengan Penguasa seluruh dunia ini, akankah benar-benar membekas dan mewarnai kehidupan kita? Sudahkah kita benar-benar menjiwai makna pernyataan ini sehingga terminal keluhan dan pelarian kita yang terakhir adalah Dia Yang Berkuasa atas segala sesuatu? Demikianlah yang seharusnya. 

Di saat kita meyakini ada titik tertentu , sebagai batas semua makhluk siapapun dia, tidak akan mampu mengatasinya, pulanglah kita pada tempat kita berasal dan tempat kita kembali. Apakah dengan penguakan kesadaran yang paling dalam ini kita masih rela berbagi permintaan tolong kita yang sebenarnya hanya Alloh saja yang mampu, kepada makhluk selain-Nya? Sungguh hal itu merupakan bentuk kedzaliman yang paling besar.

Alloh Swt mengabadikan salah satu bentuk nasehat mulya yang akan senantiasa dikenang, :“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam keadaan dia menasehatinya: “Wahai anakku janganlah engkau menyekutukan Alloh, sesungguhnya kesyirikan adalah kedzaliman yang paling besar” (QS: Luqman: 13)

Meminta pertolongan dalam permasalahan yang hanya Alloh swt saja yang mampu memenuhinya, seperti rezeki, kebahagiaan, kesuksesan, keselamatan, dan yang semisalnya, kepada selain Alloh swt adalah termasuk bentuk kedzaliman yang terbesar itu (syirik).
Berbeda halnya jika kita minta tolong dalam permasalahan yang manusia memang diberi kemampuan secara normal oleh Alloh swt untuk memenuhinya, seperti tolong menolong sesama muslim dalam hal finansial, perdagangan dan semisalnya.

“Ketahuilah…kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Alloh (akan bermanfaat bagimu)…
” Ketahuilah… kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Alloh (akan sampai dan mencelakakanmu)…
Dua bait ucapan Rasululloh saw ini mempertegas dan memberikan argumen yang pasti bahwa Alloh swt sajalah yang berhak dijadikan tempat bergantung, meminta pertolongan, karena hanya Ia saja yang bisa menentukan kemanfaatan atau kemudharatan akan menimpa suatu makhluk.

Rasululloh saw juga mengajarkan kepada kita dzikir seusai sholat yang menguatkan pengakuan itu: “Allohumma laa maani’a limaa a’thoyta walaa mu’tiya limaa mana’ta “ [“…Wahai Alloh tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah/halangi…”] (HR: Bukhari 2/325 dan Muslim 5/90)

Dalam hadits itu pula terkandung pelajaran penting wajibnya iman terhadap taqdir dari AllohSwt baik maupun buruk. Seandainya seluruh makhluk berkumpul dan mengerahkan segala daya dan upayanya untuk memberikan sesuatu pada seseorang, tidak akan bisa diterimanya jika tidak ditakdirkan oleh Alloh Swt, demikian pula sebaliknya dalam hal usaha untuk mencelakakan.Kesadaran ini pula yang harus ditanamkan sejak dini.

Orang tua hendaknya memberikan gambaran-gambaran yang mudah dimengerti oleh si anak tentang kekuasaan Alloh Swt dan taqdirnya. Anak-anak mulai diajak berpikir secara Islami, bahwa segala sesuatu yang menjadi kepunyaannya itu adalah pemberian dari AllohSwt dan telah Alloh Swt takdirkan sampai padanya. Demikian pula apa yang luput dari usaha anak itu untuk mencapainya, telah Alloh Swt takdirkan tidak akan sampai padanya.

Telah diangkat pena-pena dan telah kering lembaran-lembaran….maksudnya, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini telah tertulis ketentuannya dan hanya Alloh saja yang mengetahuinya.
Alloh Swt berfirman, Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Alloh tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS: Al-hadiid: 22-23).

Sungguh indah rasanya jika teladan pengajaran dari Rasululloh saw ini benar-benar kita tindak lanjuti sebagai upaya pembekalan bagi anak-anak kita. Mewarnai kalbu mereka yang masih putih seputih kertas tanpa ada goresan sedikitpun sebelumnya. Sehingga di saat mereka beranjak dewasa, kita akan menuai hasilnya. Orangtua mana yang tak kan bangga melihat anak-anaknya tumbuh menjadi manusia yang tangguh, beriman dan berilmu Dien yang mantap serta siap menghambakan dirinya untuk Alloh swt semata dan siap berjuang untuk menegakkan Kalimat-Nya, berjihad fi sabiilillah. Tidak ada yang ditakuti kecuali hanya kepada, dan karena Alloh swt semata.

(Sumber Rujukan: Syarah al-Arba’in Hadiitsan an-Nawawiyah, Imam Ibn Daqiiqil ‘Ied; Taisiril Kariimir Rahman fi tafsiiri Kalaamil Mannan, Syaikh Abdirrahman bin Naashir As Sa’di; Tafsir Al-Qurthuby; Shahih al-Waabilus Shayyib minal Kalamit Thayyib, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly;  Hasyiyah Tsalaatsatil Ushul, Syaikh Abdirrahman bin Muhammad bin Qasim al-Hanbaly an-Najdi)

MediaMuslim

WAHAI PUTERIKU.....
Putriku tercinta! Aku seorang yang telah berusia hampir 50 tahun. Hilang sudah masa remaja, impian dan khayalan. Aku telah mengunjungi banyak negeri, dan berjumpa dengan banyak orang. Aku juga telah merasakan pahit getirnya dunia. Oleh karena itu dengarlan nasehat-nasehatku yang benar lagi jelas, berdasarkan pengalaman-pengalamanku, dimana engkau belum pernah mendengarnya dari orang lain. Kami telah menulis dan mengajak kepada perbaikan moral, menghapus kejahatan dan mengekang hawa nafsu, sampai pena tumpul, dan mulut letih, dan kami tidak mengahasilkan apa-apa.

Kemungkaran tidak dapat kami berantas, bahkan semakin bertambah, kerusakan telah mewabah, para wanita keluar dengan pakaian merangsang, terbuka bagian lengan, betis dan lehernya. Kami belum menemukan cara untuk memperbaiki, kami belum tahu jalannya. Sesungguhnya jalan kebaikan itu ada di depanmu, putriku! Kuncinya berada di tanganmu! Benar, bahwa lelakilah yang memulai langkah pertama dalam lorong dosa, tetapi bila engkau tidak setuju, laki-laki itu tidak akan berani, dan andaikata bukan lantaran lemah gemulaimu, laki-laki tidak akan bertambah parah. Engkaulah yang membuka pintu, kau katakan kepada si pencuri itu: "Silahkan masuk..." Ketika ia telah mencuri, engkau berteriak: "Maliiiiing! Tolong.. tolong.. saya kemalingan!
"Demi ALLOH..!
Dalam khayalan seorang pemuda tak melihat gadis kecuali gadis itu telah ia telanjangi pakaiannya.
Demi ALLOH...!
Begitulah, jangan engkau percaya apa yang dikatakan laki-laki, bahwa ia tidak akan melihat gadis kecuali akhlak dan budi bahasanya. Ia akan berbicara kepadamu sebagai seorang sahabat.
Demi ALLOH...!
Ia telah bohong! Senyuman yang diberikan pemuda kepadamu, kehalusan budi bahasa dan perhatian, semua itu tidak lain hanyalah merupakan perangkap rayuan!
Setelah itu apa yang terjadi? Apa, wahai puteriku?                                                                                                         
Coba kau pikirkan! Kalian berdua sesaat berada dalam kenikmatan, kemudian engkau ditinggalkan, dan engkau selamanya tetap akan merasakan penderitaan akibat kenikmatan itu. Pemuda tersebut akan mencari mangsa lain untuk diterkam kehormatannya, dan engkaulah yang menanggung beban kehamilan dalam perutmu. Jiwamu menangis, keningmu tercoreng, selama hidupmu engkau akan tetap berkubang dalam kehinaan dan keaiban, masyarakat tidak akan mengampunimu selamanya.

Bila engkau bertemu dengan pemuda, kau palingkan muka, dan menghindarinya. Apabila pengganggumu berbuat lancang lewat perkataan atau tangan yang usil, kau lepaskan sepatu dari kakimu lalu kau lemparkan ke kepalanya, bila semua ini engkau lakukan, maka semua orang di jalan akan membelamu. Setelah itu anak-anak nakal itu takkan mengganggu gadis-gadis lagi. Apabila anak laki-laki itu menginginkan kebaikan maka ia akan mendatangi orang tuamu untuk melamar.
Cita-cita wanita tertinggi adalah perkawinan. Wanita, bagaimanapun juga status sosial, kekayaan, popularitas, dan prestasinya, sesuatu yang sangat didamba-dambakannya adalah menjadi isteri yang baik serta ibu rumah tangga yang terhormat. Tak ada seorangpun yang mau menikahi pelacur, sekalipun ia lelaki hidung belang, apabila akan menikah tidak akan memilih wanita jalang (nakal).
Akan tetapi ia akan memilih wanita yang baik karena ia tidak rela bila ibu rumah tangga dan ibu putera-puterinya adalah seorang wanita amoral.

Sesungguhnya krisis perkawinan terjadi disebabkan kalian kaum wanita! Krisis perkawinan terjadi disebabkan perbuatan wanita-wanita asusila, sehingga para pemuda tidak membutuhkan isteri, akibatnya banyak para gadis berusia cukup untuk nikah tidak mendapatkan suami. Mengapa wanita-wanita yang baik belum juga sadar? Mengapa kalian tidak berusaha memberantas malapetaka ini? Kalianlah yang lebih patut dan lebih mampu daripada kaum laki-laki untuk melakukan usaha itu karena kalian telah mengerti bahasa wanita dan cara menyadarkan mereka, dan oleh karena yang menjadi korban kerusakan ini adalah kalian, para wanita mulia dan beragama.

Maka hendaklah kalian mengajak mereka agar bertakwa kepada ALLOH. Bila mereka tidak mau bertaqwa, peringatkanlah mereka akan akibat yang buruk dari perzinaan seperti terjangkitnya suatu penyakit. Bila mereka masih membangkang maka beritahukan akan kenyataan yang ada, katakan kepada mereka: "Kalian adalah gadis-gadis remaja putri yang cantik, oleh karena itu banyak pemuda mendatangi kalian dan berebut di sekitar kalian, akan tetapi apakah keremajaan dan kecantikan itu akan kekal? Semua makhluk di dunia ini tidak ada yang kekal.
Bagaimana kelanjutannya, bila kalian sudah menjadi nenek dengan punggung bungkuk dan wajah keriput? Saat itu, siapakah yang akan memperhatikan? Siapa yang akan simpati?" Tahukah kalian, siapakah yang memperhatikan, menghormati dan mencintai seorang nenek? Mereka adalah anak dan para cucunya, saat itulah nenek tersebut menjadi seorang ratu ditengah rakyatnya.

Duduk di atas singgasana dengan memakai mahkota, tetapi bagaimana dengan nenek yang lain, yang masih belum bersuami itu? Apakah kelezatan itu sebanding dengan penderitaan di atas? Apakah akibat itu akan kita tukar dengan kelezatan sementara? Dan berilah nasehat-nasehat yang serupa, saya yakin kalian tidak perlu petunjuk orang lain serta tidak kehabisan cara untuk menasehati saudari-saudari yang sesat dan patut di dikasihani.
Bila kalian tidak dapat mengatasi mereka, berusahalah untuk menjaga wanita-wanita baik, gadis-gadis yang sedang tumbuh, agar mereka tidak menempuh jalan yang salah. Saya tidak minta kalian untuk mengubah secara drastis mengembalikan wanita kini menjadi kepribadian muslimah yang benar, akan tetapi kembalilah ke jalan yang benar setapak demi setapak sebagaimana kalian menerima kerusakan sedikit demi sedikit. Perbaikan tersebut tidak dapat diatasi hanya dalam waktu sehari atau dalam waktu singkat, melainkan dengan kembali ke jalan yang benar dari jalan yang semula kita lewati menuju kejelekan walaupun jalan itu sekarang telah jauh, tidak menjadi soal, orang yang tidak mau menempuh jalan panjang yang hanya satu-satunya ini, tidak akan pernah sampai.

Kita mulai dengan memberantas pergaulan bebas, (kalaupun) seorang wanita membuka wajahnya tidak berarti ia boleh bergaul dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Istri tanpa tutup wajah bukan berarti ia boleh menyambut kawan suami dirumahnya, atau menyalaminya bila bertemu di kereta, bertemu di jalan, atau seorang gadis menjabat tangan kawan pria di sekolah, berbincang-bincang, berjalan seiring, belajar bersama untuk ujian.

Dia lupa bahwa ALLOH menjadikannya sebagai wanita dan kawannya sebagai pria, satu dengan lain dapat saling terangsang. Baik wanita, pria, atau seluruh penduduk dunia tidak akan mampu mengubah ciptaan ALLOH, menyamakan 2 jenis atau menghapus rangsangan seks dari dalam jiwa mereka. Mereka yang menggembor-gemborkan emansipasi dan pergaulan bebas atas kemajuan adalah pembohong dilihat dari 2 sebab :

1. Karena itu semua mereka lakukan untuk kepuasan pada diri mereka, memberikan kenikmatan-kenikmatan melihat angota badan yang terbuka dan kenikmatan-kenikmatan lain yang mereka bayangkan. Akan tetapi mereka tidak berani berterus terang, oleh karena itu mereka bertopeng dengan kalimat yang mengagumkan yang sama sekali tidak ada artinya, kemajuan, modernisasi, kehidupan kampus, dan ungkapan-ungkapan yang lain yang kosong tanpa makna bagaikan gendang.
2. Mereka bohong oleh karena mereka bermakmum pada Eropa, menjadikan eropa bagaikan kiblat, dan mereka tidak dapat memahami kebenaran kecuali apa-apa yang datang dari sana, dari Paris, London, Berlin dan New york. Sekalipun berupa dansa, porno, pergaulan bebas di sekolah, buka aurat di lapangan dan telanjang di pantai (atau di kolam renang). Kebatilan menurut mereka adalah segala sesuatu yang datangnya dari timur, sekolah-sekolah Islam dan masjid-masjid, walapun berupa kehormatan, kemuliaan, kesucian dan petunjuk. Kata mereka, pergaulan bebas itu dapat mengurangi nafsu birahi, mendidik watak dan dapat menekan libido seksual.

Untuk menjawab ini saya limpahkan pada mereka yang telah mencoba pergaulan bebas di sekolah-sekolah, seperti Rusia yang tidak beragama, tidak pernah mendengar para ulama dan pendeta. Bukankah mereka telah meninggalkan percobaan ini setelah melihat bahwa hal ini amat merusak? Saya tidak berbicara dengan para pemuda, saya tidak ingin mereka mendengar. Saya tahu, mungkin mereka menyanggah dan mencemoohkan saya karena saya telah menghalangi mereka untuk memperoleh kenikmatan dan kelezatan.
Akan tetapi saya berbicara kepada kalian, putri-putriku. Wahai putriku yang beriman dan beragama! Putriku yang terhormat dan terpelihara! Ketahuilah bahwa yang menjadi korban semua ini bukanlah orang lain, kecuali engkau. Oleh karena itu jangan berikan diri kalian sebagai korban iblis, jangan dengarkan ucapan mereka yang merayumu dengan pergaulan yang alasannya, hak asasi, modernisme, emansipasi dan kehidupan kampus.
Sungguh kebanyakan orang yang terkutuk ini tidak beristri dan tidak memiliki anak, mereka sama sekali tidak peduli dengan kalian selain untuk pemuas kelezatan sementara. Sedangkan saya adalah seorang ayah dari 4 gadis. Bila saya membela kalian, berarti saya membela putri-putriku sendiri. Saya ingin kalian bahagia seperti yang saya inginkan untuk putri-putriku.
Sesungguhnya tidak ada yang mereka inginkan salain memperkosa kehormatan wanita, kemuliaan yang tercela tidak akan bisa kembali, begitu juga martabat yang hilang tidak akan dapat diketemukan kembali. Bila anak putri jatuh, tak seorangpun di antara mereka mau menyingsingkan lengan untuk membangunkannya dari lembah kehinaan. Yang engkau dapati mereka hanya memperebutkan kecantikan si gadis, apabila telah berubah dan hilang, mereka pun lalu pergi menelantarkan, persisnya seperti anjing meninggalkan bangkai yang tidak tersisa daging sedikitpun.

Inilah nasehatku padamu, putriku! Inilah kebenaran! Selain ini jangan percaya. Sadarlah bahwa di tanganmulah, bukan di tangan kami kaum laki-laki, kunci pintu perbaikan! Bila mau, perbaikilah diri kalian, dengan demikian umat pun kan menjadi baik. Wallahul musta’an!!

Disarikan dari buku : “Wahai Putriku” by Ali Tanthawi.

NASEHAT KEPADA ANAK...*
Wahai anakku berlemah lembutlah kepada dua orangtuamu, berkatalah dengan perkataan yang lembut. Berbuat baiklah kepada keduanya dan berlemah lembutlah, sesungguhnya keduanya bagimu menjadi pintu surga. Ingatlah wasiat Allah Ta’ala kepadamu wahai anakku,

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.(QS. Al-Luqman: 14)

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".” (QS. Al-Isra’: 23-24)

Sekarang mereka berada di sisimu dalam kondisi renta. Kepala mereka dipenuhi uban, punggung mereka bungkuk, dan tubuh mereka sering gemetar sehingga ketika mau berdiri, mereka berdiri dengan kepayahan, dan ketika mau duduk, pun dengan susah payah. Sakit menjadi rutinitas mereka dan berbagai model penyakit mulai menyerangnya. Dalam kondisi ini, bakti dan kedermawananmu sangat dinanti. Jangan pelit dengan hartamu, baktimu, dan perlakuanmu yang baik kepada keduanya.


Ibu Lebih Berhak dari Anggota Keluarga Lainnya
Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata, "Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah saw lalu berkata, ‘Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’ Beliau saw mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau saw mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau saw mengatakan, ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

An Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk berbuat baik kepada kerabat dan ibu lebih utama dalam hal ini, kemudian setelah itu adalah ayah, kemudian setelah itu adalah anggota kerabat yang lainnya. Para ulama mengatakan bahwa ibu lebih diutamakan karena keletihan yang dia alami, curahan perhatiannya pada anak-anaknya, dan pengabdiannya. Terutama lagi ketika dia hamil, melahirkan (proses bersalin), ketika menyusui, dan juga tatkala mendidik anak-anaknya sampai dewasa.”

(Syarh Muslim )

Durhaka kepada orang tua*
Ingatlah: "Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua." (Adabul Mufrod no. 2, shahih). Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina." Ada yang bertanya, "Siapa, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga." (HR. Muslim no. 2551)

Beberapa faedah dari hadits ini:
1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan jelek bagi orang yang durhaka pada orang tua. Yang dimaksud “roghima anfuh” adalah hidungnya ditempeli debu. Dan maksud perkataan seperti ini adalah doa kejelekan yaitu doa kehinaan dan kefakiran.
2. Berbakti pada orang tua adalah menaati dan mendahulukan perintahnya, berakhlaq yang mulia di hadapannya, menjalin hubungan dengan koleganya dan selalu mendoakannya. Jadi, jangan dipahami bahwa namanya berbakti pada keduanya hanyalah menuruti apa yang mereka cita-citakan. Namun beraklaq yang mulia dan tutur kata yang baik juga merupakan kebaktian pada keduanya.
3. Berbakti pada orang tua merupakan suatu kewajiban baik di kala mereka berada di usia senja atau pun di usia muda.
4. Hadits ini dikhusukan berbakti pada mereka ketika usia senja (tua). Hal ini menunjukkan sangat ditekankannya berbakti ketika itu karena berbakti kepada keduanya ketika mereka berada pada usia senja terasa berat dan sulit.
5. Durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar.

Sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan dalam hadits lainnya, "Apakah kalian mau kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?"
Para sahabat menjawab, "Mau, wahai Rasulullah."
Beliau lalu bersabda,"(Dosa terbesar adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua."

Beliau mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan [pada tangannya]. (Tiba-tiba beliau menegakkan duduknya dan berkata), "Dan juga ucapan (sumpah) palsu." Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam hati), "Duhai, seandainya beliau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)

6. Durhaka pada orang tua menyebabkan seseorang menjauh dari rahmat Allah dan berhak mendapat siksa neraka.
7. Contoh durhaka pada keduanya adalah enggan menaati perintahnya, berkata kasar pada keduanya, berakhlaq yang jelek pada keduanya dan sering membuat mereka merasa sedih.
8. Tidak boleh menaati kedua orang tua dalam rangka berbuat maksiat pada Allah. Menaati mereka hanyalah dalam kebaikan saja dan bukan dalam kemungkaran.
9. Berbakti pada orang tua adalah jalan menuju surga.

Demikian beberapa faedah dari hadits di atas. Semoga Allah menjadikan kita sebagai anak yang selalu berbakti kepada orang tua kita, apalagi jika diberi kesempatan dengan keberadaan di sisi kita.

Durhaka kepada orang tua memiliki dampak dan akibat yang luar bisa dalam kehidupan di dunia, saat sakratul maut, di alam Barzakh, dan di akhirat.

Akibat-akibat durhaka kepada orang tua antara lain:
1, Dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla......Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya yang pertama kali dicatat oleh Allah di Lawhil mahfuzh adalah kalimat: ‘Aku adalah Allah, tiada Tuhan kecuali Aku, barangsiapa yang diridhai oleh kedua orang tuanya, maka Aku meri­dhainya; dan barangsiapa yang dimurkai oleh keduanya, maka Aku murka kepadanya.” (Jâmi’us Sa’adât, penghimpun kebahagiaan, 2: 263).
2. Menghalangi doa dan Menggelapi kehidupan
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “…Dosa yang mempercepat kematian adalah memutuskan silaturrahmi, dosa yang menghalangi doa dan menggelapi kehidupan adalah durhaka kepada kedua orang tua.” (Al-Kafi 2: 447)
3. Celaka di dunia dan akhirat.......
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Durhaka kepada kedua orang tua termasuk dosa besar karena Allah Azza wa Jalla menjadikan dalam firman-Nya sebagai anak yang durhaka sebagai orang yang sombong dan celaka: “Berbakti kepada ibuku serta Dia tidak menjadikanku orang yang sombong dan celaka, (Surat Maryam: 32)” (Man lâ yahdhurul Faqîh 3: 563)
4. Dilaknat oleh Allah swt.......
Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib (sa):“Wahai Ali, Allah melaknat kedua orang tua yang melahirkan anak yang durhaka kepada mereka. Wahai Ali, Allah menetapkan akibat pada kedua orang tuanya karena kedurhakaan anaknya sebagaimana akibat yang pasti menimpa pada anaknya karena kedurhakaannya…” (Al-Faqîh 4: 371)
5. Dikeluarkan dari keagungan Allah swt........
Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata: “Allah mengharamkan durhaka kepada kedua orang tua karena durhaka pada mereka telah keluar dari pengagungan terhadap Allah swt dan penghormatan terhadap kedua orang tua.” (Al-Faqih 3: 565)
6. Amal kebajikannya tidak diterima oleh Allah swt
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Demi Ketinggian-Ku, keagungan-Ku dan kemuliaan kedudukan-Ku, sekiranya anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya mengamalkan amalan semua para Nabi, niscaya Aku tidak akan menerimanya.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
7. Shalatnya tidak diterima oleh Allah swt......
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang memandang kedua orang tuanya dengan pandangan benci ketika keduanya berbuat zalim kepadanya, maka shalatnya tidak diterima.” (Al-Kafi 2: 349).
8. Tidak melihat Rasulullah saw pada hari kiamat
Rasulullah saw bersabda: “Semua muslimin akan melihatku pada hari kiamat kecuali orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, peminum khamer, dan orang yang disebutkan nama­ku lalu ia tidak bershalawat kepadaku.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
9. Diancam dimasukkan ke dalam dua pintu neraka......
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya murka, maka baginya akan dibukakan dua pintu neraka.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 262).
10. Tidak akan mencium aroma surga........
Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu berbuat durhaka kepada kedua orang tuamu, karena bau harum surga yang tercium dalam jarak perjalanan seribu tahun, tidak akan tercium oleh orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, memutuskan silaturahmi, dan orang lanjut usia yang berzina…” (Al-Wasâil 21: 501)
11. Penderitaan saat Saktatul maut.......
Penderitaan anak yang durhaka kepada orang tuanya saat sakratul mautnya pernah menimpa pada salah seorang sahabat Nabi saw.

Berikut ini kisah nyata di zaman Nabi saw :
Pada suatu hari Rasulullah saw mendatangi seorang pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau membimbingnya agar membaca kalimat tauhid, Lâilâha illallâh, tapi pemuda itu lisannya terkunci.Rasulullah saw bertanya kepada seorang ibu yang berada di dekat kepala sang pemuda sedang menghadapi sakratul maut: Apakah pemuda ini masih punya ibu?. Sang ibu menjawab: Ya, saya ibunya, ya Rasulullah.
Rasulullah saw bertanya lagi: Apakah Anda murka padanya?. Sang ibu menjawab: Ya, saya tidak berbicara dengannya selama 6 tahun. Rasulullah saw bersabda: Ridhai dia!. Sang ibu berkata: Saya ridha padanya karena ridhamu padanya.

Kemudian Rasulullah saw membimbing kembali kalimat tauhid, yaitu Lâilâha illallâh.
Kini sang pemuda dapat mengucapkan kalimat Lâilâha illallâh. Rasulullah saw bertanya pemuda itu: Apa yang kamu lihat tadi? Sang pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah hitam, pandangannya menakutkan, pakaiannya kotor, baunya busuk, ia mendekatiku sehingga membuatku marah padanya.

Lalu Nabi saw membimbingnya untuk mengucapkan doa:
يَا مَنْ يَقْبَلُ الْيَسِيْرَ وَيَعْفُو عَنِ الْكَثِيْرِ، اِقْبَلْ مِنِّى الْيَسِيْرَ وَاعْفُ عَنِّي الْكَثِيْرَ، اِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

“Wahai Yang Menerima amal yang sedikit dan Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang sedikit, dan ampuni dosaku yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” 1)

INDAHNYA BERDZIKIR

Ketika Orang Tua Justru Durhaka kepada Anaknya*
Kita banyak menemukan anak yang ingkar kepada orang tua. Kita kadang-kadang jengkel kepada mereka bila tidak pernah sejalan dengan kemauan orang tua. Bila anak tidak mengerjakan perintah, otak kita yang telah terisi oleh akumulasi ilmu dan pengetahuan agama sejak anak-anak dahulu hingga sekarang menjadi orang tua, mungkin langsung memberikan perintah kepada tangan untuk memukul dan mulut untuk mengucapkan kata-kata makian, celaan dan umpatan. Kondisi ini perlu diwaspadai bila tindakan dan ucapan dari perintah otak itu sudah turun ke hati dan menjadi sebuah keyakinan lalu memunculkan sebuah kesimpulan, bahwa sang anak telah durhaka kepada orang tua. Semoga tidak terjadi pada kita.

Anakku, mana baktimu? Statemen seperti ini kadang-kadang membangun pemahaman yang tidak berimbang pada orang tua. Mereka selalu menuntut agar hak agama ini terpenuhi dan bila tidak terpenuhi selalu anak yang disalahkan. 
Memang benar, berbakti kepada orang tua adalah kewajiban bagi anak dan durhaka kepada orang tua adalah salah satu dosa besar yang terbesar.
Tetapi jangan lupa bahwa Islam tidak melihat satu sisi saja lalu melalaikan sisi lain. Islam juga mewajibkan bagi orang tua untuk berbuat baik kepada anak-anaknya, dan juga  tidak durhaka kepada mereka.

Seseorang pernah datang kepada Umar bin Al-Khaththab ra dan mengadukan anaknya, “Anakku ini benar-benar telah durhaka kepadaku.”
“Apakah engkau tidak takut kepada Allah dengan durhaka kepada ayahmu, Nak ? Karena itu adalah hak orang tua,” kata Umar kepada sang anak.
“Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak juga punya hak atas orang tuanya?”
“Benar, haknya adalah memilihkan ibu yang baik, memberi nama yang bagus, dan mengajarkan Al-Kitab (Al-Quran).”
“Demi Allah, ayahku tidak memilihkan ibu yang baik. Ibuku adalah hamba sahaya jelek berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga 400 dirham. Ia tidak memberi nama yang baik untukku. Ia menamaiku Ju’al. Dan dia juga tidak mengajarkan Al-Quran kepadaku kecuali satu ayat saja.”
Ju’al adalah sejenis kumbang yang selalu bergumul pada kotoran hewan. Bisa juga diartikan seorang yang berkulit hitam dan berparas jelek atau orang yang emosional. ( Al-Qamus Al-Muhith, hal. 977).

Umar menoleh ke sang ayah dan berkata, “Engkau mengatakan anakmu telah durhaka kepadamu tetapi engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Enyahlah dari hadapanku!.” ( As-Samarqandi, Tahbihul Ghafilin, 130)

Ibnul Qayyim berkata, “Siapa yang mengabaikan edukasi yang bermanfaat untuk anaknya dan membiarkannya begitu saja, maka ia telah melakukan `tindakan terburuk terhadap anaknya itu. Kerusakan anak-anak itu kebanyakan bersumber dari orang tua yang membiarkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dan sunnah din ini kepada mereka. Mereka tidak memperhatikan masalah-masalah agama tersebut saat masih kecil, sehingga saat sudah besar mereka sulit meraih manfaat dari pelajaran agama dan tidak bisa memberikan manfaat bagi orang tua mereka.” (Tuhfatul Maudud, I: 229)

Karena itu, jangan tergesa-gesa mencela anak. Ada banyak hak anak atas orang tuanya. Bila salah satu sisinya diabaikan, lalu anak menjadi bandel, menyimpang, dan keras kepala, ada kemungkinan kita tidak memperhatikan sisi tersebut.Rasulullah saw bersabda:“Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungan jawab atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya dan dia akan diminta pertanggungan jawab atas mereka.” (HR Bukhari dll.)

Saat Rasulullah saw melihat para shahabat yang telah rindu setelah lama di luar rumah, beliau bersabda kepada mereka:"Kembalilah kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan perintahkan (untuk shalat).” (HR Bukhari)

Sebagai kepala keluarga, tugas di luar rumah adalah mencari rezeki dan bila ia pulang ke rumah melihat banyak kekurangan, hendaknya ia tidak menyalahkan siapa pun selain dirinya sendiri.
Ibu, sepanjang harinya bertarung dan mencurahkan segala upaya untuk memenuhi keinginan anak di rumah. Pemberian gizi yang baik, membangun fisik yang sehat, dan memenuhi nutrisi keimanan dalam hati mereka sejak kecil.
Mengajarkan bagaimana menghormati orang yang lebih tua, menanamkan cinta belajar sejak kecil, dan membekali dengan ilmu dan pengetahuan.
Misalnya, menggunakan beberapa lafaz yang disarikan dari hadits Nabi saw yang berkaitan dengan etika, edukasi, dan moral. Pergaulan yang baik, menghormati orang lain, tidak suka ikut campur dalam urusan yang tidak ada manfaat baginya, cara berbicara yang baik, misalnya bicara dengan suara yang rendah. Hal pertama yang harus dimulai sebelum ini semua adalah bagaimana menanamkan ikatan keimanan dengan Allah pada anak.

Senang sekali tentu sebagai orang tua melihat anak-anak yang sehat. Tetapi selain badan yang sehat, hati yang sehat tidak kalah penting. Sebab, pembentukan hati yang taat kepada Allah itu akan berpulang kepada kesehatan tubuh. Ingat firman Allah dalam Al quran:“Maka Apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan Dia ke dalam neraka Jahanam.” (QS At-Taubah: 109).

Belajar dari ayat ini, kalau boleh usul, slogan “Di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula” itu bisa kita balik. Hati anak-anak dahulu kita bangun agar dari sini berdiri tubuh yang kuat. Sebab dalam ayat tersebut Allah menyatakan bahwa bangunan yang berfondasi ketakwaan dan keridhaan dari-Nya itu tidak layak dibandingkan dengan bangunan di tepi jurang.

Kita hafal sekali bahwa anak harus dipukul bila telah berusia sepuluh tahun belum rajinshalat. Tetapi, jangan dilupakan sisi lain selain rutinitas fisik dengan rajin shalat. Hati mereka harus diwarnai dengan keyakinan bahwa shalat itu secara bahasa adalah hubungan antara dia dan Allah. Bila ia punya keinginan, ia hendaknya berdoa kepada Allah saat sujud, dengan penuh ketundukan dan kehinaan di hadapan-Nya. Keyakinan inilah yang akan membakar semangatnya, menjadi lokomotif untuk semua gerakan tubuhnya.

Satu hal penting yang tidak boleh dilupakan, apalagi pada zaman yang penuh kerusakan ini, adalah mencarikan teman yang baik untuk edukasi anak-anak kita. Dan kita sebagai orang tua harus menjadi teman pertama dan terdekat bagi anak-anak kita. Anak-anak sulit menjaga shalat bila ibu dan ayah tidak menjaganya. Meski dalam beberapa kasus bisa saja terjadi. Tetapi kita tentu tidak rela kan, bila hanya menjadi bapak biologis lalu bapak ideologisnya diserahkan kepada orang lain.

Imam Ghazali mengatakan, “Hal pokok dalam mendidik anak-anak adalah menjaga dari teman yang buruk.” (Ihya Ulummiddin, IV: 109).Rasulullah bersabda:“Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), orang tuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi dan Nasrani.” (HR Abu Dawud)

Jadi, kitalah teman dekat pertama mereka yang sanggup mengubah menjadi muslim sejati—insya Allah—atau orang yang ingkar—wal iyadzu billah.

Sebagian anak tidak akan pernah lupa perlakuan buruk yang pernah mereka rasakan waktu masih kecil. Beberapa orang tua tega menghukum anaknya dengan pukulan yang menyakitkan atau ibu mengumpat anaknya dengan kata-kata yang membakar telinga. Kekejaman seperti ini akan mengakar dalam pikiran anak dan membentuk perilaku suka memusuhi orang-orang di sekitarnya, termasuk orang tuanya. Psikologis yang buruk bisa mendorong anak berdusta karena takut dihukum.

Sekarang ini mungkin sulit menemukan orang tua yang memberikan nama yang buruk untuk anaknya yang baru lahir. Bahkan banyak referensi dikumpulkan, meminta tolong kepada ustad agar dipilihkan nama yang bagus dan islami. Tetapi, mengapa setelah anak tumbuh sehat dan gemuk, justru kita panggil dengan sebutan yang buruk? Bahkan itu adakalanya tumbuh dari perasaan sayang. Karena anak yang gemuk dan lucu, kita memanggilnya si gendut. Masih kecil memang lucu dan secara umum tidak bermasalah. Tetapi, teman-temannya akan tetap memanggil itu sampai ia dewasa. Inilah salah satu faktor yang bisa membuat anak minder.

Masih banyak lagi hal yang perlu kita perhatikan agar kita tidak durhaka kepada anak agar anak kita tidak durhaka kepada cucu kita nanti. Memperhatikan minat dan intelektual anak dalam urusan sekolah, tidak memperdengarkan keributan dengan istri kepada mereka, tidak membawa masalah kantor ke rumah dan banyak lagi tindakan yang harus dilakukan atau dicegah agar tidak menumbuhkan kebencian anak terhadap orang tua.

Semoga saja dengan segala upaya kita, Allah akan menumbuhkan generasi yang kuat rohani dan jasmani (maaf sengaja saya balik). Semoga kekhawatiran bila anak-anak kita lemah bisa memecut kita untuk berusaha lebih keras:"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar." (An-Nisa': 9).

Tidak ada kelebihan yang menulis ini atas yang membaca, harapannya semoga Allah mengumpulkan kita semua di surga-Nya dan kita memperbincangkan kesuksesan mendidik anak-anak di sana. Bila salah seorang tiba-tiba disematkan mahkota kemuliaan di kepalanya kelak —semoga kita termasuk di antara mereka— karena kebaikan anaknya, logika sederhananya tentu ada peran dari kita sebagai orang tua. Wallahu a'lam.

(a.ahmad/alamislam.com)


Saat Cinta Terbentur Orang Tua

Kalau kita sedang suka,jatuh cinta, ada kasih, falling (dan bahasa lainnya) sama seorang wanita (gualebih suka menyebutnya wanita daripada perempuan), dan kita berpikir untukmelanjutkan hubungan lebih jauh, biasanya kita akan berusaha semampu mungkinuntuk merealisasi "cerita India" itu. Abis,"ia" begituindah, begitu mengharukan dan romantis, bahkan gak berlebihan kadang punya efeklangsung pada kesehatan dan sikap kita sehari-hari. DEMIKIAN INDAHNYA

Masalahnya berlanjut ketika kita sadar bahwa KITA HIDUP DALAM TATANAN MASYARAKAT ASIA, DIMANA PERAN ORANG TUA SEDIKIT BANYAK MASIH MEMPUNYAI KEPENTINGAN DALAM DIRI KITA, BAHKAN KADANG PERAN MASYARAKATPUN IKUT MENENTUKAN. 
Itu sebabnya dalam banyak undangan dan dekorasi pernikahan banyak ditemukan berseliweran kata-kata "Mohon doa restu", dimana tradisi kayak gini gak kita temukan dalam masyarakat Barat (Barat disebutkan di sini bukan berarti wah, ini cuma perbandingan fenomena).  

Dalam beberapa orang, percintaan sering gak berjalan dengan mulus karena faktor yang baru disebut di atas. Sebuah keberuntungan kalau kekasih anda diterima apa adanya oleh orang tua dan (mungkin) masyarakat anda, namun ketika sebaliknya terjadi gimana?
Beberapa teman saya kasih saran, coba dong didialogkan kembali dengan orang tua dengan baik-baik, dicarikan jalan keluarnya. Itu betul jika kemudian orang tua dapat menurunkan "standar permintaannya", namun BAGAIMANA KETIKA MEREKA TETAP BERPEGANG KUKUH DENGAN PENDAPATNYA untuk menolak kekasih anda?

Teman saya nyeletuk, "Orang tua apaan tuh! Masa sih kebahagiaan si anak dihalang-halangi, toh mereka menginginkan sebuah kebaikan (maksudnya pernikahan, suatu institusi yang tentu saja direstui oleh Tuhan)." Yang satu lagi menambahkan, "Apa sih maksud orang tua seperti itu, apakah mereka menginginkan anaknya berpasangan tanpa saling menyayangi?"
Si A nyeletuk dengan kasar, "Emang yang mau kawin siapa sih, bokap nyokap loe apa loe, kok jadi dia pada yang repot?" Dan bermacam-macam tanggapan dari teman-teman. 

So judulnya di sini adalah PERTENTANGAN, mana yang anda pilih ketika solusi "keinginan" anda terhalang oleh "idealisme' orang tua? 
CINTA(SAAT BELUM MENIKAH) BUKAN SEGALA-GALANYA, DIA BISA DATANG DAN PERGI BEGITU SAJA (saya tau kalimat ini pasti tidak disukai oleh banyak orang, khususnya para idealis cinta, tapi itulah realita). Cinta itu, seperti kata pepatah Jawa,timbul hanya karena faktor kebersamaan yang sering. Itu sebabnya Dewa bilang dalam salah satu lirik lagunya, "Beri aku sedikit waktu, biar cinta datang karena telah terbiasa." So, UNSUR TERPENTING PEMBENTUKAN CINTA ADALAH UNSUR "SELALU BERSAMA", itu saja, gak lebih. (Kalau loe deket ama seorang cewek cuma temenan biasa asalnya, kemudian akrab bener, jangan heran kalau kemudian bisa jatuh cinta, itu karena unsur kebersamaan tadi).

Logikanya, KETIKA KEBERSAMAAN ITU HILANG, MAKA HILANGLAH CINTA ITU. Jangan heran jika kita sering menganggap aneh dan gak realistis orang-orang yang selalu mengenang berat kekasih masa lalu kalau hanya untuk dikenang begitu saja dan hanya untuk bahan perbandingan (kecuali kalau mengenangnya cuma buat hiburan aja, itu sih gak bikin rusak). Jangan heran juga kalau orang yang pacaran long distance banyak yang putus hehehehe 

Menghilangkan cinta dengan cara menghilangkan kebersamaan, jika itu dilakukan tentunya bukan suatu hal yang mudah. iya khan? Yup, itu benar, ketika anda memutuskan untuk menjauhi sang kekasih, itu memang suatu keputusan yang berat, bahkan tidak berlebihan kalau dibilang itu bisa bikin anda cengeng dan serasa dunia ini hampa (kaya roman picisan). Namun percaya atau tidak, itu satu-satunya proses terapi mujarab hingga saat ini. 

Kembali ke masalah ortu. Kita dihadapkan pada dua pilihan sekarang, antara MENURUTI KEINGINAN ORANG TUA UNTUK MEMBONGKAR CINTA KITA dan antara MEMASANG CINTA PADA KEKASIH KITA. Dilema bukan? Kayak si buah Simalakama, dua-duanya pilihan yang berat. 

Marikita itung-itungan sekarang dengan asas kebesaran jiwa. 
Ada satu pernyataan dari seorang bijak ketika menasehati anak didiknya, Si bijak bilang, "PATUTKAH KAMU MENYAKITI HATI ORANG TUA YANG TELAH BERPULUH-PULUH TAHUN MENDIDIK, MENGASUH, dan MEMBIMBINGMU. 

Ketika kamu kecil mereka nyebokin kamu kalau buang air, mandiin, menggendong kamu dalam pelukannya selama dua tahun lebih dengan kasih sayang tanpa imbalan? Kemudian semua jasa itu kamu lupakan begitu saja dan kamu balas dengan sebuah protes yang menyakitkan hati mereka? Dan itu kamu lakukan hanya karena seseorang yang baru kamu kenal dalam hitungan satu atau dua tahun? Haruskah kasih sayang berpuluh-puluh tahun itu dimusnahkan untuk kasih sayang katakan, dua tahun!?
Sebuah pertanyaan yang betul-betul dalam dan jelas maknanya jika diterima dengan jiwa yang bersih. 

Si bijak kemudian melanjutkan," Nak, kamu masih mau comparing antara cinta si Dia dengan kamu dan cinta orang tua terhadap kamu? Sungguh, tidak balance, ada yang berat sebelah! Jauh dan sangat jauh. Cinta dia kepada kamu, sedikit banyak bertendensi, saya tidak bisa pastikan bertendensi apa, namun cinta mereka (orang tua) terhadapmu, sungguh, saya berani pastikan adalah tanpa tendensi apapun! BAGI ORANG TUA, KEBAHAGIAAN KAMU DI MASA DEWASA SAJA SUDAH CUKUP SEBAGAI KEBANGGAAN DAN KEBERHASILAN ATAS USAHA CINTANYA SELAMA INI UNTUK KAMU.SEDERHANA DAN TANPA TENDENSI!" 

"Satu lagi yang mesti kamu pikirkan, dan ini sangat besar artinya untuk ketenangan jiwa kamu, yaitu, ADAKAH KAMU RELA ORANG TUAMU MENINGGAL DUNIA NANTI SEMENTARA DALAM HATINYA MASIH MENYIMPAN PERASAAN SAKIT SAMA KAMU? ADAKAH KAMU RELA MEREKA MENINGGALKANMU UNTUK YANG TERAKHIR KALINYA TANPA SENYUM SAMA KAMU?"
"KECINTAAN DAN KEPATUHAN KEPADA ORANG TUA ADALAH KECINTAAN DAN KEPATUHAN TOTAL TANPA SYARAT, KECUALI SATU, KETIKA MEREKA MENGAJAKMU BERBUAT TIDAK BAIK, ITU SAJA! DILUAR ITU, ADALAH KEPATUHAN TOTAL."
DAN JIKA KEDUANYA MEMAKSAMU UNTUK MEMPERSEKUTUKAN-KU DENGAN SESUATU YANG TIDAK ADA PENGETAHUANMU TENTANG ITU, MAKA JANGANLAH KAMU MENGIKUTI KEDUANYA DAN PERGAULILAH KEDUANYA DI DUNIA DENGAN BAIK" [Luqman:15]. Jadi, kalau ortungajak ke arah kemusyrikan maka tidak wajib kita mentaati mereka. Hanya saja sebagai anak tetap berkewajiban bergaul dengan baik selama di dunia. Sikap santun harus senantiasa dijaga.

"Aku bisa mengerti, jiwamu sedang bergejolak, sakit menerima kenyataan, bahkan gak menutup kemungkinan kasus-kasus cinta kayak gini bisa bikin orang bunuh diri. Namun inilah dunia dengan permasalahannya, tidak semuanya happy ending, KADANGSEBUAH KEPUTUSAN PAHIT HARUS DIAMBIL UNTUK MENGHINDARI AKIBAT KEPUTUSAN YANGLEBIH PAHIT. 

Tidaksemua masalah mempunyai solusi happy kayak film-film India, contohnya adalahmasalahmu ini. Di sini tidak ada solusi, yang ada cuma opsi, antara tetapmeneruskan cintamu ama si dia dan antara kepatuhan terhadap keinginan orangtua." 

Kamumungkin bilang, "Guru, anda begitu mudah menasehati saya, Anda tidakmerasakan sedikitpun apa yang sedang saya rasakan." Saya akan jawab,seorang yang bijak adalah seseorang yang bisa mengatur derap emosi jiwa denganlogika, begitu kira-kira yang saya pahami selama saya hidup. Saya menghargaicinta kamu, dan itu merupakan bukti bahwa kamu adalah manusia yang romatik danpenuh cinta, namun permasalahannya di sini adalah, kamu berhadapan dengan cintalain yang lebih tulus meskipun bagi kamu (sementara ini) cinta tulus orang tuaitu bukan cinta tetapi suatu tekanan yang menyakitkan."

"KASIH ORANG TUA KEPADA ANAKNYA TAK AKAN HABIS, NAMUN ITU BUKAN ALASAN BUAT KAMU UNTUK MENYAKITINYA, PAHAMI ITU SEBAGAI CINTA DAN KASIH YANG ABADI."
Sianak didik memotong, "Kebanyakannya, orang tua bisa menerima kita setelah kita punya anak, itu khan artinya nanti bisa kembali damai kalau saya tetap meneruskan keinginan mengawini kekasih saya."

Sang Guru menjawab, " Ya, ada beberapa yang seperti itu, namun, jika itu mungkin bisa terjadi kepada kamu juga. Tetapi JIKA ITU TETAP KAMU LAKUKAN, KAMU TELAH MENINGGALKAN SEDIKIT NODA DALAM JIWA MEREKA DAN ITU SUDAH CUKUP SEBAGAI NILAI MINUS KAMU DI JIWA MEREKA. Itu pun kalau mereka kemudian memaafkanmu setelah mereka melihat cucu. 
Permasalahannya, apakah kamu yakin bahwa mereka suatu saat nanti mereka dapat memaafkan? jika ternyata tidak hingga akhir hayat mereka, kamu akan dihantui dengan perasaan tidak tenang dan rasa bersalah di saat mereka tidak ada lagi. Sungguh Nak." 

"Sekalil agi, CINTA KAMU DENGAN DIA SEBELUM PERNIKAHAN, BUKAN SEGALANYA, SEKALI LAGI BUKAN SEGALANYA. CINTA SEMACAM INI MASIH BISA DATANG DAN PERGI, BERBEDA DENGAN KASIH DAN CINTA PASCA PERNIKAHAN, tidak begitu mudah untuk create cinta baru yang lain, karena ia sudah dilandasi dengan aspal baru, yaitu aspal TANGGUNGJAWAB DAN KOMITMEN, karena pernikahan adalah suatu perjanjian bernilai sakral abstrak yang harus diperjuangkan, meskipun dengan nyawa. KEHIDUPAN CINTA PASCA PERNIKAHAN ADALAH KOMITMEN PRIBADI DUA ANAK MANUSIA UNTUK TETAP MENJAGA SEBISA MUNGKIN AGAR TIDAK RETAK, MESKIPUN ITU HARUS DENGAN MENJUAL IDEALISMEHARIAN. 

Sangat berbeda dengan kehidupan cinta sebelum pernikahan, sangat berbeda, yang kayak gini tuh masih bisa dibongkar pasang, masih bisa di-adjustsono-sini, itu realita. Saya tidak katakan cintamu sama dia tidak harus diperjuangkan sama sekali. Yang saya ingin katakan di sini adalah, cintamu dengan seseorang sebelum pernikahan adalah masih bernilai fifty-fifty untuk dipertahankan, ini artinya kamu bisa saja mempertahankan cinta itu,memperjuangkannya, cuma, menurut saya, proporsional dong. Artinya ketika dihadapkan kepada memilih antara dia dan kepatuhan terhadap orang tua, maka disinilah kamu harus hitung menghitung kayak orang dagang! Yah, semacam usaha untuk lebih relistis." 

Simurid mulai ragu dan bertanya, "Jika saya mengikuti orang tua, apakah ini berarti saya pengecut dan tidak berani dalam mengambil keputusan untuk menikahinya, tidak berani dalam memperjuangkan Cinta?"  
Sang guru:"Anakku, cobalah belajar untuk membedakan antara pemberani dengan sikonyol!" 
Sang Murid, "Lalu apa yang harus saya katakan kepada si Dia?"  
Guru,"Berbicaralah apa adanya, bahwa kamu telah berusaha untuk meyakinkan orangtua namun tidak berhasil, dia tentu akan sedih bercampur dengan marah, itu pasti, namun kamu perlu jelaskan juga, bahwa dia tidak sedih dan marah sendiri. Tidak ada orang yang ingin kebahagiaannya rusak dan hancur. Namun tidak berarti juga realita hidup selalu happy ending kayak film India." 

Rasulullah saw bersabda, "BARANGSIAPA MEMBUAT HATI ORANG TUASEDIH, BERARTI DIA TELAH DURHAKA KEPADANYA." [Riwayat Bukhari]. 
Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda,"TERMASUK PERBUATAN DURHAKA SESEORANG YANGMEMBELALAKKAN MATANYA KARENA MARAH". [Riwayat Thabrani].

Semoga Allah swt menjadikan kita sebagai anak-anak yang dapat MEMPERSEMBAHKAN CINTA, SAYANG, HORMAT DAN BAKTI KITA KEPADA KEDUANYA, HANYA UNTUK SATU TUJUAN: MERAIH CINTA, AMPUNAN, PAHALA DAN RIDHA-NYA. 
Aminallahumma amin...

Oleh:Iwan Yanuar

Kewajiban Orang tua Mendidik Anak-anaknya Agar Menjadi Anak Yang Shalih 
Assalamualikum wr.wb.
Faidah anak-anak yang shalih itu merupakan kenikmatan dari Allah swt sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “Apabila meninggal anak Adam, terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1 Demikian pula sabda beliau saw yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra: “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di jannah, kemudian ia berkata: ‘Wahai Rabbku, dari mana ini?’ Maka Allah berfirman: ‘Dengan sebab istighfar (permintaan ampun) anakmu untukmu’.” (HR. Ahmad)
Dan Al-Bazzar meriwayatkan dengan lafadz: “Dengan sebab doa anakmu untukmu” (Lihat Ash-Shahihul Musnad, 1/383-384, cet. Darul Quds)

Dan juga sebagaimana sabda Nabi saw, “Tujuh (perkara) yang pahalanya mengalir bagi hamba sedangkan dia berada di kuburannya setelah matinya: (yaitu) orang yang mengajarkan ilmu, atau mengalirkan sungai, atau menggali sumur, atau menanam pohon kurma, atau membangun masjid atau mewariskan (meninggalkan) mushaf (Al-Qur`an) atau meninggalkan anak yang memintakan ampunan baginya setelah matinya.” (HR. Al-Bazzar dan dihasankan oleh Al-Albani rh dalam Shahih Al-Jami’, no. 3602)

Atas dasar itulah, para bapak dan ibu diwajibkan berusaha untuk mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang shalih agar apa yang diusahakan ini menjadi sebuah amalan shalih bapak dan ibu di kehidupan dunia dan setelah kematian (akhirat).

Allah swt berfirman. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS at-Tahriim: 6)

Dan Allah swt berfirman. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS Thaahaa: 132)

Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan: “Setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. Imam a’zham (pemimpin negara) yang berkuasa atas manusia adalah ra’in dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Seorang lelaki/suami adalah ra’in bagi ahli bait (keluarga)nya dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Wanita/istri adalah ra’iyah terhadap ahli bait suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah ra’in terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5200, 7138 dan Muslim no. 4701 dari Abdullah bin ‘Umar ra)
Makna ra’in adalah seorang penjaga, yang diberi amanah, yang harus memegangi perkara yang dapat membaikkan amanah yang ada dalam penjagaannya. Ia dituntut untuk berlaku adil dan menunaikan perkara yang dapat memberi maslahat bagi apa yang diamanahkan kepadanya. (Al-Minhaj 12/417, Fathul Bari, 13/140)

Hadits dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Suruhlah anak-anak kalian menunaikan shalat kala mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila meninggalkan shalat) kala usia mereka sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Sunan Abi Dawud no. 495. Asy-Syaikh Al-Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu menyatakan hadits ini hasan shahih.)

Memohonkan hidayah untuk anak-anak
Kebanyakan manusia tidak melakukan sebab-sebab yang bisa membantunya dalam mendidik anak-anaknya menjadi anak yang shalih. Tidak pula mengarahkan anak-anaknya dengan sebab-sebab yang menjadikan anaknya itu memiliki sifat takwa dan menyukai al-khair (kebaikan).

Hidayah itu ada dua macam:
1. Hidayah ad-dalaalah wa irsyad wa bayan (petunjuk, arahan, dan penjelasan)
Inilah yang seyogyanya dituntut oleh seluruh kaum Muslimin, yaitu mengarahkan manusia kepada kebaikan, bersemangat untuk melakukan kebaikan-kebaikan dan meninggalkan kemungkaran-kemungkaran. Inilah yang dsebutkan dalam firman Allah swt, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS asy-Syura: 52)
2. Hidayah at-taufiq wal ilham wal qabul (taufik, petunjuk qalbu, dan menerima al-haq)
Inilah bentuk hidayah yang tiada memilikinya kecuali Allah swt. Karena sesungguhnya Allah swt memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya.
Allah swt berfirman. “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS al-Qashash: 56)
Dan Allah swt berfirman. “Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah).” (QS asy-Syura: 48)

Dan Allah Jalla Sya’nuhu berfirman. “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS al-Baqarah: 272)
[Dinukil dari Kitab Tarbiyatul Aulad fii Dhaui al-Kitabi wa as-Sunnati, Penulis Abdussalam bin Abdullah as-Sulaimani, Taqdim Syaikh Shalih Fauzan, hal. 14-18] 

asy-Syaikh Abdussalam bin Abdullah as-Sulaimani

https://www.facebook.com/notes/336788476367156/

1 komentar:

  1. Thanks infonya, menarik banget. Oiya saya juga punya nih referensi tulisan keren yang membahas tentang nasihat beberapa orang sukses yang diyakini bisa memacu semangat kamu untuk segera berinvestasi. Cek di sini ya: Wejangan agar semangat investasi

    BalasHapus